Harmoko Ramah, Akbar Politikus Sejati, Agung Pernah Marah-marah, Marzuki Agamis

Sabtu, 27 Juni 2015 – 13:24 WIB
DEDIKASI TINGGI: Mara Sehat Siregar mengecek meja pimpinan DPR sebelum rapat paripurna. Dia harus memastikan tidak ada yang belum beres. Foto: Hendra Eka/Jawa Pos

MARA Sehat Siregar, pria asal Medan itu dipercaya menjadi ’’orang dekat’’ lima ketua DPR. Mulai era Harmoko sampai Setya Novanto. Bukan hanya pengalaman yang dia dapat, namun juga kisah-kisah unik bos-bosnya itu.
-------------------
Laporan Ariski Prasetyo Hadi , Jakarta
------------------
SEJAM sebelum rapat paripurna, tepatnya pukul 09.00, ruang sidang masih terlihat sepi. Kursi-kursi yang ditempati 560 anggota dewan juga masih kosong melompong. Belum seorang pun wakil rakyat yang datang.

Hanya tampak seorang pria berperawakan kecil yang sibuk. Mengenakan setelan jas hitam dipadu dasi pink, dia mengoordinasi lima temannya untuk menyiapkan ruangan itu. Mulai menata kursi, mengecek sistem audio dan mikrofon, sampai tempat duduk pimpinan.

BACA JUGA: Menengok Dapur Masjid Istiqlal Menyiapkan 3 Ribu Kotak Makan Buka Puasa

Dengan saksama dia mengamati semua berkali-kali. Dia tidak ingin ada ketidakberesan sedikit pun saat rapat paripurna berlangsung.

Pekerjaan pria yang mengenakan setelan jas lengkap itu belum usai. Sepanjang rapat, dia harus tetap berada di ruangan tersebut. Duduk di belakang kursi pimpinan DPR. Matanya terus mengamati apakah ada masalah teknis dalam rapat itu.

BACA JUGA: Kisah Pengungsi Rohingnya Menjalani Ramadan di Penampungan Medan

Meski rapat telah usai, tidak berarti pekerjaan pria tersebut selesai. Dia kembali bertugas sesuai dengan protap (prosedur tetap) protokoler, yakni menyeleksi tamu-tamu pimpinan DPR yang datang. Satu per satu tamu ditanya tentang maksud dan tujuan mereka. Dia juga bertindak sebagai penyampai pesan jika pimpinan DPR masih banyak pekerjaan dan tidak bisa menemui tamu.

Ya, pria bertinggi 150 cm itu bernama Mara Sehat Siregar. Di gedung dewan Senayan, dia termasuk ’’orang penting’’. Pengalamannya sebagai petugas protokoler ketua DPR tidak diragukan lagi. Betapa tidak, Regar, panggilan akrabnya, bertugas sebagai protokoler pimpinan dewan sejak 1993.

BACA JUGA: Watch Indonesia!, LSM Berlin yang Konsisten Pelototi Indonesia

Bekerja selama 22 tahun di gedung wakil rakyat tidak hanya membuat pria kelahiran Desa Simatorkis, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, itu kenyang pengalaman. Dia juga menjadi saksi sejarah kepemimpinan lima ketua DPR. Mulai Harmoko, Akbar Tandjung, Agung Laksono, Marzuki Alie, hingga Setya Novanto saat ini.

’’Saya menjadi protokoler lima pimpinan itu,’’ kata Regar ketika ditemui Kamis (25/6).

Regar bercerita awal mula dirinya menjadi staf protokoler pimpinan DPR. Pada 1991, pria berusia 44 tahun tersebut menjejakkan kaki di Jakarta. Dia memutuskan untuk merantau ke ibu kota guna mencari pekerjaan.

Saat itu, dia hanya berbekal sehelai kertas bertulisan alamat anggota dewan dari Medan, yakni Raja Kami Sembiring Meliala. ’’Saya dikasih alamat oleh kakak saya,’’ ujarnya.

Sampai di Jakarta, Regar langsung menuju ke alamat tersebut. Yakni, kompleks perumahan Perwira Tinggi TNI Angkatan Darat di Jalan Gatot Soebroto, Kuningan. Tetapi, bukannya disambut dengan hangat, tuan rumah tidak mau menerima tamu tidak diundang itu. ’’Kata pembantunya, kalau masalah pekerjaan, di kantor saja,’’ tuturnya.

Tidak patah arang, sehari kemudian, penggemar warna hitam itu mendatangi Raja Kami di kantornya, lantai 8 Gedung Nusantara III. Di sana, dia diterima dengan baik. Alhasil, saat itu juga Regar diterima sebagai pegawai DPR di bagian humas.

Tugasnya mengantar surat dari pimpinan DPR ke pihak-pihak lain di kompleks Senayan. ’’Jadi, kalau ada surat dari ketua DPR ke MPR atau ke komisi-komisi, saya yang mengantar,’’ jelasnya.

Meski hanya bertugas mengantar surat, pekerjaan itu dilakukannya dengan tekun dan sabar. Ketekunan Regar akhirnya membuahkan hasil. Pada 1998, dia resmi diperbantukan menjadi staf protokoler pimpinan DPR. Mulai saat itu pula dia dekat dengan ketua DPR.

Pada periode itu dia mulai melayani Harmoko. Menurut suami Nurhadijah Nasution tersebut, Harmoko merupakan tipe orang yang ramah. Dia juga dikenal sebagai pimpinan DPR yang kalem serta tidak pernah marah. Meski jabatannya tinggi, menteri penerangan pada era Presiden Soeharto itu tidak membeda-bedakan orang. Dia suka berbincang-bincang dengan siapa pun, termasuk staf protokoler.

Dari situlah, Regar jadi bisa sangat dekat dengan Harmoko. Dia bahkan menganggap politikus Golkar itu sebagai orang tua sendiri. Pernah sesekali, saat waktu luang, Regar memberanikan diri untuk berdiskusi dengan Harmoko. Misalnya, dia bertanya tentang cara menjadi politikus yang baik. ’’Bapak menjawab, jangan sakiti orang lain dan beri informasi apa yang dibutuhkan,’’ ucapnya.

Saking dekatnya, Regar tidak hanya menjadi protokoler di gedung DPR. Dia kemudian dipercaya untuk mengurusi keperluan pribadi keluarga Harmoko. Misalnya, mengantar jemput anak-anak Harmoko di bandara ketika pulang kuliah dari Amerika Serikat. ’’Saya selalu yang antar jemput Mas Aji Saka (putra Harmoko, Red) di bandara,’’ ungkapnya.

Untuk hobi, Regar menyatakan, Harmoko merupakan ketua DPR yang menggilai tenis. Setiap tahun, DPR selalu mengadakan turnamen tenis antarkaryawan dan antarlembaga. ’’Pak Harmoko yang menyediakan hadiahnya,’’ jelasnya.

Pada 1999, Indonesia masuk era reformasi. Bersamaan dengan lengsernya Presiden Soeharto, pucuk pimpinan DPR juga berganti. Harmoko digantikan Akbar Tandjung. Namun, posisi Regar sebagai staf protokoler tetap dipertahankan.

Menurut Regar, Akbar merupakan politikus sejati. Selama menjadi ketua DPR, dia tidak pernah melihat mantan ketua umum Golkar itu marah. Misalnya, ketika kunjungan kerja ke Solo. Saat itu sedang gencar-gencarnya penolakan terhadap partai berlambang pohon beringin tersebut di beberapa daerah.

Nah, ketika menghadiri acara, tiba-tiba ada orang yang tidak bertanggung jawab melemparkan kotoran kepada Akbar. ’’Namun, beliau tidak marah sama sekali,’’ kenangnya.

Hubungan Regar dengan Akbar juga cukup dekat. Apalagi keduanya berasal dari daerah yang sama, Sumatera Utara. Memang, awalnya mantan ketua HMI itu tidak tahu bahwa Regar adalah orang Batak. Baru setelah ada momen berdua, Regar memberanikan diri untuk berbincang dengan Akbar dengan bahasa Batak. Mulai saat itu, jika ada waktu senggang, Akbar mengajak Regar ngobrol di ruang pimpinan DPR dengan bahasa daerah mereka.

’’Ya, kami ngobrol dengan bahasa Batak,’’ ujarnya.

Mengenai Akbar, Regar terkenang atas kesukaannya makan makanan khas Batak, ikan mas arsik, setiap Jumat. Masakan itu dikirim langsung dari Medan. ’’Jadi, satu hari itu beliau makan ikan mas arsik. Entah kenapa kok setiap hari Jumat,’’ katanya.

Akbar lengser, pimpinan dewan diisi Agung Laksono. Regar pun tetap dipercaya menjadi staf protokoler ketua DPR. Menurut Regar, Agung merupakan sosok ketua DPR yang humble. Selain mudah bergaul dengan siapa saja, Agung merupakan pribadi yang sederhana. Politikus Golkar itu merupakan tipe pimpinan yang percaya kepada protokoler. Semua arahan dan petunjuk yang diberikan protokoler dituruti. ’’Ya, pokoknya nurut saja,’’ ucapnya.

Tetapi, sesabar-sabarnya Agung, ternyata dia pernah marah juga. Hal itu terjadi saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato kenegaraan di gedung DPR. Sebelum penyampaian pidato, seharusnya ada prosesi menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Namun, ketika itu petugas lupa.

’’Akhirnya, kami dikumpulkan dan dimarahi habis-habisan. Besoknya, DPR mengirimkan surat permintaan maaf kepada presiden,’’ jelasnya.

Untuk hobi, Regar menjelaskan, hobi Agung berbeda dengan ketua DPR yang lain. Dia merupakan politikus yang hobi menyanyi. Dalam setiap acara yang menggelar live music, Agung selalu menyumbangkan suara. ’’Bapak tidak sungkan jika ditawari menyanyi,’’ tuturnya.

Pada periode 2009–2014, jabatan ketua DPR beralih ke politikus Partai Demokrat Marzuki Alie. Di antara seluruh ketua DPR yang pernah dilayani Regar, Marzuki merupakan sosok yang paling agamis. Hal itu terlihat ketika pimpinan DPR menggelar rapat di ruangan Marzuki. Ketika mendengar azan, Marzuki langsung menskors rapat dan bergegas mengambil air wudu untuk salat.

Saat menjabat ketua DPR, Marzuki juga dikenal doyan olahraga. Setiap Jumat, pria asal Palembang itu selalu menyempatkan diri untuk bermain futsal dengan karyawan DPR. Nah, setelah bermain futsal, Marzuki melanjutkan dengan bermain bulu tangkis. ’’Jadi, setiap Jumat seluruh karyawan diajak berolahraga. Biar fresh selalu,’’ ungkapnya.

Sebagai atasan, menurut Regar, Marzuki sangat perhatian. Setelah berolahraga, karyawan diajak makan bersama di ruang pimpinan. Mulai staf sampai pamdal, semua makan di satu meja dengan masakan yang sama. Dalam acara tersebut, biasanya Marzuki bertanya kepada satu per satu karyawan soal keluhan mereka.

’’Kami merasa diperhatikan,’’ kata Regar.

Tahun lalu, giliran Setya Novanto yang ditunjuk menjadi ketua DPR. Menurut Regar, politikus Golkar itu adalah sosok perfectionist. Semua harus berjalan dengan sempurna. Tanpa cacat. Misalnya, dalam pelaksanaan rapat paripurna atau rapat yang dihadiri menteri atau presiden, dia meminta petugas mengecek berulang-ulang sampai tidak ada yang kurang.

’’Pak Setya sampai mengecek sendiri persiapan rapat paripurna itu,’’ jelasnya.

Regar mengaku, aturan yang diberlakukan Setya juga sangat banyak. Misalnya, tamu harus disambut dengan baik. Selain itu, sejak era Setya, karpet merah selalu terhampar di pintu masuk menuju ke ruang pimpinan.

Meski mendapat sindiran karena terkesan bermewah-mewah, Regar menjelaskan bahwa karpet merah itu bukan untuk pimpinan DPR, namun merupakan bentuk penghormatan bagi tamu yang berkunjung ke DPR.

Dia melanjutkan, Setya merupakan ketua DPR yang paling banyak dikunjungi tamu. Dalam sehari, tamu yang mengantre bisa lebih dari 10 orang. Banyaknya tamu itu terkadang menyulitkan protokoler untuk mengatur. ’’Kami juga harus pulang lebih lama,’’ ucapnya, lantas tersenyum.

Yang unik pada Setya Novanto, kata Regar, ruang kerjanya full music klasik dan jazz yang terdengar lembut. Bahkan sepanjang hari. Tujuannya, menemaninya bekerja sampai larut malam. Regar mengungkapkan, Setya tidak biasa bekerja tanpa musik yang digemarinya itu. ’’Beliau mengatakan musik bisa menambah semangat bekerja,’’ tandasnya. (*/c5/ari)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bayaran tak Pernah Telat, Tarkam Dianggap Lebih Profesional


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler