Miliki 18 RS Internasional, WNI Masih Suka Berobat Keluar Negeri

Jumat, 17 Oktober 2014 – 06:37 WIB
Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Indonesia telah memiliki 18 rumah sakit (RS) bersertifikat internasional dari Joint Commission International (JCI). RS tersebut diklaim memiliki standar pelayanan seperti RS di luar negeri.

Tapi sayangnya, hingga kini masih banyak warga negara Indonesia (WNI) yang lebih memilih terbang ke luar negeri untuk berobat.

BACA JUGA: Hati-Hati Penipuan, Kelulusan CPNS Belum Diumumkan

Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengakui, kurangnya sosialisai RS-RS tersebut menjadi salah satu penyebab WNI memilih berobat ke luar negeri. Alasan lainnya, para WNI telah terbiasa dan memiliki dokter-dokter pribadi di negera seberang.

Menkes sendiri mengaku pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menghalagi mereka berobat ke luar negeri. Namun, Pemerintah akan terus berusaha meningkatkan kualitas RS di Indonesia sehingga tidak kalah dengan RS di luar negeri.

BACA JUGA: Ibunda Jokowi Tetap Tinggal di Solo

"Kalau memang sudah terbiasa dan dokternya ada di sana (luar negeri), ya silahkan saja. Tapi kalau baru pikir-pikir mau berobat ke luar negeri, mengapa tidak di sini saja," ujar Menkes di Jakarta kemarin.

Saat ini sendiri Indonesia telah memiliki 18 RS bersertifikat internasional. RS tersebut diklaim telah memiliki standar pelayanan layaknya RS-RS di luar negeri. Karenanya, lanjut dia, tidak ada alasan lagi bagi masyarakat Indonesia untuk meragukan kualitas rumah sakit di Indonesia.

BACA JUGA: 10 Hari Sholawat Dzikir untuk Kelancaran Pelantikan

"Rumah sakit kita juga berkualitas kok, tidak kalah dengan luar negeri. Jadi, tidak perlulah berobat ke luar negeri," tandasnya.

Ke 18 RS tersebut adalah Eka Hospital Tangerang, RS Premier Bintaro, RS Premier Jatinegara, RS Premier Surabaya, RSUP Sanglah, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Pondok Indah - Puri Indah.

Kemudian, RS Santosa Hospital Bandung, Siloam Hospitals Lippo Village, RSU Fatmawati Jakarta, JEC Kedoya, Eka Hospital Pekan Baru, dan RSPAD Gatot Subroto, serta empat RS yang baru bergabung kemarin yakni, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta dan empat RS Awal Bros di Bekasi, Tangerang, Pekanbaru, dan Batam.

Untuk dapat mengantongi sertifikasi berstandar internasional ini, suatu RS harus terlebih dahulu berstatus rumah sakit tipe A. Salah satu syaratnya adalah dapat terpenuhinya jumlah pelayanan kedokteran spesialis dan subspessialis luas. RS ini menjadi rujukan tertinggi dari RS tipe lainnya.

"Saya bangga sekali karena semakin banyak rumah sakit di Indonesia yang mendapat Sertifikat Akreditasi Internasional dari JCI, khususnya RS Dr. Sardjito karena menjadi rumah sakit akademik pertama yang mendapatkan sertifikat ini," ungkapnya.

Menkes berharap, seluruh rumah sakit tipe A dapat segera menyusul RS-RS tersebut. sehingga dapat sejajar dengan RS di luar negeri.

Sementara itu, dijumpai dalam kesempatan yang sama, Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kemenkes Akmal Tahir mengakui bahwa untuk dapat mencapai standar Internasional ini sebuah RS memerlukan investasi yang tidak sedikit. Dari pengalamannya, menjadi Direktur RS Cipto Mangunkusumo, biaya yang harus disiapkan mencapai miliaran.

"Tapi yang jelas harus tipe A. Tidak bisa diperkirakan berapa-berapanya (investasi). Tapi kalau kayak Cipto sekitar Rp 19-20 miliar. Kalau KARS, tidak sampai," ungkap Akmal. (JP)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sabtu, Keluarga Jokowi Berangkat ke Jakarta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler