jpnn.com, JAKARTA - Mantan legislator PDI Perjuangan (PDIP) Emir Moeis memang sudah menjalani hukuman penjara karena divonis bersalah dalam perkara suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan di Kabupaten Lampung Selatan. Namun, mantan pimpinan komisi keuangan dan perbankan DPR itu tak berhenti mencari kebenaran.
Emir yang dijatuhi hukuman 3 tahun penjara pada 2014 dan kini sudah menghirup udara bebas tetap yakin perkara yang menjeratnya sarat keganjilan. Sebab, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak pernah menghadirkan saksi fakta selama proses persidangan atas perkaranya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
BACA JUGA: Yakinlah, PDIP Mampu Pilih Ketum Jika Bu Mega Lengser
Bahkan, JPU hanya menyodorkan dokumen dalam bentuk fotokopian tanpa pernah memperlihatkan aslinya di persidangan. Itu pula yang kini dipersoalkan Emir.
Mantan ketua DPD PDIP Kaltim itu akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempersoalkan penggunaan dokumen fotokopian yang digunakan pada persidangan perkaranya. Emir akan mendaftarkan uji materi ke MK, Kamis (14/9).
BACA JUGA: Bu Mega Besok Berultah, Semoga Terus Berkiprah
“Agar tidak ada lagi orang Indonesia yang menjadi korban sistem peradilan seperti yang saya alami,” ujar Emir, Rabu (13/9).
Emir merasa kebebasannya direnggut selama tiga tahun dengan menjalani hukuman di penjara. Pasalnya, pengadilan ternyata percaya pada dokumen fotokopian yang dihadirkan jaksa penuntut umum KPK.
Padahal, lanjutnya, JPU selama proses persidangan tidak pernah bisa menunjukkan dokumen asli sebagai pembanding dengan yang fotokopian. Bahkan, JPU KPK juga tak pernah menghadirkan saksi kunci bernama Pirooz Muhammad Sarafi.
Pirooz merupakan warga negara Amerika Serikat. Presiden direktur Pacific Resources Inc (PRI) itu disebut mentransfer uang ke Emir.
Tapi, kata Emir, dokumen ataupun saksi yang memberatkan posisinya sebgaai terdakwa justru tak pernah bisa dihadirkan di persidangan. Bahkan hakim tetap mengganjarnya dengan hukuman selama tiga tahun penjara.
Emir mengatakan, Pirooz Sharafi menunjukkan dokumen kontrak kerja sama antara PRI dengan PT Anugrah Nusantara Utama (ANU). Dokumen itulah yang dianggap sebagai bukti bahwa Emir membantu pemenangan Alstom Power.
Menurut Emir, saat proses penyidikan di KPK sebenarnya saksi bernama Juliansyah Putra Zulkarnain sudah menyampaikan ke penyidik bahwa dokumen tersebut palsu. “Ada paraf Juliansyah di atas lima lembar dokumen dari enam lembar yang ada dipalsukan. Halaman satu sampai dengan halaman lima diubah isinya oleh Pirooz,” ujar Emir.
Dokumen itu aslinya berisikan kerja sama di bidang batubara, tapi kemudian diubah menjadi bantuan teknis untuk pemenangan proyek PLTU Tarahan oleh Alstom. Juliansyah juga sudah melaporkan soal itu ke Bareskrim Polri pada Maret 2015.
Bareskrim lalu meminta dokumen aslinya. Namun, Juliansyah hanya punya fotokopinya yang sudah dilegalisasi oleh KBRI di Washington, Amerika Serikat.
Selanjutnya, Bareskrim menyurati KPK. Ternyata KPK juga hanya punya fotokopinya.
“Menurut pihak KPK, dokumen aslinya ada di Amerika Serikat. Jadi, saya diadili dengan bukti fotokopi dokumen saja,” kata Emir.
Karena itu Emir menegaskan, upayanya mengajukan uji materi ke MK bukan untuk mencari keadilan. Sebab, bagaimanapun dia sudah menjalani hukuman penjara.
“Sekarang, saya bukan ingin menuntut keadilan, karena saya sudah dihukum dan sudah menjalani. Tapi, saya ingin mengungkapkan kebenaran. Bangsa Indonesia harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan diri saya dalam kasus PLTU Tarahan, Lampung, dan bagaimana peradilan terhadap diri saya berlangsung,” tegas politikus bertubuh tambun itu.(ara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Antoni