jpnn.com - ISTILAH “rampok”, “rampas”, dan “rebut” itu sama-sama bermakna mengambil paksa hak orang lain. Sama-sama, men-take over barang yang bukan miliknya, tanpa basa basi, tanpa ragu-ragu, bahkan jika perlu dengan ancaman kekerasan. Berbeda dengan kata “maling”, “mencuri”, “mengutil”, “klepto” yang daya paksanya lebih soft. Metodenya lebih malu-malu, dengan cara sembunyi-sembunyi.
Berbeda lagi dengan kata “menipu” dan “memperdaya”, yang paling halus, paling tidak kentara. “Menipu” itu adalah mencuri dengan cara yang santun. Level paling makrifat dari ilmu “menipu” adalah ketika seseorang yang ditipu itu merasa senang hati, bahkan bangga, dan ketagihan minta “ditipu” lagi? Tipu muslihat itu lebih dimaknai sebagai jarak antara promosi dan fakta.
:TERKAIT Jeda antara penawaran dan kenyataan. Semakin dekat jarak tersebut, maka semakin tawar nilai rasa tipu-tipu itu, semakin mendekati kebenaran. Benang merahnya sama: mengambil hak orang lain. Nilai rasanya yang berbeda: merampok, mencuri, atau menipu. Saya tidak sedang bertutur tentang ilmu etimologi, makna kata. Tidak. Itu semua berawal dari istilah-istilah yang bermuncul dari rapat redaksi Indopos kemarin. Saking seringnya menaik-turunkan istilah dan makna kata, kadang-kadang menghadapi sindrom salah kaprah.
Terutama saat mendiskusikan rampok di minimarket, yang sedang marak di Jabodetabek pekan-pekan ini. Seperti, rampok di Alfamart Cibitung, Kab Bekasi, menggondol rokok, kosmetik dan duit Rp 4 juta. Di Alfamart Pondok Aren, Tangerang, si perampok mengangkut susu dan rokok. Lalu di Alfamart 24 jam Bekasi Timur, perampok berjumlah 5 orang, membawa kabur Rp 17 juta.
Di minimarket Circle K Kebon Sirih Jakpus, Circle-K Jalan KS Tubun, Slipi, Jakbar, Indomaret Pulo Gadung Jaktim, perampok itu beraksi. Aksi perampok itu dilakukan beruntun, di awal Januari 2012 ini. Dalam diskusi itu ada yang merasa terganggu dengan istilah “rampok”.
Apa proporsional dilabeli rampok? Kesannya lebih seram dari fakta riilnya? Rampok itu memberi aksen yang kuat dalam merebut paksa dengan dramatik, dilakukan banyak orang, dan kerugian materialnya besar? Kalau yang diambil hanya rokok, susu, cokelat, permen, indomie, kue, keripik singkong, itu sepertinya belum layak dikategorikan sebagai “rampok.” Itu lebih pas disebut sebagai “maling lapar” atau “pencuri rakus” atau “pengutil nekat” atau “orang miring” yang sedang uji nyali saja.
Kata rampok itu menggiring pikiran orang untuk masuk dalam suasana mencekam, hidup-mati, dengan komuditas rampasan yang besar, di bank, toko emas, ATM, atau ekspedisi pengangkut uang. Bukan barang-barang konsumsi yang remeh temeh dan nilai bisnisnya jauh lebih murah dibanding risikonya itu. Masak, rampok hanya mengambil alat kosmetik? Feminin banget? Kalau tertangkap lalu diinterogasi, untuk apa peralatan kecantikan itu, mungkin akan terkuak kisah-kisah unik di sini? Untuk kado istri atau sang pacar? Siapa tahu pacarnya berulang tahun? Waw, bisa dinobatkan sebagai perompak paling romantis yang pernah ada.
Dia rela merampok, buat kekasih yang sudah “merampok” hatinya. Bisa dieksplorasi menjadi novel best seller, dari kisah nyata. Lalu, ada rampok kok hanya mengemasi susu anak-anak? Humanis banget? Dia pasti sosok bapak yang kasih sayang kepada anak-anaknya jauh melewati sayangnya pada diri sendiri. Keinginan membahagiakan anak-istri pasti lebih kuat dari ketakutannya pada risiko mencuri susu.
Kekuatan cinta keluarganya itulah yang mendongkrak adrenaline-nya untuk berbuat melawan hukum? Dia pasti tidak pernah membayangkan, seperti apa tangisan anak-istri, kalau di ujung perjuangan untuk membahagiakan mereka itu akhirnya tertangkap polisi? Kalau kisah ini diangkat dalam film pendek, saya kira bisa membuat pemirsa meneteskan air mata.
Rampok kok hanya mengambil cokelat? Mie instan? Permen karet? Terlalu remeh, jika dibandingkan dengan risiko tertangkap? Saya khawatir mereka bukan berprofesi sebagai perampok beneran. Mereka hanya orang yang lapar, tidak punya uang, terus coba-coba berpikir jalan pintas saja. Tetapi kok beruntun, dari 4-11 Januari saja sudah lebih dari 6 kejadian? Dugaannya menjadi, ini dilakukan oleh komplotan yang sama.
Berarti terorganisir, terencana, dan modusnya mereka masuk bersama pengunjung lain, mengamati ada kamera CCTV di mana saja, kalau aman, pura-pura bertransaksi, lalu menodong dengan clurit atau senpi. Kejahatan memang seperti air, selalu mencari tempat yang lebih rendah. Kejahatan selalu saja menemukan tempat yang benteng security-nya paling lemah.
Dulu, rampok mengintai toko-toko emas. Kalau sedang musim rampok toko barang berharga itu, kejadian juga beruntun di kota yang berbeda, dengan modus yang mirip. Lalu sistem keamanan di toko berkilau itu disempurnakan, maka perampok pindah haluan. Mengintai bank dan aktivitas perbankan. Objek inipun diperkokoh security-nya, sampai-sampai satpam perusahaan bank diperlengkapi pistol dan dibantu polisi berlaras panjang.
Lalu, fokus perampokan bergeser lagi. Kasir-kasir perusahaan yang mengambil cash di bank, untuk gaji, bonus, dan transaksi langsung yang lain. Perjalanan dari bank ke kantor itulah yang menjadi titik rawan rampok. Lalu era penggajian payroll berkembang, lebih aman, tidak kuno dan minim risiko. Bergeser lagi, sasarannya bukan lagi bank, toko emas, atau pengambilan cash di kantor.
Warnet dan wartel yang buka 24 jam. Mereka mendatangi persewaan telekomunikasi itu, lalu menguras duit kasir. Dalam sebulan, di Jakarta, puluhan warnet seperti digilir oleh rampok. Cerita yang sama juga terjadi SPBU yang buka 24 jam. Lalu taksi yang beroperasi 24 jam. Rampok atau apapun istilahnya, selalu pintar mencari titik lengah.
Sebaliknya, petugas keamanan ditakdirkan terlambat satu langkah. Itulah fakta yang menjadi inspirasi Walt Disney menciptakan kartun Tom & Jerry. Jerry, si tikus coklat kecil, lincah, cerdik, dan sering menang. Tom, si kucing sensitif yang nalurinya berburu tikus. Kalau keamanan minimarket sudah tidak mini lagi, mungkin mini rampok pun bakal bergeser entah ke objek mana lagi.
Solusina, CCTV, kamera tersembunyi, CPU jangan disatukan di meja kasir. Kasir harus punya tombol pengaman, yang sekali pencet, mengirim sinyal SOS ke kantor polisi terdekat. Yang buka 24 jam, wajib dijaga satpam yang berkoneksi dengan polisi.
Begitu aksi mini rampok itu tertangkap, efek jeranya langsung menyebar ke mana-mana. “Tom” menang. Tapi apakah “Jerry” akan menyerah dan diam saja? Tikus tetap saja tikus. Diracun dan beri perangkap apapun, dia akan selalu mencari tempat yang lebih longgar untuk mengerat. “Tom” selalu dibutuhkan sebagai pahlawan dalam kepungan “Jerry”? Mari, lebih waspada. (*)
(*) Penulis adalah Pemimpin Redaksi Indopos, Wadir Jawa Pos.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Modus Baru, Sensasi Baru
Redaktur : Tim Redaksi