jpnn.com, KOTA BANDUNG - Respons rektorat soal viral dugaan kampanye LGBT saat kegiatan Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM) ITB mahasiswi baru tahun akademik 2023/2024.
Dugaan kampanye LGBT ini ramai di media sosial.
BACA JUGA: Hyundai Indonesia Gandeng ITB Kembangkan Fitur Perintah Suara di Mobil
Dari informasi yang diterima, dugaan kampanye LGBT itu ada dalam sebuah google form kuesioner.
Dalam kuesioner itu terdapat pilihan jenis kelamin. Namun, selain pria dan wanita, ada pilihan non biner atau tidak mengidentifikasi jenis kelamin pada kolom form tersebut.
BACA JUGA: Hutan Kota UKI jadi Tempat Mesum Sesama Jenis, Alat Kontrasepsi Berserakan
Kemudian, ada juga narasi yang menyebutkan jika mahasiswa baru ITB yang mengikuti OSKM itu dibatasi untuk melaksanakan salat Magrib, hingga adanya orasi bertema pelangi dalam kegiatan yang digelar di kampus ITB Jatinangor itu.
Direktur Kemahasiswaan ITB Prasetyo G Adhitama mengatakan jika kuesioner tersebut dibuat oleh pihak ketiga tentang penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
BACA JUGA: Detik-Detik Prajurit TNI Tangkap 8 Geng Motor XTC Bersenjata Tajam, Sukurin
“Tentang kuesioner bahwa acara sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) itu oleh Satgas ITB. Untuk angket sendiri, satgas sebenarnya punya yang disebarkan dan diisi secara luas oleh mahasiswa dan itu yang sebenarnya,” kata Prasetyo dalam konferensi pers di Gedung Rektorat ITB Kota Bandung dilansir JPNN Jabar, Selasa (22/8).
“Di mana ada angket lain yang disebarkan di dalam acara itu, memang tidak teridentifikasi ada upaya untuk menyebarkan angket yang lain,” sambungnya.
Mengetahui ada kuesioner dari pihak luar, Prasetyo menyebutkan, jika Satgas dari ITB langsung meminta agar kuesioner itu ditutup karena menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Oleh karena itu, pada saat kejadian, setelah acara belum lama, langsung kami evaluasi, langsung satgas mengontak mitra tersebut untuk segera menutup angket itu,” jelasnya.
Kemudian, untuk orasi pelangi, dia mengungkapkan jika lambang pelangi yang dimaksud punya arti keberagaman program studi ITB yang berjumlah hampir 40.
Bahkan, katanya, tema pelangi sudah digunakan sejak lama dalam kegiatan OSKM.
“Itu tradisi yang sudah lama untuk menggambarkan keragaman tersebut. Seingat saya sejak 2013 sudah ada, artinya jauh sebelum pelangi menjadi simbol LGBT. Kan pelangi menjadi simbol LGBT, mungkin dua atau tiga tahun belakangan, saya tidak hapal,” ujarnya.
Namun, dikarenakan menimbulkan kegaduhan, dia memastikan tema pelangi pada kegiatan OSKM akan diubah.
Dia pun menegaskan jika tema pelangi sebelumnya atau warna-warni itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan isu LGBT.
“Oleh karena itu, kami mengubah di susunan acara seperti yang tercantum di admission.itb/pmb, kegiatan pelangi itu memang tidak ada. Jadinya orasi warna-warni, sebelumnya namanya orasi pelangi karena itu tradisi dari lama,” tuturnya.
Sedangkan untuk narasi pembatasan waktu salat Magrib, menurutnya hal itu hanya kesalahan teknis panitia.
Sebab, jumlah mahasiswa baru yang mengikuti kegiatan OSKM mencapai 5.000-an orang.
“Panitia sudah mengalokasikan (waktu) salat Magrib dan lainnya di waktu yang ditentukan. Ini kegiatan pertama sejak pandemi dan rupanya proses memobilisasi mahasiwa 5.000 orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain itu tidak mudah. Menyadari perlu ada perbaikan, malamnya kami ada evaluasi,” katanya.
Dia menambahkan selama pelaksanaan kegiatan OSKM, Rektorat ITB sudah mengkroscek langsung ke lapangan.
Hasilnya, tidak ada bukti adanya kampanye LGBT yang diselipkan pada kegiatan tersebut.
“Kami memang tidak menemukan bukti-bukti ada usaha untuk kampanye atau apa pun yang seperti yang disorotkan oleh masyarakat,” ujarnya. (mcr27/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Petugas Kebersihan Curi Puluhan HP Sitaan Bea Cukai Batam
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti