jpnn.com, JAKARTA - Ratusan siswa Madrasah Aliyah Annajah Jakarta Selatan mengunjungi Gedung Nusantara V, Komplek MPR RI Senayan, Rabu (26/2). Mereka disambut Plt. Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antarlembaga, dan Layanan Informasi Setjen MPR, Budi Muliawan.
Budi menjelaskan, gedung yang digunakan dalam pertemuan saat itu merupakan ruangan yang biasa digunakan anggota DPD untuk bersidang. Dia mengungkapkan, di komplek ini ada tiga lembaga negara. "MPR, DPR dan DPD,” ujar alumni FH Universitas Brawijaya, Malang, itu.
BACA JUGA: Bamsoet: Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Akan Memperkuat Substansi PPHN
Dia mengatakan, anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD. Jumlah anggota DPR sebanyak 575 orang, sedang anggota DPD ada 136 orang. “Jadi anggota MPR sebanyak 711 orang,” paparnya.
Budi menerangkan kepada siswa MA itu bahwa anggota DPR maupun DPD dipilih lewat Pemilu. “Mereka anggota DPR dan DPD otomatis anggota MPR,” ujarnya.
BACA JUGA: Syarief Hasan: MPR RI Akan Berhati-hati Dalam Memutus Masalah Haluan Negara
Dalam acara kunjungan yang dimoderatori Tengku Novan Muda Mulya, Budi Muliawan menjelaskan tugas-tugas MPR, salah satunya amendemen UUD. “Amendemen UUD merupakan salah satu tuntutan gerakan reformasi pada tahun 1998,” ucapnya.
Dari amendemen yang terjadi membuat MPR yang sebelumnya sebagai lembaga tertinggi menjadi lembaga negara yang kedudukannya setara dengan lembaga negara lainnya, seperti DPR, DPD, BPK, MA, KY, dan Presiden.
BACA JUGA: MPR RI Siap Sambut Sekjen Liga Muslim Dunia
Sebagai lembaga tertinggi, sebelum amendemen, membuat presiden menjalankan amanat dari MPR sehingga ia disebut sebagai mandataris MPR.
Meski selepas amendemen yang membuat MPR sejajar dengan lembaga negara lain, tetapi MPR tetap mempunyai fungsi tertinggi yakni mengubah dan menetapkan UUD.
Terkait DPR, dijelaskan oleh Budi Muliawan, mempunyai 3 fungsi, yakni pengawasan, anggaran, dan legislasi. “Dalam legislasi membuat peraturang perundang-undangan”, tuturnya. Sedang DPD, lembaga ini mempunyai tugas mengusulkan rancangan undang-undang yang sifatnya khusus, terutama masalah kedaerahan.
Budi Muliawan mengatakan MPR Periode 2009-2014, Ketika Alm. Taufiq Kiemas menjadi Ketua MPR, MPR mulai melakukan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dijelaskan, Pancasila merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang ada menurut Budi Muliawan digali oleh Soekarno dari apa yang ada dan hidup di Indonesia.
“Ada lima sila namun inti dari Pancasila adalah gotong royong”, ujarnya. Untuk itu dirinya mengajak siswa yang hadir dalam acara itu untuk menerapkan nilai-nilai gotong royong. “Nilai-nilai Pancasila wajib kita implementasikan dalam hidup keseharian,” tambahnya.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia menetapkan UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi negara. Dalam perjalanan waktu, konstitusi yang ada berkembang dinamis. Selain UUD Tahun 1945, Indonesia pernah memiliki Konstitusi RIS, UUD Sementara, hingga kembali ke UUD Tahun 1945. Pada tahun 1999 hingga 2002, UUD mengalami amandemen hingga akhirnya menjadi UUD NRI Tahun 1945.
UUD menurut Budi Muliawan merupakan dasar hukum tertinggi dalam susunan perundang-perundangan yang ada. UUD mengatur segala kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. “Semua sistem perundang-undangan yang ada harus mengacu dan berpedoman pada UUD”, ujarnya. “Tidak boleh ada undang-undang atau aturan di bawahnya yang bertentangan dengan UUD,” tambahnya.
Ketika bangsa Indonesia hendak merdeka, menurut Budi Muliawan ada dinamika pemikiran mengenai bentuk negara. Dari dinamika yang ada, akhirnya bangsa ini sepakat dengan bentuk negara kesatuan, NKRI. “NKRI merupakan bentuk yang paling tepat bagi bangsa Indonesia”, ujarnya.
Bangsa Indonesia dikatakan oleh Budi Muliawan adalah bangsa yang beragam. Berbagai suku, bahasa, agama, budaya, dan perbedaan lainnya tumbuh subur sini. Keberagaman yang ada dilindungi oleh pemerintah. Meski berbeda dan beragam namun semua tetap satu Indonesia seperti yang ada dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Keberagamaan dan perbedaan yang ada disebut sebagai potensi besar bangsa ini. Tak ada masalah meski masyarakat beragam. “Meski berbeda tetap bersatu,” tuturnya. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi