jpnn.com - BALAPULANG - Di Desa Balapulang Kulon Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, tepatnya di sekitar Mba Beji, terdapat situs Watu Lumpang.
Mbah Beji adalah nama mantan juru kunci Watu Lumpang yang sudah meninggal dunia.
BACA JUGA: TAJIR! Mantan Gubernur Setir Sendiri Pesawat Pribadi
Watu Lumpang merupakan peninggalan zaman pra sejarah yang digunakan sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang. Hingga kini tidak sedikit warga yang mengunjungi Watu Lumpang untuk melaksanakan ritual.
Biasanya, mereka meminta keselamatan, keberkahan, dan turun hujan. Hal itu terlihat banyaknya sesaji bekas ritual setiap hari-hari tertentu.
BACA JUGA: Berawal Chatingan, Dua Mahasiswa Berakhir Di Persidangan
Situs Watu Lumpang itu kini dirawat baik oleh pihak Perhutani KPH Balapulang. Sebab, lokasinya berada di kawasan Perhutani, tepatnya di Petak 84 RPH Kaligimber BKPH Margasari.
Administratur KPH Balapulang Gunawan Sidik Pramono, mengaku akan tetap menjaga cagar budaya tersebut. Dituturkan, Watu Lumpang sebanyak dua buah itu, ukurannya cukup besar. Pertama, berdiameter 45 centimeter dengan tinggi 50 centimeter.
BACA JUGA: Anggaran Vaksinasi Ternak Minim, Pemprov NTT Dinilai Tak Serius
Batu kedua, berdiameter 100 centimeter dengan tinggi 50 centimeter. Sedangkan di bagian tengah, terdapat cekungan dengan diameter 25 centimeter dan kedalamannya 20 centimeter.
"Semula jumlahnya ada tiga buah, tapi tinggal dua. Sepertinya ada orang yang mengambilnya," kata Gunawan, kemarin (22/1).
Pada zaman pra sejarah, lanjut Gunawan, batu itu digunakan sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang. Sedangkan pada zaman megalitikum atau jaman batu, kedua benda itu digunakan sebagai alat menumbuk padi.
Kisah Watu Lumpang, sambung dia, tidak hanya itu. Konon, pada zaman kerajaan, benda purbakala itu sebagai tempat persinggahan Raja dari Solo bersama putrinya setiap hendak menuju ke Tegal Arum Amangkurat, di Desa Pesarean, Kecamatan Talang.
"Kalau menurut orang-orang, Watu Lumpang itu sering dikunjungi Raja Solo setiap malam minggu dengan mengendarai kereta kencana," tuturnya.
Saat ini, masih kata Gunawan, Watu Lumpang ditunggu oleh sepasang suami istri yang selalu berpakaian hitam. Mereka adalah, Mbah Siliwangi yang berwujud harimau putih dan Mbah Wiri yang berwujud ular.
Meski ditunggu oleh sepasang suami istri yang tidak terlihat wujudnya itu, tapi Watu Lumpang acap kali dikunjungi oleh warga sebagai tempat prosesi ritual. Hal itu terjadi sejak masa 1930 silam.
"Warga sering berkunjung ke sini (Watu Lumpang). Mereka sekedar meminta keselamatan, keberkahan, dan lainnya," kata Gunawan yang mengaku kerap melihat kepala kambing, kepala kerbau, dan kelapa hijau di lokasi tersebut. (yer/adi/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dinyatakan Hilang, Anggota Gafatar Asal NTB Terdeteksi di Samarinda
Redaktur : Tim Redaksi