jpnn.com, JAKARTA - Holding BUMN tambang MIND ID gencar menggarap proyek strategis yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia melalui hilirisasi industri di berbagai anak usahanya.
MIND ID yang sejak 2017 menjadi induk dari PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Freeport Indonesia, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Timah Tbk (TINS) telah resmi bernama PT Mineral Industri Indonesia (Persero) dan menjadi entitas sendiri lepas dari Inalum.
BACA JUGA: MIND ID Dinilai Jadi Penopang Kebijakan Hilirisasi & Transisi Energi Pemerintah
“Hadirnya MIND ID yang kini telah berbadan hukum sendiri yaitu PT Mineral Industri Indonesia (Persero) sebagai Strategic Holding Industri Pertambangan diharapakan dapat meningkatkan sinergi dan kolaborasi antar anggota Perusahaan BUMN Tambang di Indonesia. Selain itu, juga diharapkan dapat menciptkan sinergi dan efisien yang lebih optimal dalam penyusunan strategi pelaksanaan yang tidak tercampur dengan kegiatan operasional,” ujar Heri Yusuf, Sekretaris Perusahaan MIND ID
Di bawah naungan MIND ID, setiap anggotanya sedang menjalankan berbagai proyek hilirisasi dengan progress cepat.
BACA JUGA: Jurus Jitu Grup MIND ID untuk Mendorong UMKM Naik Kelas
Misalnya di sektor tambang batu bara, saat ini PTBA sedang mengerjakan proyek hilirisasi mulai dari pembangkit listrik hingga proyek proyek energi baru terbarukan (EBT).
Untuk pembangkit listrik, PTBA sedang menjalankan pembangunan di kawasan Sumsel 8 berkapasitas 2X660 Megawatt dengan progress konstruksi mencapai 97,2% per akhir Desember 2022.
BACA JUGA: MIND ID Pacu Hilirisasi, Bawa Indonesia ke Pasar Global
Sementara di sektor EBT, PTBA juga menggarap pembangkit listrik tenaga surya dan angin.
Saat ini beberapa panel surya PTBA yang sudah beroperasi antara lain di Bandara Soekarno Hatta International Airport (SHIA) dan di Tol Bali Mandara dengan total mencapai 641 kwp.
Beberapa proyek strategis berupa renewable energy yang tengah digarap oleh PTBA dan masih dalam tahap pengembangan kebanyakan merupakan bentuk sinergi dengan BUMN lain dalam penerapan panel surya.
Tidak hanya panel surya, PTBA juga tengah mengembangkan yakni pembangkit listrik tenaga angin dengan kapasitas hingga 2 GW.
Berikutnya ANTM telah melakukan sejumlah proyek hilirisasi seperti pembangunan smelter feronikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Selain itu, Antam juga membangun smelter feronikel di Halmahera Timur, Maluku Utara. Bila keduanya sudah beroperasi maka kapasitas produksi feronikel ANTM bisa meningkat jadi 40.500 ton per tahun.
ANTM juga menggarap proyek strategis yang berkaitan dengan transisi energi. Fokus downstream ANTM saat ini lebih ke pengembangan ekosistem kendaraan listrik terutama dari sisi pengembangan baterai untuk kendaraan listrik.
Dalam hal pengembangan kendaraan listrik yang terintegrasi, pemerintah melalui Kementerian BUMN, menugaskan ANTM bersama dengan MIND ID, PLN dan Pertamina membentuk PT Industri Baterai Indonesia (IBC).
IBC bersama dan Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL) telah menandatangani framework agreement yang mencakup kegiatan pertambangan bijih nikel hingga industry daur ulang baterai pada 14 April 2022.
Di sektor logam dan mineral timah TINS juga tak ketinggalan melakukan hilirisasi untuk mengembangkan timah nasional.
Salah satu proyek strategis TINS adalah Top Submerged Lance (TSL) Ausmelt Furnace dengan biaya investasi mencapai USD 80 juta yang bertujuan untuk menjawab tantangan yang berkaitan dengan rendahnya recovery dari proses peleburan dan berkurangnya bijih timah kadar tinggi (kadar 70%).
Melalui teknologi ini, dipastikan TINS kini bisa memproses Timah dengan kadar rendah yaitu hingga 40%.
Asal tahu saja, proyek TSL Ausmelt garapan TINS yang bulan Oktober 2022 lalu mendapat kunjungan Presiden RI, Joko Widodo itu kini sudah mulai beroperasi dengan optimal.
Berikutnya adalah Inalum, anggota MIND ID yang fokus ke produksi aluminium.
Upaya hilirisasi dilakukan dengan pembentukan anak usaha Indonesia Aluminium Alloy (IAA) dalam rangka peningkatan kapasitas produksi smelter Kuala Tanjung,
IAA akan memproduksi billet aluminium sekunder dengan kapasitas cetak sebesar 50.000 ton per tahun secara bertahap dan ke depannya akan memproduksi berbagai produk aluminium ekstrusi sebagai produk turunannya.
Sementara, Freeport Indonesia sedang dalam tahapan membangun mega smelter di Kawasan Java Integrated Industrial Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, dengan luas total sekitar 100 hektare.
Proyek yang dinamakan Smelter Manyar ini memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar 2 juta ton per tahun dan menjadikan smelter single line itu sebagai tempat pengolahan tembaga terbesar di dunia.
Hasil pengolahan Smelter Manyar akan ditambahkan dengan kapasitas pengolahan smelter yang telah beroperasi, PT Smelting, dengan kapasitas pengolahan 1 juta ton konsentrat tembaga setiap tahun.
Dengan demikian, setelah Smelter Manyar beroperasi, Freeport mampu mengolah 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
Kemudian, proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah, Kalimatan Barat. Proyek dari ANTM dan Inalum melalui PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) ini memproses pengolahan bauksit menjadi aluminium dengan kapasitas 1 juta ton.
“Wujud nyata komitmen MIND ID dalam menjalankan Program Hilirisasi adalah dengan memperbanyak smelter pengolahan komoditas dari bahan mentah, menjadi bahan setengah jadi maupun produk jadi. Harapannya dengan ini mampu meningkatkan pendapatan negara melalui penambahan nilai dari pengolahan barang tambang,” tambah Heri.
Hilirisasi menjadi salah satu fokus Pemerintah guna memajukan Perekonomian melalui penambahan nilai jual dari produk mentah menjadi setengah jadi ataupun produk jadi.
Hilirisasi yang dilakukan Kementerian ESDM untuk komoditas mineral dan batu bara antara lain untuk nikel, bauksit, dan timah.
Larangan ekspor nikel, misalnya, telah dilakukan sejak 1 Januari 2020, sebagai penerapan Undang-Undang Minerba.
"Kalau kita tidak manfaatkan dengan mendorong hilirisasinya, kita akan menjadi importir produk bahan jadi. Kalau kita lihat dari bijih nikel menjadi feronikel saja itu nilai tambahnya 4 kali lipat. Makanya sekarang kita lihat nilai devisa yang kita dapatkan dari ekspor produk jadi yang diproses berlipat demikian banyak dibandingkan sebelumnya," jelas Menteri ESDM Arifin Tasrif beberapa waktu lalu.
Pernyataan Arifin Tasrif tersebut sejalan dengan data Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memperlihatkan ekspor komoditas menjadi berlipat berkat hilirisasi.
Data menunjukkan ekspor bijih nikel pada sebelum hilirisasi diberlakukan yaitu pada 2019, ekspor feronikel tercatat US$2,59 miliar.
Setelah larangan ekspor diberlakukan ekspor feronikel melesat jadi US$4,74 miliar pada 2020, US$7,09 miliar pada 2021 dan menembus US$13,62 miliar pada 2022.
Sementara, ekspor produk turunan nikel lainnya sebelum hilirisasi tercatat US$813,16 juta pada 2019.
Dalam kurun waktu tiga tahun, ekspornya melesat 7 kali lipat menjadi US$5,98 miliar.
Riset McKinsey & Company, perusahaan konsultan manajemen bisnis global menyebut Indonesia berada di peringkat 1 sebagai produsen nikel terbesar di dunia, peringkat 2 produsen timah di dunia, peringkat 3 produsen batu bara global, ranking 4 produsen bauxite, peringkat 10 produsen emas dan peringkat 12 konsentrat tembaga.
Saat ini, seluruh perusahaan tambang yang beroperasi dan menghasilkan produk yang disebutkan tadi berada di bawah naungan MIND ID.
Dengan segala kekayaan alam yang dimiliki dan dipadukan dengan komitmen MIND ID untuk melakukan hilirisasi maka posisi Indonesia di rantai pasok global akan makin solid sekaligus menjadi motor pertumbuhan ekonomi ke depan.
MIND ID juga terus berkomitmen untuk menerapkan prinsip Good Mining Practice dalam menjalankan operasi Penambangan guna mewujudkan tambang berkelanjutan.
MIND ID menjalankan tugas dan mandat pemerintah untuk bersinergi mengolah hasil sumber daya alam mineral untuk peradaban, kemakmuran, dan masa depan yang lebih cerah.(flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi