BOGOR - Penggunaan bahan bakar alternatif bisa menjadi pilihan saat ini, ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bakal segera naik. Salah satu bahan bakar alternatif yang bisa menjadi pilihan adalah minyak jelantah.
“Kenapa kita tidak mengembangkan bahan bakar yang lebih hemat, dan mampu menjadi bahan bakar alternatif,” kata Kepala Bidang (Kabid) Tata Lingkungan dan Dampak Lingkungan pada BPLH Kota Bogor Syahlan Rasyidi kepada Radar Bogor (Grup JPNN).
Dia menjelaskan, minyak jelantah sangat berbahaya jika digunakan dan dikonsumsi kembali. Sebab, minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah dipergunakan berulang kali, untuk mengoreng bahan pangan seperti, ikan, tahu, tempe dan sebagainya dengan menggunakan suhu yang tinggi.
Akibat penggunaaan suhu tinggi ini, secara kimia terjadi pemutusan ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh, sehingga asam lemak jenuh ini mudah ter oksidasi. “Asam lemak jenuh sangat beresiko menimbulkan kolestrol darah, jantung dan pembuluh (stroke dan penyakit jantung koroner) dan juga dapat menyebabkan penyakit kanker, “ sebutnya.
Dia menilai, walaupun minyak jelantah berbahaya bagi kesehatan, tetapi dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif, sehingga minyak jelantah tidak hanya menjadi limbah dan dibuang.
“Bukan hanya bahaya untuk dikonsumsi, tetapi juga, jika minyak jelantah dibuang ke tanah dapat merusak struktur tanah yang ada, sehingga malah akan menimbulkan masalah yang lebih buruk lagi,” ucapnya.
Maka dari itu, lanjutnya, pemanfaatan minyak jelantah saat ini, terus dikampanyekan BPLH Kota Bogor, sebagai upaya pemanfaatan limbah, untuk bio-diesel yang lebih hemat dan lebih bermanfaat.
“Kami siap membeli minyak jelantah dari masyarakat dengan harga Rp.3.000 per liternya,” sebutnya
Dia mengklaim, saat ini BPLH telah mengumpulkan 43.800 liter, minyak Jelantah hingga Desember 2012, yang mana hasil dari minyak jelantah ini dimanfaarkan untuk bio-diesel. Sementara ini digunakan Trans Pakuan.
“Bahan bakar Bus Trans Pakuan tidak hanya menggunakan bio diesel yang diolah dari minyak jelantah, tapi juga dicampur dengan solar. Rinciannya, 20 persen minyak jelantah, dan 80 persen solar,“ jelasnya.
Dia mengungkapkan, setiap hari satu unit bus Trans Pakuan menghabiskan 12 liter minyak jelantah yang akan diolah menjadi bio diesel.
Namun, pasokan minyak jelantah hanya mampu digunakan kepada beberapa bus Trans Pakuan. “Dari 30 bus Trans Pakuan hanya 10 bus yang baru menggunakan minyak jelantah,” bebernya.
Dia berharap, kedepannya ada kajian-kajian lagi penggunaan minyak jelantah, untuk angkutan yang lain, tapi harus diimbangi dengan harga pasar bahan bakar kendaraan sekarang ini.
“Ya, semua itu kembali kepada komitmen, semoga saja harapan ini bisa menjadi harapan kita semua,” tandasnya.(rp3/b)
“Kenapa kita tidak mengembangkan bahan bakar yang lebih hemat, dan mampu menjadi bahan bakar alternatif,” kata Kepala Bidang (Kabid) Tata Lingkungan dan Dampak Lingkungan pada BPLH Kota Bogor Syahlan Rasyidi kepada Radar Bogor (Grup JPNN).
Dia menjelaskan, minyak jelantah sangat berbahaya jika digunakan dan dikonsumsi kembali. Sebab, minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah dipergunakan berulang kali, untuk mengoreng bahan pangan seperti, ikan, tahu, tempe dan sebagainya dengan menggunakan suhu yang tinggi.
Akibat penggunaaan suhu tinggi ini, secara kimia terjadi pemutusan ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh, sehingga asam lemak jenuh ini mudah ter oksidasi. “Asam lemak jenuh sangat beresiko menimbulkan kolestrol darah, jantung dan pembuluh (stroke dan penyakit jantung koroner) dan juga dapat menyebabkan penyakit kanker, “ sebutnya.
Dia menilai, walaupun minyak jelantah berbahaya bagi kesehatan, tetapi dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif, sehingga minyak jelantah tidak hanya menjadi limbah dan dibuang.
“Bukan hanya bahaya untuk dikonsumsi, tetapi juga, jika minyak jelantah dibuang ke tanah dapat merusak struktur tanah yang ada, sehingga malah akan menimbulkan masalah yang lebih buruk lagi,” ucapnya.
Maka dari itu, lanjutnya, pemanfaatan minyak jelantah saat ini, terus dikampanyekan BPLH Kota Bogor, sebagai upaya pemanfaatan limbah, untuk bio-diesel yang lebih hemat dan lebih bermanfaat.
“Kami siap membeli minyak jelantah dari masyarakat dengan harga Rp.3.000 per liternya,” sebutnya
Dia mengklaim, saat ini BPLH telah mengumpulkan 43.800 liter, minyak Jelantah hingga Desember 2012, yang mana hasil dari minyak jelantah ini dimanfaarkan untuk bio-diesel. Sementara ini digunakan Trans Pakuan.
“Bahan bakar Bus Trans Pakuan tidak hanya menggunakan bio diesel yang diolah dari minyak jelantah, tapi juga dicampur dengan solar. Rinciannya, 20 persen minyak jelantah, dan 80 persen solar,“ jelasnya.
Dia mengungkapkan, setiap hari satu unit bus Trans Pakuan menghabiskan 12 liter minyak jelantah yang akan diolah menjadi bio diesel.
Namun, pasokan minyak jelantah hanya mampu digunakan kepada beberapa bus Trans Pakuan. “Dari 30 bus Trans Pakuan hanya 10 bus yang baru menggunakan minyak jelantah,” bebernya.
Dia berharap, kedepannya ada kajian-kajian lagi penggunaan minyak jelantah, untuk angkutan yang lain, tapi harus diimbangi dengan harga pasar bahan bakar kendaraan sekarang ini.
“Ya, semua itu kembali kepada komitmen, semoga saja harapan ini bisa menjadi harapan kita semua,” tandasnya.(rp3/b)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Usulkan BBM Jenis Solar Lebih Diprioritaskan
Redaktur : Tim Redaksi