MPR Libatkan Lembaga Negara Hingga Pakar Berbagai Disiplin Ilmu Susun Rancangan PPHN

Selasa, 19 Januari 2021 – 12:55 WIB
MPR akan melibatkan sejumlah pihak dalam menyusun rancangan PPHN. Foto: Humas MPR.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan jalan terang menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang menjadi amanat dan rekomendasi MPR RI 2014-2019 sudah mulai terlihat.

MPR RI melalui Badan Pengkajian bekerja sama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan akan mulai bekerja.

BACA JUGA: Lantik PAW Anggota MPR RI, Bamsoet Ingatkan Pentingnya PPHN

MPR akan melibatkan pakar atau akademisi dari berbagai disiplin ilmu, termasuk lembaga negara dan kementerian menyusun rancangan PPHN, berikut naskah akademiknya pada 2021 ini.

"Bersamaan dengan itu, pimpinan MPR bersama pimpinan Badan Pengkajian akan melakukan komunikasi politik dengan pemerintah, pimpinan lembaga negara, pimpinan partai politik, pimpinan ormas, forum rektor, dan sebagainya melalui berbagai kegiatan seperti road show dan focus group discussion," kata Bamsoet usai memimpin Rapat Pimpinan MPR RI bersama Pimppnan Badan Pengkajian MPR RI dan pimpinan Komisi Kajian Ketatanegaraan, di Ruang Rapim MPR RI, Jakarta, Senin (18/1).

BACA JUGA: Bamsoet: Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Akan Memperkuat Substansi PPHN

Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, Lestari Moerdijat (virtual), Zulkifli Hasan (virtual), Hidayat Nur Wahid (virtual), Syarif Hasan, serta Fadel Muhammad.

Hadir pula pimpinan Badan Pengkajian MPR RI antara lain Djarot Saiful Hidayat (PDI-Perjuangan), Agun Gunandjar Sudarsa (Golkar), Tifatul Sembiring (PKS), dan Benny Kabur Harman (Demokrat). Sementara pimpinan Komisi Kajian Ketatanegaraan yang hadir antara lain Daryatmo Mardiyanto, Rambe Kamarul Zaman, Prof. Bachtiar Aly, dan Siti Masrifah.

Ketua ke-20 DPR RI ini menegaskan adanya PPHN tidak menghilangkan SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang), dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah).

Bamsoet menyebut justru PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis.

"Dengan kata lain PPHN memuat arahan pembangunan. Sementara SPPN, RPJP, dan RPJM memuat apa yang harus dilakukan negara untuk mencapai target pembangunan tersebut," kata Bamsoet.

Wakil ketua umum Kadin Indonesia ini menjelaskan keberadaan PPHN untuk memastikan adanya satu pedoman bagi seluruh elemen bangsa untuk meneguhkan pokok-pokok pikiran UUD NRI Tahun 1945.

Selain itu, kata dia, juga memperkuat sistem presidensial di era desentralisasi, serta menjamin keberlangsungan kepemimpinan nasional yang konstitusional, kuat dan stabil dan berwibawa.

Keberadaan PPHN juga akan memperkukuh integrasi bangsa dalam semangat persatuan dan kesatuan yang berdasar kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dalam wadah NKRI yang ber-Bineka Tunggal Ika.

"Kita memerlukan adanya satu pedoman atau arah yang menjamin keberlangsungan visi dan misi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945,” jelas Bamsoet.

Salah satu rekomendasi dari MPR masa jabatan 2014–2019 adalah untuk melakukan kajian secara mendalam terhadap substansi dan bentuk hukum PPHN. Beberapa hal yang dikaji adalah apakah PPHN masuk dalam pasal UUD NRI Tahun 1945, atau masuk dalam Ketetapan MPR, atau cukup dalam undang-undang.

Bamsoet tidak memungkiri bahwa pertanyaan lain yang sering muncul adalah apa urgensi PPHN karena sudah ada SPPN, dan RPJP. Apakah PPHN akan menggantikan SPPN dan RPJP? Apakah kehadiran PPHN ini akan menjadikan MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara?

"Juga pertanyaan jika satu-satunya pintu masuk melalui perubahan UUD NRI Tahun 1945, apakah tidak akan membuka kotak pandora,” kata Bamsoet.

Dalam rapim, Ketua Badan Pengkajian Djarot Saiful Hidayat memaparkan perkembangan kajian terhadap substansi dan bentuk hukum PPHN.
Salah satu hasil kajian adalah PPHN dimasukkan dalam Ketetapan MPR.

Karena itu, perlu dilakukan amendemen terbatas dengan menambah satu ayat di Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945.

Pimpinan Badan Pengkajian juga menyampaikan bahwa amandemen terbatas tidak akan membuka kotak pandora karena tatacara dan aturan yang ketat serta tidak akan mengubah sistem presidensial yang ada.

“Sebagaimana saran dari Badan Pengkajian, salah satu pintu masuk untuk menghadirkan PPHN adalah melalui Ketetapan MPR. Mau tidak mau kita memang harus melakukan amendemen terbatas karena harus menambah satu ayat dalam Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945,” ujar Bamsoet.

Ia mengakui gagasan menghadirkan kembali PPHN memang bukan hal mudah, tetapi juga bukan hal yang tidak mungkin agar pada Pemilu Serentak 2024 nanti PPHN ini menjadi bagian tak terpisahkan dari visi dan misi calon presiden dan calon wakil presiden, serta calon gubernur, bupati dan wali kota.

“Jalan menuju perubahan UUD NRI Tahun 1945 pastilah bukan hal mulus. Karena sekurang-kurangnya perlu dukungan sepertiga anggota MPR untuk pengusulan, dan rapat harus kuorum dihadiri dua per tiga dari jumlah anggota MPR, dan memerlukan suara 50 persen plus satu untuk mendapatkan persetujuan,” pungkasnya. (*/jpnn)

 

 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler