Minim Risiko, Mengoperasi Pasien bak Main Video Game

Jumat, 14 Juni 2013 – 08:34 WIB
PELATIHAN: Ivan Rizal Sini, dokter bedah robotik pertama di Indonesia.Foto: Brigita sicilia/indopos
DUNIA kedokteran selalu selaras dengan perkembangan teknologi. Setiap ada penyakit baru muncul, maka dunia kedokteran pun bersiap dengan kecanggihan pengobatannya. Seperti yang mulai diperkenalkan di dunia kedokteran abad ini, yaitu penggunaan robot untuk operasi bedah.

Brigita Sicillia, Jakarta


Robot untuk operasi? Kelihatannya hal itu masih awam di telinga masyarakat Indonesia. Padahal di luar negeri, Amerika Serikat khususnya, operasi bedah dengan menggunakan teknologi robotik itu sudah muncul satu dekade lalu.

Awalnya, mesin bedah robotik itu dimiliki NASA untuk melakukan operasi di luar angkasa. ’’Indonesia boleh berbangga, karena kita sudah punya satu,’’ jelas dokter spesialis kandungan yang juga Wakil Direktur Utama PT Bundamedik dr Ivan Rizal Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG di Jakarta, Rabu (12/06) lalu.

Diakuinya, investasi untuk pembelian alat bedah robotik itu cukup besar. Yaitu sekitar Rp 20 miliar. Belum lagi untuk perawatannya.  Itu sebabnya, pihak RS belum banyak berminat dengan pertimbangan cost. RS Bunda sebagai satu-satunya RS yang memiliki alat bedah ini baru membelinya tahun lalu.

’’Selain mesinnya yang mahal, pelatihan SDM dokternya juga tidak murah dan mudah. Karena tidak semua dokter berminat untuk mempelajari, kemudian menggunakan kemampuannya itu untuk mengoperasi pasien. Saya malahan sangat tertarik,’’ ucap dokter yang dikukuhkan sebagai ahli bedah robotik bersertifikat pertama di Indonesia itu, antusias.

Dia mengaku sudah memiliki ketertarikan pada teknologi sejak lama. Maka itu, ketika ditawarkan menjadi salah satu dari 10 dokter yang direkomendasikan RS Bunda melakukan pelatihan bedah robotik di Korea tahun lalu, dia dengan penuh semangat menerima ajakan itu.

Apa mengalami hambatan dalam pelatihan dan praktek dalam ruang operasi? ’’Mungkin karena passion saya terhadap teknologi juga besar, seperti halnya kecintaan saya terhadap profesi dokter, maka saya merasa tidak ada kesulitan dalam menyerap materi pelatihan kala itu,’’ jelas dokter muda yang juga Direktur Pengembangan Bundamedik Healthcare System itu.

Bahkan, dia mengaku mengoperasikan robot di dalam ruang operasi, tak ubahnya seperti bermain game. Sebab, menurut dokter yang cukup punya pengalaman melakukan operasi dengan alat laparoskopik, bedah dengan robotik jauh lebih mengasyikkan.

’’Presisinya tepat. Kita seperti melihat langsung ke dalam perut pasien. Sangat detil, sehingga kemungkinan untuk salah sayat sangat kecil sekali. Saya hanya tinggal memainkan lengan robot, seperti joystick pada video game,’’ ungkap dokter yang juga spesialis bayi tabung itu.

Dalam melakukan operasi bedah dengan robotik, dokter hanya perlu mengontrol lengan robot, yang panjang masing-masing lengan adalah 1,5 cm. Peralatan yang memiliki tiga atau empat lengan itu kemudian digerakkan oleh tangan dokter, namun yang masuk ke dalam tubuh pasien dan membuat sayatan adalah tangan robot.

’’Misalkan operasi pengangkatan myom, saya cukup melubangi di tiga titik. Bagian tengah perut, lalu samping kanan dan kiri pasien. Masing-masing luka sayat sekitar 5-7 milimeter saja dan saya bisa mulai mengoperasi pasien itu,’’ terangnya tentang operasional alat bedah robotik itu.

Dari empat lengan yang bekerja, salah satunya berfungsi sebagai perpanjangan tangan kamera. Tujuannya adalah untuk memudahkan dokter pengontrol melihat objek operasi.

Kamera itu dilengkapi resolusi sekitar 1.200 megapixel dengan kualitas High Definition (HD) dan tiga dimensi. Dia mampu menunjukkan jaringan dengan jarak dua milimeter.

Sedangkan lengan kamera memiliki diameter 12 milimeter, sedangkan diameter lengan lainnya 8 milimeter. ’’Ada juga lengan yang memiliki dua jari yang bisa berputar seperti rotasi tangan manusia. Jari-jari ini kemudian akan memiliki kemampuan untuk menahan, menjahit, dan memotong,’’ jelas pria yang mendapat gelar dokter dan spesialis (SpOG) dari FKUI, namun mendapatkan gelar MRANZCOG dan FRANZCOG di Adelaide, Australia itu.

Pernah gagal? ’’Alhamdulillah, tidak pernah. Malah banyak pasien yang sangat puas dengan operasi bedah semacam itu. Termasuk pasien saya dari luar negeri, seperti India dan Malaysia. Mereka sangat puas dengan hasilnya,’’ urai suami dari Fenty Wartiana dan ayah dari Kieran Pasha Sini, Basil Jaehan Sini, dan Kesiha Putri Sini itu.

Karena memiliki presisi tinggi, operasi bedah dengan robotik itu mengurangi risiko perdarahan. Hal itu kemudian berhubungan dengan kecepatan pemulihan bagi pasien. ’’Biasanya dua hingga tiga hari pasca operasi pasien bisa langsung bekerja lagi. Jadi buat pasien yang sibuk, operasi semacam ini memang dicari,’’ ucap anak dr Rizal Sini yang juga dokter itu, setengah bercanda.

Oleh sebab itu, lanjutnya, operasi semacam itu minim risiko. Seperti layaknya operasi besar, tentunya tetap ada risiko, hanya saja sangat minim jika dibandingkan dengan operasi konvensional.

Dalam waktu dekat, Ivan dan teman-teman dokter ahli bedah robotik akan merayakan pasien ke-50 mereka pada 27 Juni mendatang di RS Bunda, semenjak pihaknya memulai operasi perdananya pada Februari 2012 lalu. Bahkan, Ivan berencana untuk membentuk perkumpulan dokter ahli bedah robotik dalam waktu dekat. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangga Kalahkan Seniman Australia Menggambar Pak Harto Mesem

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler