Monopoli Frekuensi Dorong Pengusaha Kendalikan Opini

Kamis, 23 Januari 2014 – 23:23 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Guru besar ilmu komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta, Profesor Anwar Arifin mengungkapkan kecenderungan baru di Indonesia tentang monopoli frekeuensi untuk siaran televisi. Menurutnya, hal itu bisa bahaya karena pihak yang menguasai frekeunsi bisa menguasai penyebaran opini.

"Pemilik frekuensi di Indonesia bisa dihitung dengan jari tangan saja. Fakta ini mendorong pemilik modal menjadi penguasa opini publik di Indonesia," kata Anwar dalam diskusi "Keadilan Hukum dalam Kasus TPI" yang diselenggarakan Studi Klub Demokrasi (SKD) di Jakarta, Kamis (23/1).

BACA JUGA: Geledah Rumah Sutan untuk Kembangkan Penyidikan

Anwar mengatakan, tren yang tengah melanda Indonesia itu sebenarnya pernah terjadi di Eropa dan Amerika Serikat pada awal hingga pertengahan abad 19 dalam bentuk penguasaan frekuensi radio. Tapi, kata Anwar, pada akhir abad 19 monopoli frekuensi radio di dua benua itu dihapus.


"Sementara di Indonesia aksi monopoli frekuensi yang membuat demokrasi itu tidak sehat baru saja dimulai dan pelakunya berasal dari pemilik modal," kata Anwar Arifin.

BACA JUGA: Hajriyanto Anggap MK Tak Yakin dengan Putusan Pemilu Serentak

Mantan anggota Pansus RUU Penyiaran itu juga mencontohkan regulasi kepemilikan lisensi media massa di Jepang. Menurut dia, warga negara Jepang yang sudah memiliki lisensi media cetak tidak boleh lagi memiliki izin penggunaan frekuensi. Sebaliknya,  pemegang lisensi frekuensi juga tidak akan mendapat izin menerbitkan media cetak.

"Tapi Indonesia ini adalah negara yang paling bebas. Siapa saja tidak dibatasi untuk menguasai frekuensi publik. Padahal dalam banyak kasus kita menemukan kebebasan merupakan ancaman tersendiri bagi kualitas demokrasi," ujarnya.

BACA JUGA: Putusan Kasasi Diabaikan, Wibawa MA Dipertaruhkan

Anwar juga mengkritisi tumpulnya hukum dalam menghadapi pengusaha monopoli frekuensi. Menurutnya, kasus yang sangat menarik untuk dicermati adalah putusan Mahkamah Agung dan Kementerian Hukum dan Ham terkait perseteruan kepemilikan PT Televisi Pendidikan Indonesia antara kubu Siti Hardiyanti Rukmana dengan MNC.

"Mahkamah Agung dan Kemenkumham akhir Oktober 2013 lalu sudah memutuskan agar TPI dikembalikan kepada pemegang lisensi frekuensi PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI). Tapi karena MNC dipegang oleh Hary Tanoesudibjo, maka putusan tersebut tidak jalan," imbuhnya.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akui Adik Atut Pernah Beli Motor Harley


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler