Minim, Produk Plastik Ramah Lingkungan

Selasa, 17 April 2012 – 01:27 WIB

JAKARTA - Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Olefin & Plastik Indonesia (Inaplas), Budi Susanto Sadiman mengatakan,  penyerapan kantong plastik yang dapat musnah dengan sendirinya (degradasi) masih belum optimal di kalangan industri ritel di Jakarta dan sekitarnya (bodetabek).

"Padahal sejumlah pemerintah daerah termasuk Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Perda yang mewajibkan pengusaha ritel menggunakan kantong plastik yang dapat terdegradasi seharusnya peraturan ini dipatuhi," kata Budi. Dia mengaku dapat memahami untuk mengganti penggunaan kantong plastik yang dapat terdegradasi membutuhkan proses, terutama untuk peritel kecil di pasar-pasar tradisional, sebenarnya dapat lebih cepat melalui kerja sama dengan PD Pasar Jaya atau pihak pengelola lainnya.

Budi mengatakan, kalau dari sisi pasokan sebenarnya tidak masalah untuk menyediakan kantong plastik degradasi, bahkan produsen bingung karena stok yang telah dialokasikan setelah sekian lama baru dapat terserap. Dia mengakui membutuhkan waktu untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan kantong plastik degradasi, sedangkan Perda di DKI Jakarta sendiri baru berlaku setahun yang lalu, mereka juga ingin cepat-cepat karena selama ini sudah kewalahan untuk menangani sampah plastik.

"Pemerintah daerah berkeinginan kantong plastik yang dapat cepat terdegradasi. Kantong degradasi ini membutuhkan waktu dua tahun untuk dapat musnah, namun dapat lebih cepat tergantung perlakuan seperti gesekan, benturan, dan sinar matahari," ujar Budi.

Budi mengatakan, beberapa pengusaha ritel tidak seluruhnya dapat menggunakan kantong plastik degradasi, seperti mereka yang bergerak di sektor makan dan minuman tentunya membutuhkan plastik yang lebih kuat, bahkan berlapis sehingga problem plastik memang belum dapat dipecahkan. "Pengusaha di sektor makanan dan minuman ini termasuk yang merasa keberatan dengan peraturan pemerintah mengenai sampah yang akan segera digulirkan," papar Budi.

Bagi pengusaha ritel, katanya, yang menggunakan kantong plastik degradasi PP ini tidak memberatkan karena sampah yang tidak terjangkau tersebut dalam waktu kurang dari dua tahun sudah tidak terlihat lagi.

Sejumlah industri makanan dan minuman dengan merek tertentu telah menggunakan kemasan yang dapat terdegradasi berbahan baku pati singkong yang harganya jauh lebih mahal (20-30 persen) dari plastik yang berasal dari minyak bumi.

Budi meminta masyarakat untuk melihat label hijau di kantong plastik untuk memastikan mereka menggunakan bahan yang dapat terdegradasi, tetapi kondisi saat ini ternyata banyak juga label-label hijau yang dikeluarkan lembaga yang tidak bertanggungjawab. Saat ini banyak lembaga yang menerbitkan label hijau untuk menunjukkan sebagai plastik yang dapat terdegradasi.

"Hanya lembaga yang sudah mendapat akreditisasi dari Badan Sertifikasi Nasional dan SNI yang dapat memberikan label hijau (green label)," ujar dia.

Budi menambahkan hanya perusahaan ritel yang dapat menseleksi plastik itu menggunakan label hijau yang diterbitkan lembaga resmi atau bukan. Perusahaan label hijau sudah barang tentu punya laboratorium, mereka punya kriteria tertentu untuk kantong plastik misalnya kekuatan dan lama degradasi, seandainya lolos maka label hijau akan diberikan.
   
Sementara Sekjen Inaplas, Fajar Budiyono mengatakan, sebenarnya saat ini sudah banyak lembaga yang memiliki laboratorium uji untuk memastikan plastik kemasan yang dipergunakan pada industri ritel sudah degradasi atau belum. Hanya saja belum ada instansi pemerintah yang menunjuk lembaga tersebut sebagai lembaga sertifikat ekolabel, seharusnya kementerian perindustri, badan pengawas obat dan makanan, serta kementerian lingkungan hidup harus duduk bersama.

"Harus duduk bersama untuk menentukan standar dari plastik degradasi itu seperti apa, barulah lembaga-lembaga yang memiliki fasilitas laboratorium uji ditunjuk untuk menerbitkan sertifikat label hijau," tuturnya. (vit)
BACA ARTIKEL LAINNYA... UU Pajak dan Retribusi Daerah Harus Taat Asas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler