Militer Myanmar Gunakan Taktik Medan Perang terhadap Rakyat, Pembunuhan di Mana-Mana

Kamis, 11 Maret 2021 – 13:44 WIB
Biarawati, Suster Ann Rose Nu Tawng (kedua kanan) berlutut di depan aparat kepolisian untuk memohon agar menahan diri dari kekerasan terhadap anak-anak dan penduduk di tengah unjuk rasa anti kudeta militer di Myitkyina, Myanmar, Senin (8/3/2021). Foto: ANTARA FOTO/MYITKYINA NEWS JOURNAL/Handout via REUTERS/wsj.

jpnn.com, YANGON - Rezim kudeta Myanmar memperlakukan rakyatnya sendiri seperti kombatan musuh. Hal itu terlihat dari cara militer dan aparat kepolisian menangani pengunjuk rasa yang menuntut kekuasaan dikembalikan kepada para pemimpin sipil yang telah terpilih secara demokratis.

Amnesty International, Kamis (11/3), melaporkan bahwa militer menggunakan senjata dan strategi medan perang saat demonstrasi bulan lalu.

BACA JUGA: PBB Tak Berbuat Apa-Apa, Rakyat Myanmar Penentang Kudeta dalam Bahaya

Kelompok hak asasi itu mengaku telah berhasil memverifikasi kebenaran 50 lebih video yang memperlihatkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap demonstran.

Organisasi itu bahkan menyebut beberapa video medokumentasikan eksekusi di luar hukum.

BACA JUGA: Kemesraan Terbongkar, Australia Batalkan Kerja Sama dengan Militer Myanmar

Menurut laporan PBB, sebanyak 60 orang telah tewas di tangan aparat sejak demonstrasi antikudeta pecah di Myanmar bulan lalu.

Reuters tidak dapat menghubungi juru bicara junta untuk dimintai komentar. Tentara mengatakan tanggapannya terhadap protes telah .

BACA JUGA: Orang Dekat Suu Kyi Tewas di Sel Polisi, Tentara Myanmar Makin Brutal

Junta mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari, menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan memicu protes harian di seluruh Myanmar yang terkadang menarik ratusan ribu orang turun ke jalan.

Amnesty menuduh tentara menggunakan senjata yang cocok untuk medan perang untuk membunuh pengunjuk rasa. Amnesty juga mengungkit rekam jejak militer Myanmar yang menurut mereka telah bertahun-tahun melakukan kekejaman terhadap kelompok etnis minoritas, termasuk Muslim Rohingya.

"Ini bukanlah tindakan kewalahan, petugas membuat keputusan buruk," kata Joanne Mariner, Direktur Tanggapan Krisis di Amnesty International.

"Inilah para komandan yang tidak menyesal telah terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, mengerahkan pasukan dan metode pembunuhan di tempat terbuka."

Amnesty mengatakan senjata yang digunakan termasuk senapan runduk dan senapan mesin ringan, serta senapan serbu dan senapan semiotomatis.

Amnesty menyerukan penghentian pembunuhan dan pembebasan tahanan. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan hampir 2.000 orang telah ditahan sejak kudeta.

Tentara menyebut dugaan kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi sebagai alasan pengambilalihan kekuasaan. Tuduhan tersebut telah dibantah oleh komisi pemilihan. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler