jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan peserta pemilu menggelar kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan.
Dia khawatir meski tanpa menggunakan atribut kampanye, implementasi dari putusan MK tersebut akan menimbulkan polemik.
BACA JUGA: Respons Rektorat soal Dugaan Kampanye LGBT Saat Kegiatan OSKM ITB, Viral
Karena itu, kata Ahmad Doli, pihaknya akan mengkaji lebih lanjut pada rapat kerja mendatang bersama dengan mitra kerja penyelenggara pemilu.
"Karena ini sesuatu yang baru, kami akan meminta penjelasan lebih rinci saat pemerintah melalui KPU melakukan konsultasi untuk merevisi PKPU dengan Komisi II DPR. Tentu, implementasi harus diperjelas," kata Ahmad Doli melalui keterangan tertulis yang diterima, Jumat (25/8).
BACA JUGA: Parpol Pendukung Harus Segera Susun Strategi Kampanye yang Menarik untuk Ganjar Pranowo
Politikus Partai Golkar itu juga menyarankan agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat untuk melakukan pengawasan maksimal.
Menurutnya, hal ini perlu jadi perhatian agar tidak menimbulkan konflik yang tidak diinginkan.
Selain itu, dia berharap tidak semua lembaga pendidikan menjadi ruang untuk kampanye.
"Jangan provokatif dan tidak menimbulkan polarisasi. Jangan sampai ada ajang pertarungan politik. Walaupun belum ada aturan teknis, saya kira daerah harus mempersiapkan diri," tegas Doli.
Sebagai informasi, berdasarkan Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8) lalu, MK mengizinkan peserta pemilu melakukan kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan.
Akibat keputusan tersebut, sebagian masyarakat Indonesia melayangkan kritikan.
Salah satunya datang dari Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti.
Retno mengatakan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintahan merupakan ruang netral untuk kepentingan publik, bukan untuk kampanye.
Senada disampaikan Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo.
Menurut Heru, jika tempat pendidikan dijadikan tempat berkampanye, secara teknis akan menyulitkan sekolah sekaligus membahayakan keselamatan peserta didik. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi