Juru Bicara Bupati Bogor, Erwin Suryana mengatakan, perlu dilakukan kajian secara komprehensif terhadap dampak dari moratorium outsourcing. pelaksana kebijakan di daerah, Pemkab Bogor berusaha berada di tengah-tengah kepentingan pengusaha dan buruh.
“Kami harus mengakomodir tuntutan buruh dalam aksi kemarin. Tapi, kepentingan pengusaha dalam menjalankan roda perindustrian pun perlu diperhatikan. Jadi tidak bisa langsung diputuskan apa ikut memoratorium atau tidak. Belum ada instruksi dari bupati,” kata Erwin kepada Radar Bogor (Grup JPNN), Jumat (5/10).
Ia menambahkan, selama ini kepala daerah telah me-warning Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bogor untuk meningkatkan pengawasan. “Yang jelas, setelah aksi kemarin, lembaga tripartit antara pemerintah, pengusaha dan buruh akan diperkuat untuk menghindari adanya pelanggaran terhadap hak-hak buruh”.
Terpisah, Kepala Disnakertrans Kota Bogor, Bambang Budianto mengaku belum melakukan pembahasan terkait tindak lanjut moratorium outsourcing yang diumumkan Gubernur Jawa Barat di hadapan puluhan ribu buruh. Yang pasti akan kami tindaklanjuti,"ucapnya.
Saat ditanya soal tuntutan buruh dalam aksi unjuk rasa, Bambang mengatakan, akan menginventarisasi perusahaan yang melanggar atura main outsourcing. “Sedangkan soal upah miniumum kota (UMK), saat ini Kota Bogor memang belum 100 persen memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). Untuk tahun depan, sudah dilakukan survei di beberapa pasar tradisional. Nanti hasilnya mulai tampak pada November mendatang,” terangnya.
Seperti diketahui, surat edaran tentang moratorium outsorcing PKWT sudah dilayangkan kepada seluruh kepala daerah di Jawa Barat. Surat edaran itu berisi dua poin penting. Pertama, melakukan moratorium terhadap outsourcing PKWT bagi pekerja di kabupaten/kota yang ada di Jabar. Kedua, Pemprov Jabar akan membuka posko outsourcing, bersama pemerintah dan serikat pekerja di daerah.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Barat, Iwan Kusmawan mengatakan, sistem outsourcing dapat dihentikan karena sudah tercantum dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, kecuali regulasi tersebut direvisi. “Yang harus dilakukan itu bukan penghapusan, tapi penegakan. Dalam UU, outsourcing tidak boleh untuk industri di luar jasa transportasi, tenaga pertambangan, cleaning service, catering, dan security," jelasnya.
Tapi nyatanya, sambung Iwan, tak sedikit perusahaan industri tekstil dan produk tekstil memberlakukan sistem tersebut. "Yang harus ditindak oleh pemerintah pusat dan daerah adalah pelanggaran tersebut. Itulah yang akan disuarakan oleh SPN pada aksi November mendatang," tegasnya.
Senada diungkapkan Ketua Apindo Jawa Barat, Dedi Wijaya. Ia mengatakan, sejumlah sektor industri memang membutuhkan sistem outsourcing adanya fluktuasi traffic order produksi. "Kan sudah ada dalam undang-undang. Kalau mau dihentikan, ya diubah dulu undang-undangnya," tandasnya. (cr2)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Astaga! Bahas Ranperda Hanya Dihadiri 2 Anggota Dewan
Redaktur : Tim Redaksi