BACA JUGA: Harta Karun Ditemukan di Jatilawang
Mereka rela berdesakan di sepanjang jalan yang dilewati arak-arakan peserta karnavalParade fashion bertema World Evolution itu menampilkan sembilan defile
BACA JUGA: KPK Terus Buru Koruptor Inhu
Temanya beragamBACA JUGA: Dukungan WOC Terus Mengalir
Berbeda dengan even-even sebelumnya, kali ini JFC tidak hanya menampilkan parade fashion, tapi juga marching bandPemain marching band juga berkostum seperti peserta lain karnaval ituSelain musik, ada perpaduan fashion dan tari.Presiden Jember Fashion Carnaval Council (JFCC) Dynand Fariz mengatakan, apa yang ditampilkan grup marching band itu merupakan konsep baru”Kami sengaja ingin tampil bedaSehingga, para penonton tidak hanya disuguhi musik, tapi juga penampilan anggota marching band yang eye catching,” ujarnya.
Iring-iringan marching band menjadi pembuka jalan bagi peserta paradeSelanjutnya, ada Archipelago Papua, Barricade (gambaran pasukan polisi dan pengamanan), People Off Earth (kondisi masyarakat bumi yang serba plastik), Gate-11 (gambaran ruang tunggu bandara internasional yang dipadati orang berbagai bangsa), Root (gambaran illegal logging), Metamorphic (gambaran perubahan sifat buruk ke baik), dan Undersea (gambaran keindahan alam bawah laut)
Setidaknya, 550 peserta ambil bagian dalam parade ituMereka tidak hanya beraksi di jalan yang disaksikan ribuan pasang mata serta menjadi objek jepretan fotografer, tapi juga memperebutkan berbagai penghargaanMulai dari JFC Award, Best Costum Award, Unique Costum, Best Presenter, hingga Best Performance
Panitia juga menyediakan beasiswa masuk sekolah mode Esmod, JakartaMenurut Intan Ayunda Vira, salah seorang alumnus JFC yang kini mendapatkan tugas menjadi juri, dari tahun ke tahun, perkembangan peserta JFC meningkatTak ayal, perkembangan itu membuat persaingan mendapatkan tiket ke Esmod menjadi lebih sulit.
”Sekarang peserta baru nggak ada beda dengan peserta lamaBahkan, kami para juri kagum dengan motivasi dan kreasi peserta baru,” ujarnyaPara peserta junior ini tidak tanggung-tanggung dalam berkreasiMeski pertama menjadi peserta, mereka sudah mampu mengeksplorasi kemampuan merancang dan menciptakan pakaian-pakaian unik.
Dewan juri yang terdiri atas alumni JFC, siswa Esmod Jakarta, pemerhati mode, dan alumni mode Esmod Prancis tersebut semula pesimistis dengan penampilan defile root atau akar”Sempat kepikiran dan menjadi bisik-bisik juri, kalau tema ini bakalan nggak asyik,” tambahnya.
Namun, keraguan dewan juri langsung hilang saat para peserta defile yang menggambarkan illegal logging tersebut unjuk gigi”Luar biasa, jadi seperti melihat pohon sungguhan,” ujar Monalisa Lambang, salah seorang juriBahkan, karena penampilan para manusia akar itu terlalu heboh, pintu masuk arena JFCC di halaman GOR Kaliwates sampai dicopotPasalnya, topi dan pakaian mereka yang menjulang tidak bisa lewat.
Namun, meski bertabur pujian, kedua juri cantik itu mengkritik peserta yang masih monotonMenurut Intan, masih banyak peserta yang mencontek gaya dan model pakaian peserta JFC tahun-tahun sebelumnya”Mengapa mesti pakai gelas air mineral dan CD bekas? Mengapa tidak mencoba pakai bahan lain?” tuturnya.
Padahal, lanjut dia, orisinalitas dalam berkreasi sangat menentukan penilaian juri”Selain itu, mereka juga harus mengerti benar pakaian yang mereka kenakan,” tambah MonalisaMaksdunya, para peserta tidak hanya mengenakan pakaian, tapi harus tahu maksud pakaian itu dibuatDengan begitu, akan terlihat, peserta mana yang idenya orisinal dan yang mencontek(lie/ nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Longsor, Jalur Trans Sulawesi Sempat Putus
Redaktur : Tim Redaksi