jpnn.com - Khadija Azzahra terbilang gadis muda multitalenta. Selain sebagai model di sejumlah majalah Islami, dirinya juga seorang desainer busana eksklusif. Dia sudah mendirikan tiga perusahaan dengan keuntungan Rp 20 juta sebulan.
MAHMUDAN, Malang
BACA JUGA: Bekerja Shift Malam Meningkatkan Risiko Penyakit Jantung dan Kanker
WAJAH cantik ditunjang postur tubuh tinggi semampai, serta gaya bicara yang ceplas-ceplos memang mengundang pelanggan Azzahra berdatangan. Tapi tak hanya faktor kepiawaian berkomunikasi yang membuat finalis Joko Roro Kabupaten Malang itu sukses menjadi desainer, sekaligus mengembangkan tiga perusahaannya. Yakni Kokha Boutiqe, Kokha Professional Wedding, dan Presiden Hijab Teens Social Community.
Kesuksesannya lebih ditentukan kegigihannya belajar, sekaligus keberanian mencoba. Selain itu, ada sisi spiritualitas yang menjadi aktivitasnya. Yakni, setiap kali dapat hasil sebagai model maupun usaha desain, dirinya menyisihkan sebagian uangnya untuk anak yatim, sebagian dikirim ke ibunya, dan sisanya untuk modal usaha.
BACA JUGA: Gaun Bermain Cutting dengan Kain Keren
Saat Jawa Pos Radar Malang menyambangi butiknya di Jalan Halmahera, 9, Selasa (7/1) lalu, Azzahra sedang melayani pelanggannya. Mayoritas pelanggannya, gadis belasan tahun yang akan mengikuti kontes kecantikan atau remaja yang akan menikah.
Pagi itu, arah jarum jam menunjukkan pukul 09.00. Butik miliknya baru buka sekitar 10 menit sebelumnya, sehingga belum banyak pengunjung. Ada satu pelanggan yang dirias, itu pun karena sudah janjian satu hari sebelumnya.
BACA JUGA: Pengin Gemuk Juga Harus Diet
Di galeri itu, terpampang tujuh gaun hasil desain Azzahra. Rata-rata gaun pesta dan resepsi pernikahan. Ada yang berwarna hijau dengan motif renda-renda, putih cerah yang mengesankan kemewahan, pink yang menonjolkan keanggunan pemakainya, hingga gaun biru Arema. ”Itu desain kombinasi Eropa-Jawa,” kata Azzahra sambil menunjuk gaun warna hijau di deretan paling depan.
Gadis berusia 18 tahun itu terlahir dari keluarga yang tidak ada darah desainer. Ayahnya bekerja di kapal tanker. Sedangkan ibunya ibu rumah tangga. Perempuan kelahiran Jombang, 24 September 1996 itu juga tidak pernah mengenyam pendidikan khusus desainer busana.Tapi karya-karyanya tidak kalah jika dibandingkan desainer kondang. Bahkan, Azzahra bisa dibilang desainer papan atas.
Di Jatim, sudah tidak terhitung berapa banyak pejabat yang menjadi langganannya. Di Pemkab Malang misalnya, seragam batik yang dikenakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan hasil karya Azzahra. ”Pemkab Jombang, jamaah umrah, hingga pengusaha batu bara di Kalimantan juga pakai baju rancangan saya,” papar Joko-Roro Kabupaten Malang yang juga juara I Putri Jilbab Indonesia tahun 2010 itu.
Busana rancangan Azzahra lebih menonjolkan motif keris. Alasannya, anak dari pasangan suami-istri R. Nanang Baktiar Effendi dan Ika Yuni Wulandari itu ingin menampakkan kemegahan. ”Dengan motif ini (menonjolkan lekukan keris), motifnya lebih nampak,” kata anak kedua dari tiga bersaudara itu.
Mahasiswa semester I Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya (UB) tersebut mengawali karirnya sebagai desainer dengan sederhana. Sebelumnya, tidak ada angan-angan bakal menjadi perancang busana. Semua terjadi mengalir begitu saja. Semasa duduk di bangku MTs, Azzahra mengikuti lomba model yang digelar Majalah Nurani. Postur tubuh yang tinggi semampai ditunjang kepiawaian bergaya mengantarkan Azzahra menjadi juara pertama. Sejak saat itu, dia kebanjiran order. Selain dikontrak Nurani, juga menjadi model untuk beberapa produk busana dan make-up. ”Karena ongkos rias mahal, iseng-iseng saya merias sendiri,” ucap Azzahra.
Awalnya dia sempat minder dengan hasil riasan sendiri. Demi menekan ongkos make-up yang terlalu besar karena seringnya tampil, Azzahra sempat minder. Tapi respons teman-temannya sesama model di luar dugaan. ”Banyak yang bertanya, merias di mana? Kok hasilnya bagus,” kata dia menirukan pertanyaan teman-temanya.
Tak sedikit juga yang meminta dirias. Akhirnya dia memberanikan diri membuka usaha tata rias kecil-kecilan. Tentunya belum berkantor, karena sebatas melayani teman-temannya saja. ”Saya sempat khawatir kalau hasil riasan saya jelek. Tapi ya sudahlah, saya coba saja,” kata perempuan berjilbab itu.
Berawal dari coba-coba itulah, semakin banyak teman-temannya yang minta dirias. Peluang bisnis itu ditangkap, lalu dia nekat merambah ke dunia perancang busana. Modalnya hanya keberanian dan kegemarannya mewarnai gambar. ”Tahun 2012 lalu saat menjadi model, sebenarnya saya jualan baju. Tapi teman-teman malah ingin beli busana hasil desain saya sendiri,” kata dia.
Berdasarkan respons teman-temannya di jejaring sosial itu, Azzahra mengukuhkan niatnya membesarkan usahanya. Uang dari gaji pemotretan yang sudah dikumpulkan, digunakan menyewa kios di Jalan Halmahera 9. Dia mendesain sendiri busananya, lalu dia pasarkan via online. Ada Facebook, Instagram, dan Twitter.
Dia sadar kemampuanya terbatas. Meski dari belajar otodidak, kemampuannya mendesain busana tidak diragukan lagi. Tapi untuk menjahitnya menjadi busana jadi, dia tidak menguasai sehingga menggandeng penjahit. Dari awalnya satu penjahit, kini sudah punya tiga tenaga penjahit. Modal awal Rp 20 juta, kini dia mengais keuntungan ratusan juta. Dari bisnis tata rias saja, dia mengais keuntungan minimal Rp 20 juta per bulan.
Sedangkan untuk busana hasil karyanya, bisa mencapai jutaan rupiah per potong. Karya monumentalnya berupa baju permata. Dia juga pernah mendesain baju untuk Dina Handoko, istri Wakapolres Tarakan. ”Satu gaun saja harganya Rp 6 juta. Sebenarnya saya sempat tidak enak membandrol, tapi bahannya memang mahal,” kata dia. (*/c1/abm/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Metropop, Novel Fiksi Ngepop yang Makin Populer
Redaktur : Tim Redaksi