Modernisasi Militer China Jadi Tantangan bagi Indonesia dan Asia Tenggara

Selasa, 01 Oktober 2024 – 11:55 WIB
Seminar kolaborasi FSI dengan Universitas Paramadina, dengan tajuk “Modernisasi Militer & Diplomasi Pertahanan China: Peluang & Tantangan di Asia Tenggara”, di Universitas Paramadina, Jakarta. Foto: dok. FSI

jpnn.com, JAKARTA - Modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) China menuju kekuatan militer kelas dunia dalam waktu singkat menjadi perhatian serius bagi Indonesia, dan negara-negara Asia Tenggara.

Peningkatan kemampuan militer ini bersamaan dengan sikap China yang cenderung berkonfrontasi dengan negara-negara Barat, mengindikasikan potensi konflik di kawasan Laut China Selatan (LCS) jika ketegangan semakin memuncak.

BACA JUGA: Xi Jinping Mendesak Militer China Siap Perang, Siapa Lawannya?

Ketegangan ini juga berpotensi memperburuk hubungan China dengan negara-negara Asia Tenggara yang mengklaim wilayah yang sama, meskipun pengakuan tersebut bertentangan dengan hukum laut internasional (UNCLOS).

Dalam diskusi publik yang diadakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) dan Paramadina Public Policy Institute (PPPI) di Jakarta, Ketua FSI Johanes Herlijanto, Ph.D, mengungkapkan pentingnya memahami dampak dari modernisasi militer China.

BACA JUGA: Xi Jinping Instruksikan Militer China Genjot Transformasi dan Kesiapan Tempur

Johanes menyoroti perubahan target modernisasi angkatan bersenjata China, yang awalnya ditetapkan pada 2035, kini dipercepat menjadi 2027.

"Ini menunjukkan ambisi China untuk memperkuat posisi militer dan politiknya di panggung global," ujarnya.

BACA JUGA: FSI Imbau Anggota ASEAN Bersatu dan Tegas Hadapi Provokasi China di LCS

Diskusi ini juga dihadiri oleh pemerhati keamanan regional Brigadir Jenderal TNI (Purn) Victor P. Tobing, yang menjelaskan bahwa upaya modernisasi militer China bukanlah hal baru. Namun, makin intensif sejak Xi Jinping mengambil alih kekuasaan.

Victor mencatat bahwa China telah membangun pangkalan militer di Djibouti dan menjadikan wilayah LCS sebagai rantai pertahanan pertama. Dengan tiga kapal induk yang dimiliki saat ini, China semakin siap untuk menguasai wilayah strategis tersebut, yang dapat memicu ketegangan lebih lanjut di kawasan.

"Kehadiran kapal induk ketiga, Fujian, menambah tantangan bagi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara," tegasnya.

Aisha Rasyidila Kusumasomantri, direktur riset Indo-Pacific Strategic Intelligence, menambahkan bahwa angkatan bersenjata China, kini merupakan salah satu yang paling berkembang pesat di dunia, didukung oleh teknologi mutakhir seperti AI dan robotika.

Namun, kekuatan ini juga menimbulkan tantangan bagi Indonesia, terutama dalam konteks pengakuan klaim kepemilikan China di LCS.

Sebagai respons, Indonesia perlu meningkatkan diplomasi pertahanannya dengan China, dan memperkuat anggaran pertahanan untuk menghadapi potensi ketegangan yang meningkat.

Peni Hanggarini, Dosen Program Magister Hubungan Internasional Universitas Paramadina, menyatakan bahwa perilaku militer China yang ambisius dan agresif menunjukkan kompetisi yang makin ketat dengan Amerika Serikat.

Akhirnya, meski Indonesia masih menjalin hubungan diplomatik dengan China dalam bidang pertahanan, masih terdapat ruang untuk memperkuat kerja sama, baik secara bilateral maupun dalam konteks ASEAN.

Peningkatan pemahaman mengenai perkembangan militer China menjadi kunci bagi Indonesia, dalam menyusun strategi pertahanan yang efektif di kawasan yang makin dinamis. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler