jpnn.com - JELANG Lebaran maupun perayaan Tahun Baru, bisnis petasan selalu menggiurkan. Tak terkecuali di wilayah Tasikmalaya. Tak heran setiap tahunnya, meski dirazia aparat, para pelakunya tetap nekat berdagang. Terlebih keuntungan barang dagangan berpeledak ini mencapai 200%. Wow!
Tim Radar Tasikmalaya, Tasikmalaya
BACA JUGA: Rizman Putra, Astronot Pertama Asal Indonesia akan Segera Take Off, Ini Persiapannya
Sebut saja namanya George Derida (bukan nama sebenarnya). Dia pebisnis petasan. Tim Radar Tasikmalaya (Grup JPNN) bertemu dengannya di salah satu sudut Kota Tasikmalaya. Pria yang menjadi tulang punggung keluarganya dalam mencari nafkah ini saat Ramadan tiba dan menjelang Tahun Baru sibuk berjualan petasan.
Derida mengaku selain sebagai penjual, dia pun pecinta petasan. Bahkan, awal turun ke bisnis mercon itu gara-gara kesukaannya terhadap mainan yang mengeluarkan suara ledakan itu.
Sebelum 2000-an, pria yang berusia sekitar 30 tahun itu sangat tergila-gila dengan petasan. Bahkan dia pernah bermasalah dengan pendidikannya gara-gara mainan berpeledak itu. Namun, dia tak mau membeberkannya. Memasuki tahun 2000-an, petasan dianggap teror (terutama setelah WTC meledak di Amerika). Pengawasannya pun ketat. Dia tak sebebas dulu bermain mercon.
BACA JUGA: Kompetisi Terhenti, Pemain Berbisnis Kuliner, Ada yang Jual Beli Batu Akik
"Sejak saat itu mercon dianggap teror karena mengganggu ketertiban umum (karena) ya bisa dibilang itu adalah mini bom,” terang pria berbadan kurus ini, Minggu (29/6).
Setelah matang bermain mercon, dia bergerak naik menjadi penjual. Derida membeli petasan ke grosir-grosir di Bandung. "Kalau ke Indramayu (tempat pembuatan petasan di Jabar) saya belum pernah, tapi kalau ngenter beli saya pernah,” ungkapnya.
BACA JUGA: Harmoko Ramah, Akbar Politikus Sejati, Agung Pernah Marah-marah, Marzuki Agamis
Ia pernah menyaksikan industri perumahan petasan Indramayu yang begitu dahsyat. ”Bayangkan saja nini-nini, aki-aki juga bisa jadi perajin petasan di sana,” kenangnya dengan nada heran.
Derida biasa membeli paket berbagai jenis petasan. Mulai petasan korek, cacabean, karapan sapi hingga mercon tak bermerek yang berukuran besar, termasuk petasan terbang alias jangwe. “Termasuk juga kembang api,” bebernya.
Dia bisa merogoh kocek hingga Rp 5.000.000 untuk modal membeli petasan. Dengan modal segitu, dia bisa mendapat keuntungan dua kali lipat.
Di tahun 2011, dia pernah mendapat keuntungan Rp 14.000.000. Padahal modal awalnya hanya Rp 5.000.000. ”Saya beli satu kotak mercon seharga Rp 150.000 terus saya jual dengan harga Rp 500.000,” kata dia.
Pada saat itu, ia paling asyik berjualan petasan dengan sumbu yang disambung. ”Jarang sekali saya jual mercon korek. Paling bantar juga cacabean berwarna merah,” terangnya.
Ia membeberkan bisnis petasan di Kota Tasikmalaya bisa disebut main kucing-kucingan dengan petugas. Para pedagang biasa menyembunyikan petasan di balik kembang api yang menjejer. ”Masih banyak lah, tapi nggak kayak dulu,” katanya.
Para pedagang petasan di Tasikmalaya, kata Derida, biasa membeli langsung dari Indramayau dan Bandung. Mereka membelinya dari perorangan dan bandar. Saat pembelian dalam jumlah besar, pedagang besar menggunakan mobil boks.
”Biasanya bandar belinya pakai mobil boks,” terangnya.
Para bandar ini biasanya menaruh daganganya ke tiap pedagang. ”Nanti bisa dapat untung ya sekitar 50%,” jelasnya.
Lalu bagaimana dengan pedagang di Kabupaten Tasikmalaya? Ternyata mereka membeli petasan tidak langsung ke bandar atau ke Indramayu tapi membeli ke pedagang di Kota Tasikmalaya. ”Yang Kabupaten (Tasik) datang ke sini. Jarang yang belinya ke luar Tasik mah,” ungkapnya.
Saat itu juga Tim Radar mencoba menelusuri kebenaran apa yang diungkapkan Derida. Radar mendatangi penjual kembang api di kawasan Singaparna. Di sana bisa dijumpai begitu banyak pedagang.
Radar mendatangi seorang penjual sebut saja Bryan. Radar berpura-pura sebagai pembeli. Radar menanyakan petasan dengan ukuran besar. Awalnya Bryan mengaku tidak menjual petasan lagi. Namun setelah didesak, akhirnya dengan hati-hati sambil tengok kanan-kiri ia membongkar sejumlah petasan korek di bawah gundukan kembang api. ”Ini harganya Rp 5.000, kalau yang besar lagi saya tidak punya,” ungkapnya.
Namun ia menunjukkan tempat dimana Radar bisa mendapatkan petasan yang lebih besar dan beragam. Lokasinya masih di Singaparna. Di sana dijual petasan besar. Tak lama menunggu akhirnya Radar pergi ke tempat tersebut.
Saat mendatangi tempat tersebut, langsung terlihat mercon korek yang dipajang di depan. Di sampingya seperti biasa dipajang banyak jenis kembang api.
Penjaga tempat itu tersebut sebut saja Bellamy langsung menanyakan apa keperluan Radar. Saat itu juga Radar langsung menanyakan mercon merek karapan sapi. Jika di tempat lain jawabannya pasti tidak ada, namun di warung Bellamy jenis petasan kecil hingga besar ada! ”Ada A' mau beli berapa harganya Rp 9.000 satu gepok besar,” ungkapnya.
Namun Radar tidak puas karena mercon karapan sapi yang dulu pakai sumbu dan ukurannya agak sedikit besar kini telah mengecil. Melihat hal itu, akhirnya Radar menanyakan petasan yang lebih besar lagi. ”Ada A', sebentar,” ungkapnya.
Namun untuk mengeluarkan petasan yang lebih besar lagi ia harus pergi ke satu lokasi. Pasalnya mercon tersebut tidak disimpan di tempatnya. ”Ini mercon merek millennium harganya Rp 5.000 segepok,” ungkapnya.
Radar kemudian menanyainya asal-usul petasan tersebut. Menurutnya petasan tersebut dibeli dari wilayah Kota Tasikmalaya. ”Dari Kota (Tasik) A. Jarang beli dari luar,” ungkapnya.
Ia pun mengatakan pedagang di Kota Tasikmalaya memang dikenal lebih hati-hati saat menjajakan petasan, maka dari itu sulit untuk mendapatkan petasan secara terbuka. ”Ada di bawah diumpetin,” terangnya.
Bryan pun mengakui menjual petasan diburu petugas. ”Kalau mercon kan home industry. Kalau kembang api ya ada mereknya. Jelas mercon itu nggak ada cukainya,” terangnya.
Namun, ia tetap akan menjalankan bisnis tersebut karena keuntungan yang didapatkannya cukup lumayan. ”Lumayan A', buat Lebaran,” ungkapnya. (den)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menengok Dapur Masjid Istiqlal Menyiapkan 3 Ribu Kotak Makan Buka Puasa
Redaktur : Tim Redaksi