Merdeka Belajar jadi Merek Dagang, Federasi Guru Takut Dimintai Royalti

Senin, 13 Juli 2020 – 13:03 WIB
Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim bicara soal Merdeka Belajar jadi merek dagang Sekolah Cikal. Foto: tangkapan layar/mesya

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim memertanyakan jargon Merdeka Belajar yang digaungkan Ki Hadjar Dewantara telah didaftarkan sebagai merek dagang PT Sekolah Cikal ke Kemenkum HAM sejak 2018 dan sudah terdaftar Mei 2020.

Merdeka Belajar ini kemudian dijadikan kebijakan pendidikan nasional oleh Menteri Pendidkan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.

BACA JUGA: Komisi X Bakal Cecar Nadiem Makarim dan Najelaa Shihab soal Merdeka Belajar

"Jujur saja ketika Mas Menteri menggaungkan Merdeka Belajar kami terbawa euforia itu. Setiap kegiatan yang berbau pendidikan selalu menggunakan istilah Merdeka Belajar. Namun, belakangan kami insan pendidikan terkejut setelah mengetahui Merdeka Belajar itu sudah jadi merek dagang Sekolah Cikal sejak 2018," tutur Satriwan dalam diskusi daring yang dibesut Pendidikan Vox Point Indonesia, baru-baru ini.

Sebagai pendidik, Satriwan mengaku, tidak mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan Merdeka Belajar.

BACA JUGA: Kebijakan Merdeka Belajar dari Nadiem Membawa Perubahan untuk Dunia Pendidikan

Namun dia dan rekan-rekannya sesama pendidik berusaha membumikan program Mendikbud Nadiem tersebut. Terlebih, istilah Merdeka Belajar bukan hal baru lagi untuk para guru.

Sebab, selama masih menjadi mahasiswa di Lembaga Pendidkan Tenaga Kependidikan (LPTK), jargon Ki Hadjar Dewantara itu sudah akrab di kuping mereka. Bahkan, buku-buku Ki Hadjar Dewantara tentang Merdeka Belajar masih ada.

BACA JUGA: Kepala BKN: Wajar Banyak PNS Komplain

Namun, lanjut guru salah satu SMA swasta di Jakarta ini, para insan pendidikan baik sekolah maupun kampus galau. Ada ketakutan menggunakan Merdeka Belajar sebagai tema acara.

"Kami galau, takutnya tiba-tiba dimintai royalti karena menggunakan merek dagang Sekolah Cikal," ucapnya.

Satriwan juga mengkritisi konsep Merdeka Belajar ala Nadiem yang dinilai tidak jelas.

Paket kebijakan Merdeka Belajar hingga tahap lima ini masih diraba-raba kalangan pendidik. Lantaran naskah akademiknya belum ada.

Dia mencontohkan kaitannya Merdeka Belajar dengan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB).

"Saya ditanya murid saya, soal hubungan Merdeka Belajar dengan PPDB itu apa. Kalau Merdeka Belajar dengan Ujian Nasional (UN) saya bisa menjelaskan. Namun, dengan PPDB saya terus terang enggak bisa jawab karena naskah akademiknya belum ada sampai sekarang," terangnya.

Dia pun berharap Kemendikbud bisa memberikan penjelasan secara transparan tentang kaitan Merdeka Belajar yang dijadikan program pendidikan nasional dengan merek dagang Sekolah Cikal.

Jangan sampai negara malah memberikan fasilitas kepada perusahaan pendidkan swasta yang kualitasnya belum teruji.

"Satu hal lagi, kami butuh naskah akademik Merdeka Belajar. Sudah lima paket kebijakan yang dikeluarkan, tetapi penerapannya masih meraba-raba," tandasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler