jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan judicial review yang diajukan Rizal Ramli, yang meminta aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu dihapus.
Rizal Ramli menilai, ketentuan presidential threshold menghilangkan hak konstitusional sejumlah partai politik yang ingin mengusung calon presiden.
BACA JUGA: Rizal Ramli Beri Rapor Merah untuk Capaian Ekonomi Indonesia, Sentil Sri Mulyani
MK menolak gugatan Rizal Ramli karena ekonom senior itu tidak dapat menunjukkan bukti pernah diusung oleh partai atau gabungan partai, seperti yang didalilkannya dalam persidangan.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara daring di Jakarta, Kamis (14/1) mengatakan, Rizal Ramli mendalilkan beberapa kali mendapat dukungan publik dari beberapa partai politik untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden dan diminta untuk membayar sejumlah uang.
BACA JUGA: Kritik Tajam Rizal Ramli Terkait Siasat Jokowi dalam Membayar Utang Luar Negeri
"Namun, tidak terdapat bukti yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa pemohon pernah dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai calon Presiden," ujar Arief Hidayat.
Rizal Ramli pun tidak menjelaskan kepada majelis hakim nama partai politik maupun gabungan partai yang memberikan dukungan dalam pemilihan presiden 2009 sehingga tidak diketahui partai atau gabungan partai tersebut memiliki suara yang signifikan untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
BACA JUGA: Syekh Ali Jaber Meninggal Dunia, Kita Semua Kehilangan...
Mahkamah Konstitusi menilai apabila benar didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, Rizal Ramli sewajarnya menunjukkan bukti dukungan itu atau menyertakan partai politik pendukung untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang bersama.
Terkait dalil Rizal Ramli mengalami kerugian potensial ketika mendeklarasikan diri dalam pemilihan presiden dan wakil presiden harus membayar sejumlah uang kepada partai politik tertentu, Mahkamah menilai hal tersebut tidak relevan dengan aturan ambang batas presiden dalam UU Pemilu.
"Dengan demikian, pemohon tidak mengalami kerugian dengan berlakunya norma tersebut serta tidak terdapat pula hubungan sebab akibat antara anggapan kerugian konstitusional dengan berlakunya norma yang dimohonkan pengujian. Apalagi klaim tersebut tidak didukung dengan bukti yang bisa meyakinkan Mahkamah," ucap Arief Hidayat. (antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Soetomo