MK: Kami Tak Legalkan Zina

Kamis, 08 Maret 2012 – 06:01 WIB

JAKARTA – Ada salah paham mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan ayah biologis bertanggung jawab atas hak-hak anak di luar nikah. MK menyatakan, putusan tersebut sama sekali tidak bermaksud untuk melegalkan perzinaan.

’’Putusan ini tidak terkait sah atau tidaknya perkawinan. Tetapi hanya untuk memberikan perlindungan hak keperdataan anak. Putusan ini tidak melegalkan adanya perzinaan. Harus dipahami antara memberikan perlindungan terhadap anak dan persoalan perzinaan merupakan dua rezim hukum yang berbeda,’’ kata Wakil Ketua MK Achmad Sodiki di gedung MK, Rabu (8/3).

Sodiki mengungkapkan, ada pemahaman masyarakat yang tidak lengkap terkait putusan tersebut. Yakni anak lahir di luar nikah juga memiliki hubungan perdata dengan ayah dan keluarga ayahnya, tidak hanya dengan ibu dan keluarga ibunya sebagaimana aturan sebelumnya.

Menurutnya, setiap anak yang terlahir secara alamiah merupakan hasil pembuahan. Itu terjadi antara perempuan dan seorang lelaki yang bisa pula melalui rekayasa teknologi. Dengan begitu tidak ada pengabaian terhadap keterlibatan seorang lelaki.

’’Karena itu, laki-laki yang membuahi perempuan yang menyebabkan terjadinya kelahiran anak tersebut harus bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28B Ayat 2,’’ ujar Sodiki.

Putusan MK tersebut, lanjut dia, memperkuat peran tanggung jawab laki-laki dan perempuan. Sebab, kelahiran anak merupakan sebuah aktivitas biologis yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan. ’’Mengabaikan tanggung jawab dari laki-laki itu wujud kesewenangan terhadap perempuan. Itu jelas bentuk pelanggaran hukum,’’ tegasnya bernada tinggi.

Selama ini, imbuh Sodiki, ketentuan terhadap anak yang lahir di luar perkawinan menekankan pada hubungan perdata dan tanggung jawab kepada ibu dan keluarga ibunya saja. Ini jelas tidak adil. Pasalnya, hal itu sama saja membebankan kesalahan dan tanggung jawab hanya kepada seorang perempuan sebagai ibu.

’’Setiap anak lahir dalam keadaan suci, tidak berdosa. Laki-laki selaku ayah harus tanggung jawab terhadap perbuatannya,’’ terang Sodiki.

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini membantah putusan judicial review UU No 1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1 tentang Perkawinan yang dimohonkan Macicha Mochtar tidak berhubungan dengan melegalkan perzinahan. Putusan tersebut membangun tanggung jawab sama terhadap anak yang dilahirkan.

Hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menambahkan, banyak orang salah paham dalam menyikapi putusan MK. Putusan tersebut seolah memberikan sinyal kalau MK mendukung pasangan agar tidak menikah secara resmi, melainkan cukup melakukan kumpul kebo.

Menurutnya, harus dipahami bahwa antara memberikan perlindungan terhadap anak dan persoalan perzinahan merupakan dua rezim hukum berbeda. Karena itu, putusan tersebut tidak ada kaitannya dengan sah atau tidak sahnya perkawinan. Namun hanya untuk memberikan perlindungan keperdataan kepada anak. (rko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Konservasi Orangutan, Wilmar Siapkan Rp 1,3 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler