jpnn.com, JAKARTA - Minimnya minat pelajar terhadap kesusatraan Indonesia membuat jumlah sastrawan hanya 100.
Sastrawan di Indonesia terancam makin terkikis karena tidak ada generasi penerus.
BACA JUGA: Tanggal Lahir Gerson Poyk jadi Hari Sastra NTT
Hal ini terungkap dalam Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara (SAKAT) garapan Kemendikbud yang ditutup hari ini, Selasa (12/9).
"Saya prihatin melihat perilaku generasi muda yang lebih bangga mempelajari kesusastraan asing. Mereka senang membaca karya novelis asing," kata Direktur Komersial Balai Pustaka (BP) Achmad Fachrodji.
Dia mengaku prihatin karena para pelajar justru berlomba-lomba berkutat dengan bahasa asing.
Padahal, pemerintah terus berupaya menduniakan bahasa Indonesia.
"Kesusastraan harus masuk kurikulum karena selama ini hanya sisipan. Demikian juga buku-buku bacaan sebaiknya berbau sastra. Jangan buku umum," terangnya.
Upaya BP menarik minat pelajar dan generasi muda mencintai sastra Indonesia adalah dengan menyajikannya dalam konteks kekinian.
"Kami membuat sinetron Layar Terkembang ala kekinian. Tayangannya menunggu momen yang tepat. Ada juga film layar lebar Siti Nurbaya yang mulai shooting di Minangkabau. Selain itu ada pustaka digital, audio book dan lainnya," katanya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad