Meutya Hafid Sebut Medsos Berpotensi Pengaruhi Informasi Politik di Indonesia

Selasa, 23 Mei 2023 – 08:16 WIB
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid mengatakan peran digital, baik media massa maupun media sosial berpengaruh terhadap informasi politik Indonesia. Foto: Dok Kemenkominfo

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid mengatakan peran digital, baik media massa maupun media sosial, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap informasi politik.

Karena itu, Meutya Hafid mengatakan masyarakat harus pintar-pintar untuk mencerna informasi. Jangan sampai hanya dijadikan propaganda yang hanya menyulut emosi sesaat.

BACA JUGA: Soal Pangkat Letkol Tituler Deddy Corbuzier, Meutya Hafid Berkata Begini

Hal itu disampaikan Meutya Hafid dalam “Dinamika Politik dan Populisme di Indonesia” bekerjasama dengan Kementerian Kominfo, Senin (23/5).

“Dinamika politik saat ini diwarnai dengan perkembangan digital atau media sosial, tantangannya adalah sosial media saat ini jauh lebih tajam, sebab itu perlu dicerna, dipahami dan jangan sampai dikendalikan oleh emosi," ucap Meutya.

BACA JUGA: Laksamana Yudo Sampaikan Visi Misi Besok, Meutya: Direncanakan Terbuka

Eks pewarta ini menuturkan jika informasi yang tidak akurat termasuk hoaks terus terjadi dan masyarakat tidak memiliki filter, maka akan sangat berbahaya dalam dinamika politik di Indonesia.

Sebab adanya informasi hoaks yang terus tejadi akan ada efek buruk seperti kepanikan dan kekacauan, memecah belah masyarakat, meningkatkan diskriminasi.

BACA JUGA: Jokowi Tunjuk Laksamana Yudo Jadi Panglima TNI, Meutya Hafid Berkata Begini

"Dan juga mempengaruhi pengambilan keputusan dalam aktivitas politik," katanya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Andy Budiman mengatakan saat ini pengunaan media sosial yang masif menjadi tantangan besar pemerintah dan semua pihak bagi dunia politik di Indonesia.

Pasalnya, jika informasi sesat yang terjadi di media sosial tidak diatasi maka akan terjadi polarisasi di tengah masyarakat. Tentunya hal ini akan merugikan banyak pihak.

“Algoritma menurut saya adalah tantangan terbesar dalam demokrasi terutama dalam konteks polarisasi politik, karena dia menghilangkan potensi untuk dialog, karena setiap orang ada di dalam echo chamber masing-masing kelompok dan sebaliknya di kelompok yang lain juga akan ditampilkan dengan informasi yang sama yang sesuai dengan kelompok tersebut, dan makin lama kita akan merasa semakin yakin bahwa apa yang diyakini adalah benar, itu berbahaya dan tidak sehat," ucapnya.

Salah satu konten kreator Ferry Irwandi sebagai mengatakan bahwa, seharusnya perbedaan dalam demokrasi dianggap sebagai sesuatu yang positif. Sehingga jangan hanya adanya perbedaan cara pandang dan pilihan politik malah membuat masyarakat terpolarisasi.

“Perbedaan dalam demokrasi seharusnya dianggap sebagai sesuatu yang positif, karena untuk apa demokrasi jika semua orang sama. Justru dengan mengenali perbedaan kita akan dapat menopang satu sama lain," ujar Ferry.

Selain itu, menyambut tahun politik di 2024, populisme atau keberpihakan terhadap rakyat menjadi salah satu topik yang sering dibicarakan. Sehingga populisme dianggap sebagai sebuah problematika di tengah meningkatnya perkembangan digital saat ini.

Menurutnya, populisme adalah salah satu cara berpolitik yang memainkan sentimen masyarakat.

"Namun, apakah populisme boleh? ya boleh saja, tetapi tugas kita sebagai warga negara adalah menjadi pemilih yang kritis, menjadi orang yang tidak gampang di dorong-dorong oleh sentimen, dengan milihat apa yang akan mereka kerjakan, apakah partai politik dan kandidat itu memenangi imajinasi kalian tentang masa depan," pungkas Ferry.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler