jpnn.com - Ketidakstabilan yang meningkat di Myanmar sejak kudeta militer satu tahun yang lalu telah menyebabkan lonjakan dalam tingkat produksi narkotika di negara tersebut, demikian menurut seorang pejabat senior Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) kepada Reuters.
Otoritas di Laos, Thailand, dan Myanmar menyita setidaknya 90 juta tablet metamfetamin dan 4,4 ton kristal metamfetamin pada bulan lalu, yang kebanyakan dibuat di area perbatasan yang terpencil di negara bagian Shan di Myanmar, menurut UNODC.
BACA JUGA: Myanmar Neraka Wartawan: 115 Ditangkap Sejak Kudeta, 3 Meninggal Dunia
“Produksi metamfetamin meningkat pada tahun lalu, dari tingkat sebelumnya yang sudah terbilang ekstrem di Myanmar, dan tak ada tanda-tanda ini akan mereda,” kata perwakilan kawasan UNODC di Asia Tenggara, Jeremy Douglas.
“Narkoba tak dapat dipisahkan dari konflik di Myanmar, keduanya saling mendorong satu sama lain,” ujarnya dan menambahkan: “Kekacauan dan ketidakstabilan menjadi kesempatan bagi para penyelundup.”
BACA JUGA: Pak Jokowi Telepon PM Kamboja soal Kunjungan ke Myanmar, Pesannya Tegas
Kesulitan ekonomi telah menghantui Myanmar sejak kudeta berlangsung dan Douglas mengatakan bahwa para petani di Shan State yang tak lagi punya pilihan kemungkinan akan kembali menanam opium dalam jangka waktu dekat atau menengah.
Di Thailand yang terletak berdekatan dengan Myanmar, yang merupakan jalur tradisional penyelundupan obat-obatan terlarang asal Myanmar, sebanyak 520 juta tablet metamfetamin telah disita pada tahun 2021, naik dari angka 361 juta pada tahun 2020, menurut data dari Kantor Dewan Pengendalian Narkotika (ONCB).
BACA JUGA: Usai Telepon Presiden Jokowi, PM Kamboja Ubah Sikap soal Myanmar
Penyitaan kristal metamfetamin atau sabu-sabu menurun sebesar 22 persen menjadi 21,6 ton dibandingkan dengan tahun 2020, tetapi angka itu masih jauh lebih tinggi dibandingkan 18,2 ton yang disita oleh pihak berwenang pada tahun 2019.
Produksi narkoba di Segitiga Emas, sebagaimana area yang meliputi Myanmar utara dan sebagian Laos dan Thailand itu, dijalankan oleh kelompok-kelompok kejahatan Asia dalam kemitraan dengan faksi-faksi bersenjata dari beberapa etnis minoritas Myanmar.
Obat-obatan terlarang yang mereka produksi mendominasi pasar Asia-Pasifik, menurut temuan UNODC.
Di tengah kekacauan dan kerusuhan sipil di Myanmar menyusul terjadinya kudeta, beberapa faksi etnis minoritas yang terlibat dalam perdagangan narkoba telah memperluas wilayah mereka, kata para analis dan pejabat kepada Reuters.
Dalam beberapa pekan terakhir, Angkatan Darat Negara Bagian Wa Bersatu (UWSA), salah satu pasukan etnis minoritas bersenjata di Myanmar yang mengendalikan wilayah yang luas dari utara Negara Bagian Shan, telah memindahkan pasukan ke selatan bersama dengan milisi sekutu yang lebih kecil dan memperluas kendali teritorial mereka atas wilayah tersebut.
Hal itu dikatakan oleh tiga sumber yang memahami serangan tersebut.
Wilayah yang dikendalikan oleh UWSA telah lama digunakan untuk produksi obat-obatan terlarang, meskipun kelompok bersenjata lainnya juga terlibat dalam perdagangan tersebut, kata Douglas. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil