Minta Kaji Ulang Insentif Pajak untuk Emiten

Selasa, 26 Juni 2012 – 05:05 WIB

JAKARTA - Insentif pajak bagi emiten yang melepas saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) diminta dikaji lagi. Keringanan PPH Badan sebesar 5 persen kepada setiap perusahaan yang melepas 40 persen porsi saham kepada public dinilai terlalu tinggi.
      
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Isaka Yoga, mengatakan saat ini pihaknya sedang mengusulkan pemberian insentif pajak terhadap perusahan yang melepas sahamnya minimal 35 persen dari sebelumnya 40 persen.

Insentif pajak akan menjadi menarik untuk perusahaan. Persentase yang ideal berdasarkan perhitungan AEI sebesar 30 persen, dari yang berlaku saat ini 40 persen. Pemberian fasilitas akhirnya kita usulkan 35 persen untuk merangsang perusahaan agar go public," ujarnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (25/6).

Isaka menilai bahwa penurunan porsi untuk mendapatkan insentif itu penting dilakukan saat ini karena minat untuk melepas saham kepada public relative berkurang akibat kondisi pasar yang masih fluktuatif. Terutama di pasar global akibat belum menentunya nasib krisis di Eropa.
      
Saat ini, beberapa perusahaan memang masih berupaya melakukan pelepasan saham kepada public. Akan tetapi rata-rata porsi sahamnya dikurangi menjadi kurang dari 30 persen bahkan beberapa menetapkan di kisaran 20 persen saja.

Maka Isaka pesimistis target BEI mendapatkan 25 perusahaan baru melantai di bursa pada 2012 bisa terwujud. Sampai bulan Juni ini, emiten pendatang baru tercatat ada lima yaitu PT Mina Padi Investama Tbk (PADI), PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE), PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA), PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST), dan PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC). "Kita perlu tambahan emiten baru dan berkualitas. Supaya pilihan lebih banyak dan investor tertarik," ucapnya.

Soal keputusan untuk melantai di bursa, kata Isaka, memang bukan hanya di tangan perusahaannya saja tetapi juga ada andil besar dari perusahaan penjamin emisi (underwriter) yang banyak memberikan arahan dan strategi untuk mengeksekusi proses"Initial Public Offering"(IPO).

"Pihak underwriter juga harus mendorong perusahaan IPO. Dengan bertambahnya perusahaan tercatat di BEI akan menjaga indeks harga saham gabungan (IHSG) tetap berada dalam tren kenaikan, jika saham perusahan tidak bertambah maka indeks BEI akan cenderung stagnan, IHSG tidak akan meningkat dengan saham itu-itu saja," paparnya.
      
Faktanya memang banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki potensi untuk melantai namun masih butuh diyakinkan dan itu bisa dilakukan perusahaan"underwriter. "Kami melihat pihak underwriter kurang berani menjamin terkait dengan kondisi bursa saham yang masih bergejolak. Emiten perlu ditingkatkan. Seharusnya ada kampanye dari"underwriter"tapi kita belum pernah mendengar hal seperti itu," terangnya.
      
Emiten tercatat di BEI dan investor pasar modal domestik juga terhitung masih minim. Saat ini jumlah perusahaan yang tercatat di BEI sebanyak 444 saham dan jumlah sub rekening di pasar modal Indonesia baru sekitar 350 ribu rekening. Masih kalah jauh dibandingkan Malaysia yang jumlah penduduknya sekitar 28 juta tetapi investornya sudah mencapai 10 juta. "Dan jumlah emiten Malaysia juga cukup tinggi mencapai 1.000 perusahaan," ulasnya.(gen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Desak Insentif untuk Sapi Bunting Dicabut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler