JAKARTA - Kekhawatiran partai oposisi tentang penambahan pasal yang berisi syarat untuk menaikkan BBM mulai terbukti. Hanya beberapa jam setelah rapat paripurna selesai, berbagai pihak bersiap untuk membatalkan pasal 7 ayat 6 huruf a UU APBN Perubahan 2012 itu. Upaya pembatalan tersebut dilakukan melalui permohonan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena isi pasal yang ditambahkan dianggap bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945.
Yusril Ihza Mahendra, misalnya. Mantan Menkum HAM itu mengaku bakal langsung mendaftarkan gugatan ke MK begitu perubahan undang-undang tersebut disahkan presiden. Dia menegaskan, tambahan pasal 7 ayat 6 huruf a bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. "Sudah saya telaah dan menabrak UUD," ujar Yusril kemarin.
Menurut Yusril, isi pasal yang ditambahkan itu juga bertentangan dengan putusan MK terhadap pasal 28 UU Migas. Putusan MK menjelaskan, harga BBM tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar. Yusril menganggap bahwa adanya ketentuan pasal baru itu berarti menyerahkan harga BBM ke mekanisme pasar.
Seperti diberitakan, sidang paripurna menyepakati penambahan pasal berisi syarat kenaikan BBM. Yakni, dalam hal harga minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai 15 persen dalam kurun waktu enam bulan dari asumsi ICP APBNP 2012 sebesar USD 105 per barel, pemerintah boleh menaikkan harga BBM. Namun, oposisi menolak tambahan pasal karena dianggap inkonstitusional.
Saat sidang paripurna berjalan, Fraksi PDIP menganggap pasal tersebut bersifat siluman karena membohongi rakyat. Sebab, BBM pasti naik karena ICP Maret sudah mencapai USD 126 per barel. Selain itu, tambahan pasal bakal memicu polemik baru di MK karena mudah ditumbangkan saat judicial review.
Nah, Yusril melihat celah besar dari pasal 7 ayat 6 huruf a tersebut. Dia yakin, MK bakal membatalkan karena pasal itu mengabaikan kedaulatan rakyat. Dia juga memastikan bahwa asas kepastian hukum dan keadilan sudah dicederai. "Saya sedang menyiapkan draf uji formal dan materiilnya," tutur dia.
Namun, Yusril mengatakan, draf tersebut belum bisa diserahkan dalam waktu dekat. Yang pasti, begitu presiden mengesahkan perubahan undang-undang, itulah saat yang tepat untuk memasukkan gugatan. Legal standing untuk mengajukan perkara tersebut adalah beberapa pengguna BBM bersubsidi yang hak-hak konstitusionalnya dilanggar tambahan pasal itu.
Yusril juga memastikan sudah memiliki banyak dukungan dari kalangan akademisi maupun pengacara. Untuk lawyer, mantan Mensesneg tersebut menyebut Dr Irman Putra Sidin, Dr Margarito Kamis, Dr Maqdir Ismail, dan Dr Teguh Samudra sebagai pendukungnya. "Untuk ahli, ada Profesor Natabaya (guru besar tata negara UI, Red)," terangnya.
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin sepakat dengan langkah Yusril untuk mengajukan uji materi pasal tambahan tersebut. Pemerintah dianggap mencari-cari alasan pembenaran rencana menaikkan BBM karena pasal 7 ayat 6 huruf a tidak menyelesaikan polemik. "Uji konstitusional memang perlu dilakukan," terangnya kepada Jawa Pos (induk JPNN).
Menurut Yusril, alasan bahwa subsidi BBM lebih baik digunakan rakyat miskin daripada orang kaya yang memiliki kendaraan juga dinilai tak rasional. Sebab, memberikan subsidi sudah menjadi kewajiban pemerintah. Itu sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Sedangkan memelihara fakir miskin adalah kewajiban lain di pasal 34 UUD.
Dua hal berbeda itulah yang seharusnya dilakukan pemerintah secara bersamaan. Bukan karena ingin memelihara fakir miskin dan anak telantar, lantas subsidi dicabut atau dikurangi. Kalau itu dilakukan, pemerintah tidak menjalankan amanat pasal 33.
Kalaupun kenaikan sudah tidak terelakkan, Irman menyarankan presiden untuk memberikan pemahaman kepada rakyat. Tetapi, tak berarti tidak ada taruhannya. Dia mengatakan, kalau presiden tidak hati-hati, jabatannya bisa berhenti sebelum waktunya. "Pasal itu tidak hanya tumpang tindih, tapi komplikasi seperti penyakit," tegasnya.
Sementara itu, MK tidak mempermasalahkan kalau ada yang mau melakukan judicial review. Karena hal tersebut sudah menjadi tugas instansinya, dipastikan MK bakal siap memeriksa materi gugatan. "Prinsipnya, silakan untuk melakukan judicial review, tetapi kami tidak bisa mengomentari perkara yang akan masuk ke MK," ujar Juru Bicara MK Akil Mochtar.
Di bagian lain, pemerintah tidak mempermasalahkan rencana sejumlah pihak yang akan mengajukan uji materi pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012 ke MK. Menurut Menkum HAM Amir Syamsuddin, UU MK sudah mengatur legal standing siapa yang bisa mengajukan judicial review. "Bergantung pada orang yang merasa (dirugikan haknya)," kata Amir sebelum sidang kabinet di Kantor Presiden tadi malam.
Amir tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kesiapan pemerintah dalam menghadapi uji materi tersebut. "Ya, intinya kami kan tidak bisa melarang-larang (uji materi di MK)," ujar mantan sekretaris Dewan Kehormatan Demokrat itu. (dim/bay/fal/c10/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelaskan BBM Bersubsidi, SBY Curhat Lagi
Redaktur : Tim Redaksi