Momentum Generasi Muda dan Masa Depan Pembangunan

Oleh: Juventus Prima Yoris Kago - Deklarator Kawan Gibran dan Kader Partai Solidaritas Indonesia

Jumat, 17 November 2023 – 09:18 WIB
Deklarator Kawan Gibran dan Kader Partai Solidaritas Indonesia Juventus Prima Yoris Kago. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Negeri ini telah mengukir mimpi yakni gagasan mengenai cita-cita Indonesia Emas 2045.

Tepat satu abad perjalanan sebagai bangsa merdeka. Kita memulai langkah pertama menuju ke sana dengan menyambut momentum Pemilu serentak 2024.

BACA JUGA: Pakar Psikologi Nilai Prabowo-Gibran Dingin dan Minim Interaksi, Sangat Tidak Lazim

Sebelum ini, inisiasi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Baru dari Jakarta ke Nusantara adalah komitmen mendasar memulai perjalanan menuju ke sana.

Pada April 2018, menjelang akhir periode pertama pemerintahannya, presiden Jokowi melalui Kementerian Perindustrian menginisiasi gagasan "Making Indonesia 4.0".

BACA JUGA: TKN Sebut Sikap Prabowo-Gibran yang Santun Bisa Jadi Teladan Generasi Muda

Isinya memuat peta jalan Revolusi Industri 4.0 di Indonesia. Ini adalah komitmen pemerintah dalam merespons proposal Klaus Schwab bertajuk The Fourth Industrial Revolution (2017) yang dipresentasikan pada event World Economic Forum 2017.

Era Revolusi Industri 4.0, menurut Klaus Schwab, sangat berbeda dari sebelumnya.

BACA JUGA: Pemimpin Wong Cilik, Prabowo-Gibran Didukung Ratusan Pengemudi Becak Motor Jateng

Ada banyak kejutan dalam bidang teknologi, massifnya digitalisasi secara global, serta konektivitas yang membentuk masyarakat jejaring global yang diintegrasikan melalui platform teknologi digital.

Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan berkembangnya Internet of Things, data sains, kecerdasan buatan, robotik, cloud, cetak tiga dimensi, dan teknologi nano, yang telah mendisrupsi inovasi teknologi yang berkembang sebelumnya.

Perkembangan teknologi digital tersebut berpengaruh pada beragam bidang kehidupan.

Budaya kerja misalnya berkembang sangat fleksibel seiring sejalan dengan arus digitalisasi sehingga menjamin efektivitas waktu dan kinerja.

Dalam bidang budaya misalnya kreativitas lokal kini tampil sebagai primadona artistik yang mengagumkan.

Dalam bidang ekonomi, lahirnya para entrepreneur muda yang menjadi inisiator bisnis digital.

Dalam bidang sosial lahir beragam inovasi sosial yang menarik minat anak muda untuk berkarya dan terlibat dalam berbagai inisiasi sosial yang berdampak langsung bagi masyarakat.

Perubahan tersebut tak bisa dihindari. Namun, kesiapan kita khusus generasi muda dalam mengantisipasi percepatan perubahan teknologi ke jenjang yang lebih tinggi daripada apa pun, khusus dalam dinamika sosial dan budaya, prospek kebijakan publik, ekosistem riset, dan pendidikan.

Tahun 2024, kita akan menyambut pesta akbar demokrasi terbesar untuk pertama kalinya secara serentak.

Dalam konteks politik, menjelang pemilu serentak 2024, peta politik hari-hari ini diramaikan dengan fenomena politik ala millennial dan Z.

Dua kelompok generasi muda yang saat ini menjadi isu dan kata kunci terkait dinamika politik dalam demokrasi elektoral.

Data dari BPS 2020 mencatat pemilih pada pemilu serentak di dominasi oleh dua kelompok ini.

Generasi millennial tercatat 69,38 juta jiwa atau sebesar 25,87%, sementara generasi Z berjumlah 74,93 juta jiwa atau sebesar 27,94%.

Pengaruh terbesar dalam hajatan demokrasi ini adalah lahirnya beragam platform media sosial digital yang mendisrupsi pola komunikasi, model pendekatan, dan inovasi. Bagaimana pengaruhnya dalam politik dan demokrasi?

Menyambut Momentum 2024

Demokrasi 2024 sangat berbeda dengan periode sebelumnya. Media digital masuk jadi pilar utama kelima demokrasi.

Paling tidak ada dua aspek yang menentukan perbedaannya. Pertama, ruang digital sudah berkembang dengan sangat pesat.

Kedua, generasi muda khususnya millennial dan Z yang mendominasi pemilih.

Dalam politik, hemat saya perlu membaca fenomena kedua generasi ini ditandai dengan aktivitas actual yang begeser ke virtual. Di sana ciri pertama adalah konektivitas.

Orang bisa terhubung tanpa batas wilayah dan kategori social. Maka, setiap peristiwa dalam hitungan waktu yang singkat bisa menjangkau lintas batas. Ciri kedua adalah terbuka.

Generasi ini selalu mengusung keterbukaan dalam memainkan peran di ruang public. Maka ketika pelayanan public dinilai kaku dan format, hal ini sangat tidak disukai oleh millennial dan Z.

Ketiga adalah fleksibilitas. Millennial dan Z menyukai protocol yang santai, nyaman, dan egaliter baik di lingkungan kerja formal maupun pergaulan sehari-hari.

Keempat adalah diversifikasi identitas. Kedua generasi ini sangat peduli dengan keberagaman. Mereka sangat antusias merayakan kebersamaan, partisipasi dan keberagaman.

Dalam konteks ini terlepas dari perdebatan apapun, langkah PSI mengangkat Kaesang menjadi Ketua Umum adalah bentuk gelagat zaman sebagai konfirmasi atas ketidaknyamanan terhadap cara dan pola berpolitik ala generasi sebelumnya.

Tagline, politik gembira dan santuy ala PSI adalah satu strategi yang canggih untuk membuka wahana politik baru bagi generasi muda.

Itulah langkah politik yang canggih meski beresiko. Terbukti PSI dengan Kaesang jadi primadona media yang viral dan mendominasi media nasional beberapa hari ini.

Serentak banyak generasi muda lain ikut masuk untuk berkompetisi melalui PSI. Dan ini adalah kata kunci politik di era demokrasi digital. Ketika generasi muda diberi kesempatan maka kreativitas dan inovasi akan tumbuh.

Tagline log in, politik gembira dan santuy adalah gelagat zaman yang menuntut semangat kolaborasi.

Ini adalah bentuk protes dari anak muda yang selama ini tidak diberi kepercayaan untuk memimpin. Dan, sontak semua bergerak dengan sangat massif secara kreatif mendominasi media nasional dan media sosial digital.

Bagi generasi sebelumnya, hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata, karena dominasi komunikasi digital mengharuskan keterbukaan dan fleksibilitas ala zaman yang diinisiasi lewat PSI ini patut diapresiasi dan menjadi warna baru peta politik Indonesia ke depan.

Kesiapan Menuju Masa Depan

Sebagai generasi muda saya meminjam apa yang diuraikan oleh Yanuar Nugroho melalui Harian Kompas 28 Oktober 2021 mengenai titik focus kita pada empat fondasi: pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pembangunan ekonomi yang produktif dan berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan (Bappenas, 2019).

Empat aspek diatas adalah fondasi dasar bukti kesiapan kita menuju Indonesia emas 2045.

Sebab, prioritas dan kunci dalam membangun bangsa adalah membangun manusia.

Maka, jalan menuju kesana manusia Indonesia hanya sehat dan terdidik, tapi harus produktif, inovatif, beradab, dan berbudaya.

Khusus untuk generasi muda, apalagi terkait peningkatan sumber daya manusia maka aspek pendidikan dan kesehatan harus bermutu.

Kualitas pendidikan harus tumbuh secara merata, para pendidik harus mumpuni dan profesional, kurikulum pendidikan mesti adaptif, dan pendidikan karakter harus melengkapi keterampilan dan wawasan serta ekosistem riset harus terintegrasi dari hulu ke hilir.

Kesehatan warga harus berkualitas dengan dua memulai dari pengembangan sumber daya manusia yang bermutu, lalu mengalami peningkatan dan pemerataan pelayanan lintas wilayah, strategi pencegahan dan pengendalian, penguasaan teknologi dalam bidang kesehatan, dan pengadaan sarana prasaran serta penguatan fasilitas kesehatan.

Satu hal yang harus dikembangkan secara merata adalah skema perlindungan sosial harus diperkuat dan disederhanakan agar efisien dan efektif menjangkau semua manusia Indonesia.

Pada aspek ini, salah satu program unggulan dari empat yang ditawarkan oleh Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres terkait Kartu Anak Sehat perlu didukung.

Memastikan pembangunan sumber daya manusia berkualitas harus dipersiapkan sejak dini. Birokrasi dan pelayanan public harus modern yang lincah ala millennial dan Z adalah sebuah keharusan karena mereka suka fleksibilitas dengan semangat kreativitas dan inovasi.

Tata kelola pemerintahan harus bernuansa modern ala generasi muda yang lebih terbuka dan berintegritas.

Upaya mewujudkan ini semua, kita membutuhkan sumber daya manusia yang unggul, terdidik, dan berwawasan.

Tahun 1928, generasi muda dari penjuru Nusantara bersatu menginisiasi niat perjuangannya yang menjadi landasan mencapai kemerdekaan.

Saat ini, di era digitalisasi yang memmbentuk masyarakat jejaring, saat dimana pesona pelayanan publik dituntut beradaptasi agar lebih kreatif dan inovatif maka generasi muda perlu dilibatkan, perlu diberi ruang untuk memimpin dan perlu diajak bekerjasama membawa bangsa ini menuju 2045.

Sejarah bangsa ini, dalam perjalanan kemerdekaan melibatkan banyak generasi muda yang kemudian sampai saat ini terus kita peringati dengan nama Sumpah Pemuda.

Ini adalah niat baik dari sejarah yang perlu kita pelajari dan ditunaikan dalam proses untuk terus menjadi bangsa yang bermartabat dan maju.

Bila kita refleksikan hari-hari ini, terlepas dari perdebatan apapun, munculnya sosok muda yang juga kakak beradik seperti Kaesang sebagai ketua umum PSI dan Gibran sebagai Cawapres yang berpasangan dengan Prabowo Subianto adalah niat baik dan konfirmasi sejarah bahwa saatnya momentum harus memberi ruang bagi anak muda untuk bergerak lebih dan berkarya lebih nyata bagi bangsa negara.

Inilah wujud niat baik dari kalangan muda untuk menunaikan tugas dan tanggung jawab sejarah, guna menjawab janji kemerdekaan kita.

Bila tahun 1928 modal kemajuan generasi muda adalah Bersatu mencanangkan kemerdekaan maka di era ini modal generasi muda adalah kolaborasi.(***)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler