JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh membuka pintu lebar-lebar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat bantu laboratorium di sejumlah Pergutuan Tinggi Negeri (PTN). Karenanya Nuh pun mengikhlaskan jika ada anak buahnya dijerat KPK.
"Silahkan ditangkap dan diproses hukum jika memang karyawan di lingkungan Kemdikbud, ataupun Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terbukti bersalah karena korupsi dan melanggar hukum," jelasnya kepada wartawan di Gedung Kemdikbud, Kamis (7/6) malam.
Menurutnya, hingga saat ini pihaknya tidak pernah menghalangi KPK dalam memeriksa beberapa staf di lingkungan Kemdikbud. "Sejak kapan saya pernah melarang KPK memeriksa? Silahkan saja, masuk saja ke sini (Kemdikbud). Kalau memang menemukan kejanggalan, silahkan dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Gampang kan? Ini semua kan ilmu katon (jelas/pasti)," tuturnya.
Mantan Rektor Institut 10 November Surabaya itu menegaskan, jika ada pejabat Kemendiknas terseret korupsi maka akan langsung dicopot dari jabatannya. Nuh mencontohkan mantan Direktur Pembinaan SMK, Joko Sutrisno yang menjadi tersangka korupsi.
“Buktinya sekarang (Joko Sutrisno) sudah tidak jadi direktur lagi. Cara yang paling gampang ya kita transparan saja,” katanya.
Meski demikian Nuh berharap kasus dugaan korupsi itu segera memperoleh kejelasan. Alasannya, karena belum ada kepastian dari penegak hukum dalam mengungkap kasus korupsi di Kemendiknas ataupun di sejumlah PTN/
“Kasusnya itu katanya di Universitas Indonesia (UI) Rp 100 miliar, Universitas Sriwijaya (Unsri) Rp 75 miliar, dan lain-lain. Jika dikumpulkan seakan-akan jadi triliunan. Sebenarnya barangnya ada. Yang penting sekarang diclearkan. Jangan sampai hanya katanya-katanya saja. Hal itu harus diuji. Yang terpenting, semuanya harus dijelaskan saja duduk perkaranya dan mekanismenya dapat dipertanggungjawabkan," paparnya.
Nuh bakan ragu jika ada rektor PTN melakukan penggelembungan (mark up) proyek yang didanai APBN. Nuh beralasan, tender pengadaan barang dan jasa di lingkup pemerintahan tak terkecuali di Perguruan Tinggi Negeri harus mengacu pada aturan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Untuk melakukan tender itu sudah ada standar bakunya. Yakni, aturan atau ketentuan dari LKPP. Maka itu, saya kok agak ragu kalau Rektor bisa melakukan mark up," ungkap Nuh di Jakarta.
Nuh menyampaikan hal itu terkait sejumlah rektor perguruan tinggi negeri yang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi pada pembangunan fasilitas kampus di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN).Seperti diketahui, KPK tengah menangani dugaan korupsi pengadaan alat bantu laboratorium di sejumlah PTN di antaranya Universitas Negeri Jakarta, Universitas Sriwijaya, Universitas Soedirman, Universitas Ageng Tirtayasa Banten dan Universitas Negeri Malang. Dalam penyelidikan kasus ini, sejumlah petinggi PTN juga pernah diperiksa.
Nuh menerangkan, setiap tahun juga ada Itjen Kemdikbud dan BPKP yang melakukan pengecekan. Karenanya jika memang ada mark up, maka dipastikan bakal ketahuan dari daftar harga satuan yang standar.
"Mark-up itu kan ada dua. Bisa unit cost yang dinaikkan atau volume pekerjaan yang dimainkan. Maka itu, menurut pengalaman saya, agak susah melakukan mark up itu, terutama mark-p yang unit cost karena ada standarnya," tuturnya. (Cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanya Ulang Kerjaan Kada, Jabatan Menko Sebaiknya Dihapus Saja
Redaktur : Tim Redaksi