jpnn.com - Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Demokrat DKI Jakarta Taufik Tope Rendusara meminta KPU DKI bertanggung jawab atas anjloknya angka partisipasi pemilih pada Pilkada 2024.
Atas persoalan itu, dia pun meminta pemilihan kepala daerah atau pilkada di Jakarta harus diulang dengan melibatkan pemilih yang lebih banyak.
BACA JUGA: KPU Tetapkan Hasil Rekapitulasi, Pramono-Rano Menang di Pilkada Jakarta 2024
"KPUD Jakarta harus bertanggung jawab dan Pilkada Jakarta harus diulang karena menghasilkan pilkada yang tidak legitimasi," kata Taufik di Jakarta, Senin (9/12/2024).
Taufik mengatakan pilkada yang menghasilkan legitimasi kuat akan mendatangkan kestabilan politik dan perubahan sosial selama pemerintahan.
BACA JUGA: Mahyeldi-Vasko Menang Pilgub Sumbar dengan Suara 77,12 Persen
Legitimasi kuat dengan pengakuan dan dukungan masyarakat juga akan menciptakan pemerintahan yang stabil sehingga pemerintah dapat membuat dan melaksanakan keputusan yang menguntungkan masyarakat.
"Dalam situasi yang sulit, pemerintah yang memiliki legitimasi dari masyarakat akan lebih mudah mengatasi permasalahan dibanding pemerintah yang kurang mendapatkan legitimasi," tuturnya.
BACA JUGA: Pilgub Sultra: ASR-Hugua Menang Telak, Lihat Angkanya
Dia meyakini legitimasi akan membuka kesempatan yang semakin luas kepada pemerintah bukan hanya untuk memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang hendak diatasi, tapi juga meningkatkan kualitas kesejahteraan itu.
Sehingga, untuk mendapatkan dan mempertahankan legitimasi bisa dilihat tiga faktor, yakni secara simbolis, materiil, dan prosedural.
Cara prosedural, misalnya, dengan menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakilnya, wakil rakyat, kepala daerah atau pun referendum untuk mengesahkan suatu kebijakan umum.
Namun, Taufik menilai Pilkada Jakarta 2024 dengan pemenang hanya memperoleh 25 persen jumlah suara pemilih bisa dikatakan tidak mendapatkan legitimasi dari masyarakat.
Dia pun mengatakan KPUD Jakarta telah melanggar administrasi proses pelaksanaan Pilkada Jakarta 2024.
"Karena dengan secara sadar tidak melaksanakan tugasnya yaitu mengirimkan atau memberikan formulir C6 kepada warga Jakarta yang memiliki hak pilih dan cenderung membiarkan warga Jakarta tidak menggunakan hak pilihnya," ujar Taufik.
Sebelumnya, KPUD DKI menuntaskan rekapitulasi perolehan suara Pilkada Jakarta 2024. Pasangan nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno (Si Doel) meraih suara terbanyak berdasarkan hasil rekapitulasi, yakni 2.183.239 atau 50,07 persen.
Kemudian, pasangan Ridwan Kamil-Suswono memperoleh 1.718.160 suara atau 39,40 persen dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 459.230 suara atau 10,53 persen.
Total pemilih yang menggunakan hak pilih pada Pilkada DKI Jakarta berjumlah 4.724.393 orang. Dari jumlah itu, surat suara sah sebanyak 4.360.629 dan surat suara tidak sah sebanyak 363.764.
Kubu paslon 02 Dharma Pongrekun - Kun Wardana sebelumnya menolak hasil rekapitulasi Pilkada Jakarta 2024 saat rapat pleno KPU DKI itu.
Tim Dharma-Kun menolak tanda tangan hasil rapat pleno penghitungan suara lantaran minimnya partisipasi masyarakat dalam perhelatan Pilkada tersebut.
Sikap itu disampaikan saat membacakan kejadian khusus dalam rapat pleno KPU DKI di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (8/12).
"Sebagaimana rekapitulasi dari kabupaten/kota, kami dapat simpulkan bahwa terdapat hanya 53% masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dari seluruh DPT, dan kami menganggap jumlah suara tidak mewakili masyarakat," ujar saksi Dharma-Kun.
Mereka menilai legitimasi masyarakat di Pilkada Jakarta sangat kurang sehingga jumlah suara tidak mewakili representasi warga pemilih secara keseluruhan.
Pihak Dharma-Kun juga menyinggung suara tidak sah yang mencapai 10 persen. Diketahui, surat suara sah pada Pilkada Jakarta 2024 sebanyak 4.360.629, dan surat suara tidak sah sebanyak 363.764.
"Kedua, terdapat suara tidak sah 10 persen yang tentunya akan mempengaruhi jumlah perolehan suara," kata saksi Dharma-Kun.(ant/fat/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam