Penegasan ini disampaikan Jamiluddin Ritonga saat menjadi pembicara dalam diskusi dengan tema “Implikasi RUU Penyiaran Terhadap Monopoli Media” yang dilaksanakan di DPR RI, Rabu (24/10). Selain Jamaluddin, hadir juga Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ezky dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers, Hendrayana.
“Perubahan stasiun televisi TPI ke MNC misalnya, kita tidak tahu sama sekali apakah izin frekuensinya berubah atau tidak. Kita tiba-tiba saja tahu di media sudah berubah namanya. Pemerintah harus menertibkan semuanya itu, harus bubarkan semuanya itu. Itu jelas melanggar UU,” katanya.
Wakil Ketua KPI, Ezky justru mempertanyakan sanksi yang tepat televisi yang melakukan monopoli, seperti MNC Group yang menguasai RCTI, TPI, dan Global TV, atau Viva Group, Trans Corp, atau EMTEK yang menguasai SCTV dan Indosiar.
"Mau diapain lembaga penyiaran ini yang jelas-jelas melanggar UU Penyiaran? Mau dibubarkan? Dipidana atau diberi denda?" kata Ezky dengan nada tanya.
Ezky mengakui, banyak aturan yang dilanggar terkait pemberian izin siaran yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sikap KPI, imbuh dia, sudah tegas terhadap berbagai pelanggaran tersebut dengan menyurati ke Kementerian Kominfo untuk menjelaskan bahwa secara prosedural ada yang salah.
Sementara itu, Direktur LBH Pers, Hendrayana menegaskan, jika pemerintah tidak ada itikat baik untuk melaksanakan amanat putusan MK, maka pihaknya akan melakukan gugatan legal standing. “Kami juga bisa menggugat secara pidana kepada pemerintah, yang tidak menjalankan kewajiban menegakkan UU,” ancam Hendrayana.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengelolaan Zakat Tepat, Kemiskinan Terangkat
Redaktur : Tim Redaksi