GENERASI hebat tidak hanya memiliki fisik sehat, namun juga daya ingat atau memori yang kuat. Yudi Lesmana, 26, yang sudah banyak meraih prestasi dan manfaat dari melatih memori, ingin menularkannya kepada sebanyak-banyaknya anak muda.
--------------
MARISQA AYU K., Jakarta
-------------
SESEORANG dengan ingatan super identik dengan wajah serius dan kacamata tebal. Namun, citra itu tidak berlaku buat Yudi. Mengenakan setelan kemeja putih dan celana jins membuat penampilan pemuda kelahiran 26 Januari 1988 tersebut tampak santai.
Wajahnya yang ramah dan tanpa kacamata membuat siapa pun yang melihat Yudi tidak akan menyangka bahwa dia adalah salah satu orang dengan ingatan terkuat di Indonesia. Yudi Lesmana memang bukan pemuda biasa.
Dia sudah meraih gelar Grand Master of Memory dari World Memory Sport Council saat mengikuti World Memory Championship (WMC) di Malaysia pada 2003.
Di luar gelar internasional tersebut, Yudi adalah pemegang rekor Muri sebagai pria Indonesia pertama dan termuda yang mampu mengingat 880 digit angka dalam waktu satu jam dan pria Indonesia pertama dan termuda yang mampu mengingat sebelas tumpukan kartu remi yang disusun acak dalam waktu satu jam. Hebatnya, semua pengakuan itu dia raih saat berusia 14 tahun.
Saat ini Yudi adalah pengingat tercepat nomor satu di Indonesia dan peringkat ke-58 di antara 1.183 orang peserta WMC. Gelar tersebut sangat prestisius karena di seluruh dunia hanya sekitar 149 orang yang menyandangnya.
Kemampuan Yudi diperoleh sejak duduk di bangku SMP. Lulusan Teknik Pertambangan ITB itu kali pertama mengasah memori saat mengikuti kursus daya ingat di kota kelahirannya, Medan.
BACA JUGA: Minta Dikerok, Batuk-Batuk lalu Pingsan
Sayangnya, pelatihan tersebut hanya berhenti di situ tanpa ada kelanjutan lagi dari pihak penyelenggara. Dari situlah akhirnya Yudi berpikir untuk mengembangkan sendiri kemampuan mengingatnya dan menularkannya kepada orang lain.
"Saya mencoba memopulerken olahraga memori ini dari daerah. Baru tahun ini masuk ke Jakarta," ujar Yudi saat ditemui di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, Jumat lalu (31/1). Di tempat kursus yang baru dia mulai tujuh bulan lalu itu, pria yang pernah mengikuti ajang The Next Mentalist tersebut mengajar sekitar 40 orang siswa dari berbagai usia.
Yang termuda berusia 9 tahun hingga usia di atas 35 tahun. Bahkan, dia mengungkapkan, ada muridnya yang berusia lebih dari 50 tahun.
Alumnus SMA Negeri 1 Medan itu mengatakan, selain mengajar di tempat kursus, dirinya aktif memberi pelatihan-pelatihan di beberapa sekolah di Kalimantan Timur. Selama ini, yang memberikan sokongan dana bagi program yang dia buat adalah kantor tempatnya bekerja.
Yudi sehari-hari bekerja di perusahaan tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC). Di waktu senggang dan libur kerja, Yudi menjadi volunter memory trainer yang mengajar tanpa dibayar. Meskipun mendapatkan dukungan dari perusahaan tempatnya bekerja, Yudi mengungkapkan, tidak mudah mewujudkan mimpinya.
BACA JUGA: Berawal dari Sketsa, Kejahatan Seks 10 Tahun Terbongkar
Statusnya sebagai karyawan sedikit memberi hambatan karena dia harus sering minta izin pulang lebih dulu untuk mengajar anak-anak didiknya
Belum lagi saat ini bisnis batu bara sedang tidak kondusif dan mengakibatkan keuangan perusahaannya tidak stabil. Maka, Yudi mengaku tengah mengusahakan mencari sponsor lain yang mau mendukung programnya menjadikan memory sport itu sebagai salah satu cabang olahraga di tanah air.
"Waktu saya ngobrol dengan Pak Menteri (Menpora Roy Suryo, Red), katanya jika mau menjadi bidang yang berlisensi, minimal harus memiliki 27 pengcab di setiap provinsi. Bagaimana caranya?" ucap dia.
Diakui Yudi, memory sport adalah hal yang masih baru di Indonesia. Selain Kalimantan Timur, daerah yang berpotensi untuk berkembangnya pelatihan daya ingat itu adalah Jakarta.
Yudi mengatakan, olahraga memori yang dikuasainya tersebut sebenarnya memiliki banyak manfaat, terutama bagi anak-anak usia sekolah. Melatih daya ingat akan membantu siswa meningkatkan prestasi di sekolah.
BACA JUGA: Ingin Perjuangan Yos Sudarso Difilmkan untuk Luruskan Sejarah
Dia mengaku sebenarnya tidak mengawasi dan menyurvei anak-anak tersebut secara langsung soal prestasi di sekolahnya sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan. Tapi, banyak orang tua siswa yang mengatakan bahwa prestasi anak-anaknya meningkat.
Namun, Yudi tidak berani memberikan jaminan bahwa semua murid yang mengikuti pelatihan akan mendapatkan kemajuan secara akademis. Menurut dia, kendala yang terjadi di lapangan adalah ketika seorang siswa sudah menguasai teknik, guru pengajar di sekolah masih menggunakan cara-cara konvensional. "Otomatis si anak akan mengikuti cara yang diberikan gurunya," ujar dia.
Yudi mengatakan, metode yang diajarkannya sebenarnya digunakan negara-negara Barat sejak lama. Bahkan saat ini sudah mulai berkembang di kawasan Asia Tenggara, di antaranya di Malaysia dan Filipina, serta Hongkong.
Dengan antusias Yudi menceritakan, jika ada WMC, negara di Asia Tenggara yang mengirimkan banyak peserta adalah Filipina. Sekolah-sekolah di sana sangat mendukung anak-anak didiknya mengikuti kejuaraan. Dukungan itu tidak hanya berupa moril, tapi juga materiil (dana) untuk memberangkatkan siswa-siswinya.
"Melihat pesertanya banyak seperti itu, kadang rasanya iri. Pasti senang sekali kalau dari satu negara kita berangkatnya banyak orang ramai-ramai," tuturnya sambil menunjukkan foto-foto saat Hongkong Open 2013. (*/c9/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Xiao Yi Shen Tang, Kelenteng Terapung di Dunia (2)
Redaktur : Tim Redaksi