jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Melani Leimena Suharli mengatakan Peninjauan Kembali (PK) sebagai upaya hukum terpidana mencari keadilan cukup dilakukan dua kali saja.
Hal ini dikatakan Melani menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan terpidana bisa mengajukan PK lebih dari sebagaimana permohonan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar, yang divonis bersalah di kasus pembunuhan berencana.
BACA JUGA: KPK-PNPM Dukung Gerakan Nol Korupsi
"Tadinya PK hanya sekali, sekarang ada PK bisa berkali-kali, ini rada-rada meresahkan. Artinya putusan hukum tidak akan putus-putus. Harus ada pembatasan PK, dua kali saja," kata Meilani di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (7/3).
Pertimbangan dua kali menurut politikus Partai Demokrat itu bisa karena dalam PK pertama terjadi kekeliruan atau terpidana menemukan adanya bukti baru (novum) atas perkaranya.
BACA JUGA: Samad Sebut Mendagri Terlalu Normatif
Selain itu, dia juga menilai jika tidak ada pembatasan dan PK bisa diajukan berkali-kali, maka tidak menutup kemungkinan upaya hukum untuk memperoleh keadilan itu bisa dipermainkan.
"Saya rasa kalau PK berkali-kali bisa dipermainkan, sudah divonis bisa saja bebas. Jadi kalau dua kali, PK yang pertama harus dipergunakan sebaik-baiknya, karena kalau kedua kali dia final," jelasnya.
BACA JUGA: Semakin Banyak Opsi Investasi Dana Haji
Nah, karena putusan MK bersifat final dan mengikat, Melani berpendapat pengaturannya ke depan bisa dilakukan melalui revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehinga tidak perlu sampai harus melakukan amandemen Undang-undang. "Revisi KUHAP cukup," tandasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Dinilai Perlu Impor Dokter Spesialis Untuk JKN
Redaktur : Tim Redaksi