FSI Imbau Anggota ASEAN Bersatu dan Tegas Hadapi Provokasi China di LCS

Jumat, 15 Desember 2023 – 21:16 WIB
Seminar publik FSI yang berjudul China, Filipina, dan Ketegangan Kawasan Asia Tenggara di Jakarta. Foto: FSI

jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dinilai perlu memperkuat persatuan dan bersikap lebih tegas menghadapi Republik Rakyat China (RRC) yang bertingkah makin agresif di Laut China Selatan (LCS).

Khususnya di wilayah yang menjadi Zona Ekonomi Ekslufif (ZEE) Filipina, antara lain di Dangkalan Thomas II (oleh Filipina disebut sebagai Ayungin Shoal) akhir-akhir ini.

BACA JUGA: Etnik Tionghoa Sepenuhnya Bagian dari Indonesia, Ketua FSI Beber Sejarahnya

Pandangan tersebut disampaikan oleh Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto dalam seminar publik FSI yang berjudul China, Filipina, dan Ketegangan Kawasan Asia Tenggara di Jakarta, Kamis (14/12).

Menurut dia, tindakan agresif yang dilakukan RRC terhadap Filipina, bahkan terhadap negara-negara ASEAN lain, seperti Vietnam, Malaysia, dan Indonesia, dapat ditelusuri hingga setidaknya satu dasawarsa lalu.

BACA JUGA: FSI: Gagasan GSI dari China Perlu Disikapi dan Diwaspadai, Hati-Hati!

"Filipina telah mengambil berbagai langkah yang berbeda-beda, salah satunya mengajukan gugatan terhadap RRC kepada Mahkamah Arbritase Internasional di Den Haag, dengan hasil yang memperkuat posisi hukum dalam hal kepemilikan ZEE mereka di LCS,” tutur Johanes.

Dia mengingatkan bahwa hasil Mahkamah Arbritase Internasional pada 2016, bahkan menganggap klaim RRC di sebagian besar wilayah LCS tidak memiliki dasar hukum dan tidak sesuai dengan UNCLOS.

BACA JUGA: FSI Prediksi Gerakan Pro Demokrasi di China Bakal Berlanjut

"RRC menolak untuk menaati keputusan mahkamah internasional, sehingga Filipina tampaknya mencoba cara yang lebih halus, yaitu dengan membangun pertemanan, khususnya pada era kepresidenan Durtete," bebernya.

Lanjut Johanes, baik strategi yang tegas maupun upaya pertemanan yang telah dilakukan oleh Filipina tidak membuat RRC menghentikan langkah agresifnya pada negara Asia Tenggara itu. Tindakan agresif RRC bahkan makin meningkat dalam tahun-tahun belakangan ini.

"Itulah sebabnya Filipina mengambil langkah lain, yaitu mengandalkan dukungan sekutunya, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat lainnya, sebagai sebuah langkah untuk mempertahankan diri menghadapi provokasi dan tindakan agresif dari RRC,” jelas Johanes.

Bila negara-negara Asia Tenggara ingin menghindari pelibatan kekuatan dari luar kawasan LCS, ASEAN sebagai sebuah kekuatan regional di Asia Tenggara harus mampu mencegah RRC melakukan tindakan agresif.

"Negara-negara ASEAN harus bersatu dan menyatakan sikap yang tegas terhadap provokasi dari RRC di LCS," kata Pemerhati China dari Universitas Pelita Harapan (UPH) ini.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Ristian Atriandi Suprianto, pakar Hubungan Internasional UI, yang hadir sebagai pembicara di seminar.

Kandidat doktor asal Australian National University ini, bahkan mendorong agar Indonesia dan negara-negara ASEAN lain bersatu dan menyelenggarakan patroli bersama di wilayah LCS untuk mencegah tindakan provokasi dari RRC di kawasan Asia Tenggara ini.

"Filipina harus ditempatkan sebagai pihak yang paling tertekan karena dia adalah salah satu negara yang bersengketa dan juga bagian dari negara ASEAN. Dari sisi kekuatan komparasi, mau itu militer maupun paramiliter masih berada jauh di bawah kekuatan lain, yaitu China,” kata Ristian. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler