Misteri Ketua Besar Bisa Kecoh Hakim

Kasus Suap Wisma Atlet, Fokus Pada Aliran Dana

Senin, 07 Mei 2012 – 08:08 WIB

JAKARTA–Pakar hukum UI Ganjar Laksmana mengatakan, persoalan korupsi yang melibatkan politisi Angelina Sondakh perlu dilihat dari sisi aliran dana. Menurutnya, hakim tak perlu terjebak pada identitas ’bos besar’ dan ’ketua besar’. Sebab, hal itu bisa mengecoh hakim dan persidangan dengan berpotensi memaksakan nama lain yang bisa saja tidak terlibat.

Dikatakan Ganjar desakan publik yang kuat membongkar identitas ’ketua besar’ dan ‘bos besar’ dalam kasus wisma atlet dapat membias. Tidak lagi pada pokok persoalan korupsi yang terjadi, tetapi lebih pada pembusukan citra individu. ”Dalam persoalan hukum itu yang berbicara adalah bukti dan fakta. Bukan pada asumsi-asumsi. Ini yang dapat menjebak publik pada persoalan subjektif,” ungkap Ganjar Laksamana di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, dua nama penting yang sempat disebut oleh tersangka Angie sapaan akrab Angelina Sondakh memang bagian dari kasus. Tetapi bukanlah pokok persoalan dalam perkara tersebut.

Dia menilai penggalian identitas nama yang disebut bos besar dan ketua besar harus diperkuat dengan bukti. Jika identitas itu disebutkan tanpa ada pembuktian tindak pidana, dapat berdampak buruk. ”Tersangka bisa ngomong apa saja, sebut siapa saja. Tapi apa detail keterlibatannya ini yang urgent,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M.Yusuf mengungkapkan kalau salah seorang anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memiliki rekening mencurigakan yang isinya ratusan miliar rupiah.

”Rekening atas nama satu orang itu bertransaksi dalam beberapa tahun sejak tahun 2006, nilainya ratusan milyar rupiah. Satu orang anggota Banggar DPR. Engak usah detail, tapi semua orang juga sudah tahu,” ungkap M.Yusuf, Sabtu (5/5) di Jakarta.

Menurut Yusuf, temuan pihaknya itu sudah diserahkan ke KPK sejak 2 pekan lalu agar  langsung ditindaklanjuti untuk menjerat para pelaku yang sudah melakukan transaksi mencurigakan itu. ”Saya bicakan langsung dengan pimpinan KPK. Dari komitmen yang mereka sampaikan, saya yakin KPK punya keberanian,” imbuh Yusuf.

Dinilainya, KPK jangan hanya omong besar dalam beretorika menuntaskan berbagai kasus korupsi berskala besar, namun juga harus membuktikannya. ”Mau itu yang disebut ’Bos Besar’ atau ’Ketua Besar’ yang dikatakan KPK sudah diketahui identitasnya, tapi KPK jangan jadi omong besar. Saya juga sudah kirim pesan lewat BBM (blackberry messenger), saya bilang segera’lah itu. Karena transaksi itu mencurigakan, ada yang sampai ratusan miliar, (orangnya) ada di Banggar,” ungkap Yusuf blak-blakan.

Ia pun yakin, kalau diperiksa pemilik rekening itu maka akan terungkap pula siapa saja yang terlibat di dalamnya. ”Apalagi pelakunya dijerat Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di samping UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi). Makanya saya harapkan KPK mau juga menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang itu,” lontar Yusuf lantas menambahkan, kalau keterangan tersangka Nazaruddin ditindaklanjuti dengan serius dan dijerat UU TPPU, maka banyak lagi yang akan terjerat.

Atas pernyataan Yusuf tersebut, Ganjar meminta penyidik KPK untuk menindaklanjuti temuan tersebut dan segera mencari bukti aliran dana, termasuk yang dilakukan Angelina Sondakh.

Dalam persoalan dana wisma atlet yang disebut mengalir kepada bos besar dan ketua besar, kata dia, jika dalam bukti aliran dana tidak mengarah pada subjek yang disebutkan, dia berharap tak perlu menggiring pada identitas itu. Karena dapat membuat proses persidangn sebagai sarana memperburuk citra individu.

”Saya hanya ingin meluruskan peran pengadilan itu dalam proses pembuktian perkara. Janganlah terseret pada identitas individu-individu, tapi terhadap apa tidakan dan perannya,” terangnya.

Menurutnya, tak ada manfaatnya menggali identitas yang disebutkan tersangka jika tak ada unsur pembuktian pelanggaran pidana. Penggalian identitas itu dapat membuat proses persidangan menjadi sia-sia.

Padahal, lanjut dia persidangan dirancang secara efektif dan efisien. Itu berkaitan dengan banyaknya perkara yang ditangani, tanpa harus mengabaikan kebenaran faktual dan bukti. ”Fokus persidangan harus jadi prioritas. Apa yang ingin didapatkan dari proses persidangan. Buat apa menggali infomrasi yang tidak ada kaitan dengan persidangan,” tegasnya.

Ganjar menambahkan tak dipungkiri banyak nama politisi, pejabat dan orang penting yang dijual-jual. Tentu bertujuan mendapatkan sesuatu. Padahal pemilik nama itu tak mengetahui kejadian tersebut. Kondisi itulah, sambung dia, yang tak menutup kemungkinan adanya upaya menjual nama tokoh-tokoh tertentu. Agar mempermudah mendapatkan proyek.

Sementara itu, pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Agus Surono mengakui perlunya KPK membeberkan bukti aliran dana wisma atlet. Bermodal bukti aliran dana itulah dpat diketahui keterlibatan individu dan perannya.

Tanpa bukti aliran dana, dia mengkhawatirkan penyidikan kasus wisma atlet dengan tersangka Angelina Sondakh bisa terlokalisir. Sebatas menggali keterlibatan tersangka semata, tidak melihat persoalan yang lebih luas. ”Ini persoalan korupsi korporasi. Bukan pada individu saja. Artinya ada keterlibatan orang lain secara sistemik, menggunakan bentuk kelembagaan,” tegasnya. (rko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tarik Senjata Api Politisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler