Kantor bantuan hukum keimigrasian di Australia tiba-tiba dibanjiri permintaan dari pencari suaka, setelah pemerintah menetapkan batas waktu 30 Juni untuk memproses visa mereka.
Ribuan pencari suaka yang sudah berada di Australia hingga kini ternyata belum diproses visanya. Mereka diberi waktu dua minggu untuk wawancara, yang akan menentukan keberadaan mereka di negara ini.
Pengacara, advokat, dan pencari suaka menyatakan lonjakan permintaan bantuan hukum ini terkait dengan batas waktu 30 Juni bagi pencari suaka yang masuk kategori Legacy Caseload of International Maritime Arrivals (IMA). Apa itu Legacy Caseload IMA'?
Pencari suaka yang masuk dalam kategori Legacy Caseload atau Tunggakan Kasus IMA terdiri dari sekitar 31.000 orang yang tiba di Australia antara bulan Agustus 2012 dan Januari 2014.
BACA JUGA: Industri Daur Ulang Australia Tidak Siap Menghadapi Larangan Ekspor Sampah Plastik
Termasuk pencari suaka yang berada di Australia ketika Pemerintah Koalisi terpilih pada September 2013, namun permohonan visa perlindungan mereka belum ditentukan.
Begitu pula dengan orang-orang yang tiba di Australia hingga akhir tahun 2013 dan belum dipindahkan ke detensi imigrasi di luar Australia.
BACA JUGA: Phuket Mulai Menerima Turis Asing, tetapi Masih Ada Kekhawatiran
Tunggakan Kasus IMA masuk dalam kategori khusus setelah Pemerintah Koalisi yang terpilih kembali, mengubah UU Imigrasi pada tahun 2014.
Perubahan UU Imigrasi menetapkan bahwa para pencari suaka ini tidak lagi memiliki jalan untuk bisa menjadi warga negara Australia.
Artinya, pelamar dari kategori Tunggakan Kasus IMA hanya boleh mengajukan permohonan visa perlindungan sementara. Itu pun, ternyata masih banyak yang belum diproses.
Pada Mei 2021, data Departemen Dalam Negeri Australia menyebutkan sebanyak 4.120 permohonan suaka dari kelompok ini belum diselesaikan.
Menurut kalangan advokat, Depdagri Australia menyampaikan pada awal Mei ada 1.100 pelamar yang belum diwawancarai sebagai bagian dari proses aplikasi mereka.
Meningkatnya permintaan bantuan hukum tampaknya disebabkan karena Depdagri Australia ingin menyelesaikan wawancara tersebut pada 30 Juni. Mengapa ada batas waktu 30 Juni?
Depdagri Australia belum mengakui secara resmi adanya batas waktu 30 Juni untuk mewawancarai pencari suaka.
David Manne, pengacara dari Refugee Legal mengatakan, lembaga bantuan hukum pada umumnya mengetahui tentang tenggat waktu itu setelah terjadi lonjakan permintaan bantuan pada bulan Mei.
"Kami tidak mengetahui hal ini dari pengumuman resmi pemerintah," ujarnya.
Sejumlah lembaga bantuan hukum menyebutkan dalam pembicaraan mereka dengan pejabat Depdagri Australia, tenggat waktu 30 Juni tersebut diakui.
"Kepada kami diakui bahwa rencana pemerintah melakukan rangkaian wawancara mendadak dengan 1.100 orang tersisa yang belum diwawancarai, akan dilakukan pada 30 Juni," jelas David Manne.
Meski pun menjadi bagian dari proses permohonan suaka "Jalur Cepat", bagi pencari suaka yang tersisa, prosesnya sama sekali tidaklah cepat.
"Sebagian dari mereka telah menunggu selama bertahun-tahun," ujar Sangeetha Pillai, dari Kaldor Center for International Refugee Law di Uiversity of NSW.
"Mereka tidak tahu kapan akan dipanggil untuk wawancara. Bisa kapan saja," katanya.
"Setelah menunggu begitu lama, lantas terjadi perebutan untuk mendapatkan bantuan hukum yang memadai," tambah Pillai.
David Manne juga menilai tenggat waktu dua minggu untuk mempersiapkan wawancara setelah kasus mereka tertunggak bertahun-tahun, tidaklah adil.
"Kekhawatirannya bukan karena pemerintah akhirnya melanjutkan proses ini setelah bertahun-tahun tertunda," katanya.
"Tapi pada cara melakukannya. Kerangka waktu yang semena-mena dan tidak perlu ini, tidak akan memberi keadilan bagi pencari suaka," ujar Manne. Wawancara jadi penentu
Zaki Haidari, mantan pencari suaka yang masuk kategori Tunggakan Kasus IMA, menjalani proses aplikasi visa pada tahun 2016.
Dia masih ingat wawancaranya dengan seorang pejabat pemerintah sebagai pengalaman yang menakutkan.
"Saya tidak bisa tidur pada malam sebelumnya," ujarnya.
"Itu adalah hari yang saya tunggu-tunggu selama lebih dari tiga tahun," kata Zaki.
Dalam pikiran Haidari, wawancaranya saat itu merupakan masalah hidup atau mati.
"Saya akan dinilai berdasarkan wawancara selama tiga jam tersebut. Apakah saya bisa tinggal di Australia, apakah saya akan mendapatkan status pengungsi atau akankah permohonan saya ditolak. Apakah saya akan dideportasi kembali ke Afghanistan," tutur Zaki.
Menurut dia, bagi sejumlah pencari suaka, wawancara itu juga membuka kembali peristiwa traumatis yang sebenarnya ingin dilupakan.
Melalui wawancara tersebut, kata Zaki, pencari suaka akan dipaksa mengingat kembali seluruh peristiwa traumatis yang mereka alami sebelum tiba di Australia. Apa kata pemerintah federal?
Departemen Dalam Negeri tidak menjawab secara langsung pertanyaan ABC tentang mengapa dan kapan tenggat waktu 30 Juni dibuat.
Dalam jawaban tertulis kepada ABC, juru bicara Depdagri mengatakan: "Penyelesaian Tunggakan Kasus IMA tetap menjadi prioritas utama bagi Depdagri Australia."
"Pemerintah terus fokus pada penyelesaian kasus-kasus IMA yang tersisa seefisien mungkin, tanpa mengorbankan aspek keamanan nasional, keselamatan masyarakat, atau integritas program ini," katanya.
Jubir Depdagri Australia juga mengatakan pemrosesan Tunggakan Kasus IMA telah berlanjut pada tahun 2020/21 dengan menggunakan prokes COVID.
Pengacara David Manne mengatakan tidak yakin pemerintah bisa menyelesaikan wawancara dengan ribuan pencari suaka ini sesuai tenggat waktu 30 Juni.
"Kita tidak memiliki jumlah konkret berapa banyak orang yang telah melakukan wawancara dan berapa banyak yang masih tersisa," katanya.
"Namun, sejauh yang kami bisa lihat, sangat tidak mungkin pemerintah bisa memenuhi tenggat waktu 30 Juni yang semena-mena ini," tambahnya.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Queensland Meminta Jumlah Kedatangan Internasional Dikurangi Setelah Ada Penularan Baru COVID-19