Misbakhun: Banyaknya Produk Jasa Keuangan Tak Diimbangi dengan Literasi

Sabtu, 02 April 2022 – 13:23 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai kinerja pengawasan dan perlindungan konsumen yang dilakukan OJK sejauh ini masih belum optimal. Foto: dok Web binar arah kebijakan pengawas industri keuangan

jpnn.com, JAKARTA - Prof. Jimly Asshidduqie memaparkan bahwa OJK lahir dari semangat reformasi untuk menghadirkan sistem pengaturan dan pengawasan pada kegiatan jasa keuangan.

Dia keberadaan OJK independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. OJK mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang dalam pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

BACA JUGA: Gubernur Khofifah Berharap OJK Memperkuat Ekosistem Industri Jasa Keuangan Jatim

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai kinerja pengawasan dan perlindungan konsumen yang dilakukan OJK sejauh ini masih belum optimal.

Menurutnya, hal itu terlihat dari ketidakmampuan OJK menghentikan praktik investasi bodong, pinjaman online ilegal, hingga robot trading ilegal.

BACA JUGA: Ini Cara OJK Perkuat Ketahanan Sektor Jasa Keuangan

"Banyaknya produk jasa keuangan yang ada saat ini juga belum diimbangi dengan tingginya literasi di kalangan masyarakat, sehingga berisiko memunculkan benturan yang merugikan investor," ucapnya.

Selain itu, perizinan di sektor keuangan Indonesia masih memungkinkan para pengusaha melakukan konglomerasi di sektor keuangan. Sebab banyak perusahaan saat ini bisa mendapatkan IPO, serta mendirikan beberapa perusahaan lainnya yang terintegrasi atus sama lain.

Misbakhun mendorong OJK sebagai regulator keuangan nasional harus dapat melaksanakan tugas dan mengimplementasikan ketentuan dengan baik, serta menjalankan fungsi kelembagaan secara profesional.

"Mengingat industri jasa keuangan nasional memiliki potensi besar. Setidaknya aset yang dimiliki Indonesia sudah mencapai Rp 17 ribu triliun. Bahkan jika tidak terjadi pandemi Covid-19, jumlahnya diperkirakan melebihi Rp 20 ribu triliun," ujar Misbakhun.

Moderator Webinar Nasional 'Arah Kebijakan Lembaga Pengawas Industri Jasa Keuangan: Evaluasi dan Rekonstruksi' Saras Shintya Putri (Chaca) mengatakan perkembangan ekonomi digital dan digitalisasi sektor keuangan yang pertumbuhannya semakin pesat menjadi tantangan besar yang harus dihadapi OJK.

Asosiasi Fintech Indonesia melaporkan hingga saat ini sudah ada lebih dari 20 jenis layanan keuangan digital yang ditawarkan oleh sekitar 355 fintech.

Google dalam laporan East Ventures Digital Competitiveness Index 2021 memproyeksikan pada 2025, kontribusi ekonomi digital pada perekonomian Indonesia mencapai USD 124 miliar dollar AS.

"Besarnya potensi ekonomi digital tersebut membawa tantangan besar yang harus dijawab OJK. Misalnya terhadap persoalan fraud terkait fintech P2P Lending, asuransi dan investasi, yang harus dapat dicegah dan diminimalisir oleh OJK," ujar puteri Bambang Soesatyo itu. (jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler