jpnn.com - JAKARTA – Koordinator Mahkamah Konstitusi Watch (MK Watch) Iwan Gunawan menyatakan patut diduga adanya praktik mafia hukum model Akil Mochtar dalam Putusan Sela MK untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 2 TPS Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Putusan MK agar dilakukan PSU yang didasarkan pada ditemukannya satu pemilih atas nama Hamka Hakim yang menggunakan hak pilihnya di 3 TPS yaitu TPS 4 Kelurahan Wamponiki, TPS 4 Kelurahan Raha dan TPS 1 Desa Marobo, patut diduga praktik kerja mafia," kata Iwan, di Jakarta, Minggu (3/4).
BACA JUGA: Lucu Banget, Polisi Cilik Bikin Iri Polisi Gede
Anehnya lagi, lanjut dia, keterangan Hamka Hakim saat diperiksa di Panwaslu Kabupaten Muna dijadikan sebagai bukti dalam persidangan MK yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) Rusman Emba–Malik Ditu dengan nomor urut dua dalam gugatan di MK.
Dalam keterangan di persidangan MK justru hasil pemeriksaan Panwaslu Kabupaten Muna terhadap Hamka Hakim yang memilih dua kali terhadap paslon Rusman Emba–Malik Ditu di TPS yang berbeda.
BACA JUGA: Klaim Entaskan Lima Ribu Desa Sehat dan Cerdas
“Seharusnya Hamka Hakim yang memilih di dua TPS yang berbeda dalam Pilkada adalah sebuah tindakan kriminal yang seharusnya oleh Panwaslu Muna dilaporkan ke pihak kepolisian," tegas Iwan.
Karena itu, Iwan meminta seharusnya MK tidak menggunakan bukti yang diajukan oleh Rusman Emba–Malik Ditu tersebut sebagai dasar putusan sela untuk melakukan Pilkada Ulang di 2 TPS tersebut.
BACA JUGA: Pejabat Sementara Kades Boleh Kelola Dana Desa
“Hasil putusan sela MK tersebut patut diduga adanya Majelis Hakim MK yang menangani Pilkada Muna sudah masuk angin atau melakukan praktik mafia hukum model Akil Mochtar," ujar Iwan.
Karena itu, MK Watch meminta KPK untuk lebih serius memantau sepak terjang Hakim MK dalam menangani kasus Pilkada.
Iwan mengungkap soal bukti yang diajukan oleh pihak Rusman–Malik yang dijadikan dasar PSU di satu TPS yakni di TPS 1 Desa Morobo yang menurut hasil pemeriksaan Panwaslu yang tidak punya dasar hukum yang kuat, sebab kepala Desa Marobo telah dipidanakan oleh Panwaslu karena penerbitan keterangan domisili yang dipersoalkan tersebut.
Namun, anehnya kata Iwan MK tetap menggunakan dalil Surat Keterangan Domisili tersebut sebagai alasan dilakukan PSU di TPS 1 Desa Marobo.
Terkait pelaksanaan PSU di tiga TPS di Kabupaten Muna yang sudah di laksanakan menurut Iwan juga banyak menghasilkan kecurangan sekalipun paslon Rusman–Malik kalah oleh LM Baharuddin–La Pili yang hanya unggul 1 suara.
“Data yang diterima oleh MK Watch pada 22 Maret 2016 diselenggarakan PSU di 3 TPS sesuai perintah MK. Mulai dari persiapan sampai dengan hari pelaksanan PSU di 3 TPS syarat kecurangan yang dilakukan oleh Tim Siluman pasangan Rusman–Malik," kata dia.
Begitu juga penyelenggara, Panwaslu dan aparat kepolisian ujar Iwan, tidak netral terjadi secara sistematis dan terstruktur untuk memenangkan Rusman Emba–Malik Ditu yaitu dengan adanya Intimidasi, kekerasan oleh tim terhadap timses dan simpatisan paslon Kepala daerah Muna lainnya dan seakan akan dibiarkan oleh kepolisian.
Iwan juga mensinyalir adanya dugaan terjadi money politik secara massif yang dilakukan oleh tim Rusman-Malik bahkan di-back up oleh Panwaslu dan aparat.
MK Watch juga menemukan puluhan orang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari 1 kali. Puluhan orang dari luar Kabupaten Muna yang ikut memilih di PSU Pilkada Muna terbukti ikut memilih (pemilih bukti KTP yang berdomisili Banten, Kepri, Kaltim, Kota Kendari, Kota Bau-Bau, dan Kab Buton Utara).
“Karena itu MK Watch mendesak agar MK melakukan pemeriksaan ulang terhadap hasil PSU Kabupaten Muna yang sarat temuan-temuan kecurangan, " pungkasnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua MPR Didaulat Jadi Peserta Kehormatan
Redaktur : Tim Redaksi