Merujuk Kasus Mario Dandy dan Aditya Hasibuan, Indonesia Darurat Pendidikan Karakter

Kamis, 11 Mei 2023 – 06:56 WIB
Cegah kekerasan lewat pendidikan karakter untuk anak. Foto: dok Sekolah Putra Pertiwi.

jpnn.com, TANGERANG - Beberapa bulan terakhir ini, dunia media dan media sosial dalam negeri diramaikan dengan perilaku anak pejabat yang melakukan tindakan semena-mena terhadap rekannya.

Sebut saja kasus Mario Dandy Satriyo, anak seorang pejabat di kantor pajak yang menganiaya Cristalino David Ozora Latumahina hingga koma.

BACA JUGA: Bertekad Majukan Pendidikan Karakter di Kota Makasar, IMUN: Siswa Harus Baik Dahulu, Baru Cerdas

Kemudian Aditya Hasibuan yang merupakan anak AKBP Achiruddin Hasibuan, perwira polisi di Polda Sumatera Utara (Sumut) yang menganiaya Ken Admiral. Parahnya lagi, penganiayaan disaksikan dan dibiarkan oleh sang ayah. 

Hal ini menjadi sorotan publik sekaligus mengundang banyak komentar dan pendapat yang berfokus kepada permasalahan pendidikan karakter.

BACA JUGA: Sebegini Kekayaan AKBP Achiruddin Hasibuan yang Anaknya Gayanya Mirip Mario Dandy

Melihat fenomena itu, Sekolah Putra Pertiwi, salah satu sekolah unggulan di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, melihat permasalahan tersebut harus menjadi perhatian serius.

Pasalnya, dunia pendidikan salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam pembentukan karakter.

BACA JUGA: Pengakuan Amanda dalam Kasus Penganiayaan David, Oh Mario Dandy

Mengambil waktu dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional, yang jatuh pada 2 Mei, sekolah yang menyediakan jenjang pendidikan dari SD sampai SMK itu mengadakan diskusi khusus yang bertajuk “Apa yang Salah dengan Pendidikan Karakter?”. 

Sebagaimana ditegaskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ada tiga masalah besar terkait karakter dalam generasi muda kita termasuk yg masih berstatus peserta didik, yakni intoleransi, pelecehan (harassment) terutama seksual, dan perundungan atau biasa dikenal dengan istilah bullying. 

Menyikapi permasalahan kekerasan fisik yang terjadi belakangan ini, praktisi pendidikan Dr Novianty Elizabeth Ayuna, SH, MPd mengatakan idealnya pendidikan itu berlangsung di tiga sentra, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. 

''Pemerintah melalui Kemendikbud hingga saat ini telah berusaha mengembangkan berbagai moda pembelajaran karakter termasuk membentuk satu unit khusus untuk itu. Akan tetapi saya melihat upaya Kemdikbud ini tidak diperkuat secara sinergis oleh kedua sentra pendidikan lainnya,” ujar Kepala Sekolah Putra Pertiwi ini. 

Dalam diskusi tersebut Novianty yang juga dosen di sebuah perguruan tinggi swasta itu membahas mengenai peran serta keluarga dan orang tua dalam proses tumbuh kembang anak terutama dalam permasalah pembentukan karakter.

“Kedua kasus perundungan yg terjadi di Jakarta dan Medan menunjukkan dengan sangat jelas tentang kegagalan pendidikan oleh keluarga. Kedua kasus itu membuktikan betapa kurangnya kesempatan anak berkumpul dengan orang tua membangun keluarga sebagai miniatur masyarakat yang damai dan menerapkan nilai-nilai sosial yang positif. Keluarga yang lebih mengedepankan hidup mewah, anak dididik dengan suasana materialistik yang justru kontraproduktif dalam menanamkan nilai sosial yang luhur. Demikian juga dengan kasus di Medan. Bahkan orang tua yang merupakan penegak hukum memfasilitasi bullying oleh anaknya. Sangat ironis,” imbuhnya. 

Novianty melihat kelemahan pendidikan karakter bagi generasi muda disebabkan kurang berfungsinya sentra ketiga, yaitu masyarakat.

Salah satu peran masyarakat dalam pembentukan karakter yg menjadi jati diri bangsa adalah sikap keteladanan yang seharusnya diperlihatkan oleh tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun informal.

Namun, tidak banyak tokoh yang bisa dihadirkan sebagai teladan bagi generasi muda.

Para tokoh justru banyak yang bertikai saling serang bahkan dengan menggunakan bahasa kurang santun dan menunjukan arogansi.

Hal itulah yang memfasilitasi tumbuhnya sikap intoleransi dalam jiwa generasi muda. Novianty juga melihat perkembangan dunia media sosial yang tidak bisa dibendung, menjadikan generasi peserta didik dapat dengan mudah mendapatkan informasi hanya dengan mengakses melalui layar handphone atau gadget lainnya.

“Begitu pula sikap pamer kekayaan atau flexing yang dilakukan sejumlah tokoh, kalangan selebritas dan selebgram banyak ditiru oleh sebagian generasi muda. Mereka pun tergiur hal-hal materialistik yang membangun semangat instan ingin cepat kaya atau bagaimana cara menonjolkan diri agar terlihat kaya. Pelecehan seksual yang akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik juga berpengaruh buruk bagi generasi penerus. Orang-orang yang seharusnya jadi teladan atau idola mereka justru menunjukkan perilaku tidak bermoral,” ungkap Novianty. 

Diskusi ini menyimpulkan dan menyepakati bahwa sekolah sebagai institusi yang merupakan pemegang elemen penting dari pembentukan karakter generasi muda diharapkan lebih aktif menyikapi dan melihat permasalahan ini lebih komprehensif.

Sekolah Putra Pertiwi berinisiatif melakukan refleksi diri, khususnya para pendidik dan pembuat kebijakan tentang kurikulum di sekolah yang merupakan bagian dari sentra sekolah.

Novianty mengatakan pendidikan karakter telah menjadi wacana sentral pendidikan di Indonesia sejak tahun 2010.

Kemendikbud telah mewajibkan semua sekolah menyisipkan pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Dalam kurikulum 2013 Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran dilakukan dengan memuat nilai-nilai karakter dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Novianty juga mengimbau agar setiap guru harus mempersiapkan pendidikan karakter mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya. 

“Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013 bertujuan mengubah sikap pembelajar agar lebih santun melalui nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya. Artinya, jika memiliki sikap dan mental yang terpuji, pembelajar akan mampu menyerap ilmu dengan baik dan tentu menjadi generasi yang bersih. Namun saat itu banyak yang bertanya bagaimana cara mengintegrasikan semua nilai pendidikan karakter ke dalam semua mata pelajaran, hal ini menjadi tantangan bagi semua pendidik di Sekolah Putra Pertiwi dan diharapkan menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pendidik atau guru di Tanah Air. Saya berharap dengan kerja sama tiga elemen, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, saya optimis permasalahan seperti sekarang akan diminimalisir atau bisa menjadi tidak ada," tutur Novianty. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler