jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusu (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyoal pembatasan mimbar akademik.
Hakim MK menilai permohonan yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya bernama Muhammad Anis Zhafran Al Anwary itu kabur.
BACA JUGA: Hakim MK Minta Rizal Ramli Tegas, jadi Capres 2024 atau Tidak
"Pokok permohonan pemohon kabur sehingga permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (29/9), yang disiarkan secara daring.
Permohonan yang diajukan Muhammad Anis itu menuntut agar mahasiswa juga mendapatkan hak kebebasan mimbar akademik sebagaimana profesor dan/atau dosen.
BACA JUGA: Herman Herry: Proses Rekrutmen Hakim MK Harus Transparan
Namun, Mahkamah mencermati pemohon menekankan mahasiswa semestinya dapat menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya dengan tetap berada di bawah naungan guru besar dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah.
Untuk itu, permohonan pemohon dinilai tidak memiliki kesesuaian antara tuntutan dan alasan yang diajukan.
BACA JUGA: Mahfud MD: Kelihatan Siapa yang Berpura-pura atau Tidak
Pemohon juga dinilai telah mengetahui terdapat ketidaksetaraan antara mahasiswa dan guru besar dan/atau dosen.
Mahkamah Konstitusi menegaskan kebebasan mimbar akademik merupakan wewenang guru besar/dosen, tetapi tidak menutup kesempatan mahasiswa untuk berpendapat di dalam forum mimbar akademik.
Hak berpendapat mahasiswa dalam sebuah mimbar akademik tetap berada di bawah naungan profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dalam rumpun dan cabang ilmunya.
Sebelumnya, menurut pemohon terdapat keresahan di kalangan mahasiswa dengan maraknya pembatasan diskusi, seminar, perbincangan publik dan kegiatan sejenisnya yang melibatkan mahasiswa sebagai pembicara.
Ia menyebut tidak jarang mahasiswa mendapat intimidasi, teror, ancaman verbal maupun nonverbal karena otoritas dan kualifikasi akademik mahasiswa di bawah dosen atau guru besar. (antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Soetomo