jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi tentang ambang batas pemilihan presiden (presidential threshold) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pihak yang mengajukan permohonan uji materi presidential threshold adalah mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dan eks Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri.
Busyro dan Chatib dalam permohonannya mempersoalkan Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas partai politik untuk mengusung pasangan calonan presiden dan calon wakil presiden. Pasal itu mengatur pasangan capres-cawapres diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki akumulasi sekurang-kurangnya 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau 25 persen dari suara sah hasil Pemilu 2014.
BACA JUGA: Kampanye Sudah Mulai, PT 20 Persen Masih Dipersoalkan
Namun, majelis hakim konstitusi yang diketuai Anwar Usman pada persidangan Kamis (25/10) menolak permohonan itu. "Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar saat mengucapkan putusan.
MK berpendapat bahwa presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka pembuat UU. Mengacu pada putusan terdahulu, MK memandang presidential threshold dapat memperkuat sistem presidensial dalam pembentukan pemerintahan.
BACA JUGA: Pengawasan Terhadap MK Lemah
"Mahkamah berpendapat tidak terdapat alasan mendasar yang menyebabkan Mahkamah harus mengubah pendiriannya," ucapnya.
Sebelumnya Busyro dalam gugatannya menggunakan batu uji berbeda dari permohonan-permohonan terdahulu. Menurut Busyro, Pasal 222 dapat melegitimasi kontestan tunggal di pilpres.
BACA JUGA: Polda Dalami Jejak Digital Anggota FPI Penyebar Video Hoaks
Selain itu, kata ‘pemilihan’ seyogianya mengharuskan adanya pasangan calon presiden dan calon wakil presiden lebih dari satu. Untuk itu, dia mengharapkan MK mengantisipasi hilangnya prinsip dasar ‘pemilihan’ jika PT masih diberlakukan.(rdw/JPC)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD RI Nilai MK Langgar Konstitusi
Redaktur : Tim Redaksi