jpnn.com, JAKARTA - Aktivis sosial dan penulis, Denny Siregar ikut bicara seputar kerusuhan yang terjadi di Papua. Selain adanya dugaan keterlibatan faktor eksternal yang dimulai dari isu rasisme sampai provokasi yang menjadikan Papua sempat rusuh, Denny Siregar mengingatkan untuk tidak melupakan faktor internal, yaitu lemahnya intelijen dan penanggulangan dari aparat militer.
“Mohon maaf, tetapi sejak Panglima TNI dijabat Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, ada dua peristiwa besar yang terjadi di Papua yang menunjukkan kelemahan kita,” kata Denny Siregar kepada wartawan, Rabu (4/9).
BACA JUGA: Kabar Gembira untuk Warga Papua dari Menkominfo
Menurut Denny, dua peristiwa tersebut adalah aksi pembunuhan 31 pekerja di Kabupaten Nduga dan kerusuhan dari Manokrawi dan berakhir di Jayapura sebagai akibat dari isu rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
BACA JUGA: TPDI Minta Kapolri Bebaskan Mahasiswa Papua Dari Tahanan
BACA JUGA: Tentara Langit Dapat Pengarahan Jelang Terjun di Jayapura dan Wamena
Seharusnya, jika intelijen militer bekerja, kerusuhan di Papua Barat dengan menunggang isu rasisme, tidak perlu terjadi. Gerakan-gerakan ini sudah terbaca sejak negara-negara di Pasifik membawa masalah Papua ke sidang majelis PBB.
Menurut Denny, Panglima TNI seharusnya belajar dari mantan Panglima sebelumnya, Jenderal Gatot Nurmantyo. Pada masanya, Gatot menggerakkan operasi senyap yang membebaskan 1.300 sandera di TembagaPura.
BACA JUGA: Kemenlu Harus Jelaskan Alasan Ada Pembatasan WNA Masuk Papua
Operasi ini berhasil dengan sukses dan membuat gerakan kelompok bersenjata di sana teredam. Pada saat itu, TNI terlihat sangat kompak dan kuat.
“Sudah saatnya Pak Jokowi memikirkan untuk mengganti Panglima TNI-nya, dengan mendapatkan orang yang kompeten di bidangnya,” kata Denny, Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi ini.
Menurutnya, memang dipilihnya Gatot Nurmantyo waktu itu oleh Jokowi supaya TNI fokus mengawal pembangunan infrastruktur di Papua. Lepas dari ambisi politiknya yang menjelang pensiun jadi "nyeleneh", sebagai komandan Gatot cukup berpengalaman.
Nah, ketika Panglima TNI dijabat oleh Hadi Tjahjanto, ada kekosongan di sana, karena memang ia diminta Jokowi fokus mengawal maritim. Gagapnya Panglima saat menghadapi situasi terlihat saat ia harus mengganti Pangdam Cendrawasih dan Kasuari dalam waktu singkat.
Sebelumnya, Panglima TNI merotasi Pangdam di Papua, dengan menunjuk Mayjen TNI Joppye Onesimus Wayangkau Pangdam XVIII Kasuari, menjadi Pangdam XVII Cendrawasih. Sedangkan Mayjen TNI Santos Matondang jadi Pangdam Kasuari di Papua barat.
Belum sebulan, Papua Barat rusuh, Mayjen TNI Santos Matondang yang baru menjabat sudah diganti. Mayjen TNI Joppye yang kemarin jadi Pangdam Cenderawasih, harus balik ke Papua Barat menjadi Pangdam Kasuari.
Dari rotasi mendadak ini terlihat ada ketidaksiapan Panglima saat menghadapi situasi Papua sehingga langkah yang dibuat pun bersifat mendadak, bukan langkah strategis jangka panjang.
Denny menilai Marsekal Hadi Tjahjanto terlihat kurang pengalaman dalam menuntaskan masalah di darat. Situasi di darat membutuhkan penanganan khusus dari mereka yang paham peta lapangan sehingga kasus separatisme seperti di Papua tidak membesar dan berlanjut.
“Mungkin sudah saatnya Pak Jokowi memikirkan untuk mengganti Panglima TNI dengan mendapatkan orang yang kompeten di bidangnya,” katanya.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Budayawan Betawi: Apa Sih yang Terjadi di Papua?
Redaktur & Reporter : Friederich