jpnn.com, JAKARTA - Majelis Permusyawaratan Rakyat RI siap menyambut kedatangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Liga Muslim Dunia Syekh Muhammad Abdul Karim Al-Isa.
Sejumlah kegiatan akan dilakukan Syekh Muhammad selama berada di Indonesia. "Sebentar lagi kami akan kedatangan tamu Yang Mulia H.E. Dr. Mohammad Bin Abdul Karim Al-Isa, Sekjen Liga Muslim Dunia," kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam jumpa pers bersama Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani dan Hidayat Nur Wahid, serta Sekjen MPR Ma'ruf Cahyono di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/2).
BACA JUGA: Liga Muslim Sedunia Dukung Sikap Beragama Moderat dan Dialog Lintas Agama dengan MPR RI
Jumpa pers itu bertajuk Beragama yang Harmonis dan Konstruktif Penguatan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Rencananya Syek Muhammad akan hadir di ruang delegasi, Kompleks Parlemen, Kamia (27/2), pukul 09.00 WIB.
Selanjutnya, Syekh Muhammad akan membuka seminar internasional sekaligus sosialiasi Empat Pilar MPR. Syekh Muhammad akan menjadi pembicara utama pada acara yang digelar di Aula Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pukul 9.30.
BACA JUGA: MPR RI: Gubernur Riau Khawatir dengan Amendemen UUD 1945
Bamsoet, panggilan Bambang Soesatyo, menjelaskan, MPR sebelumnya berkunjung ke Arab Saudi. Setelah diterima Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud, MPR juga disambut Ketua Majelis Syura Arab Saudi Abdullah Bin Muhammad Al Ash-Sheikh. Setelah itu, MPR bertemu dengan Syekh Muhammad. Dalam pembicaraan dengan Syekh Muhammad, terungkap keinginannya untuk berkunjung ke Indonesia.
"Pada pembicaraan itu lahirlah suatu pembicaraan di mana beliau akan ke Indonesia dan menerima gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Malang. Kami juga undang beliau ke MPR untuk bicara soal perdamaian dunia khususnya bagi negara-negara Muslim," ungkapnya.
BACA JUGA: Ketua MPR RI, Ketua DPR RI dan Ketua DPD RI Secara Bersama Akan Berkunjung ke Tanah Papua
Menurut Bamsoet, masalah radikalisme dan kekerasan, tidak hanya terjadi di Indonesia. Namun, masalah itu juga terjadi di negara-negara Timur Tengah. "Kita memiliki problem yang sama sehingga kami berinisiatif untuk membuat seminar bagaimana wajah Islam itu sesungguhnya adalah penuh dengan senyuman, keakraban dan tanpa kekerasan," katanya.
Ia menambahkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung toleransi yang tinggi, dalam kerangka kebangsaan dan pluralisme itu hampir terancam. Karena itu, ujar dia, diperlukan aktualisasi atau mengingatkan kembali bahwa filosofi Pancasila itu adalah hidup berdampingan dalam perdamaian.
"Nah, kedatangan Sekjen (Syekh Muhammad), dan kami juga mengundang juga berbagai tokoh agama yang ada di kita untuk me-refresh kembali bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara kita sangat penting untuk menjaga pluralisme dan saling menghargai masing-masing pemeluk agama," paparnya.
Karena itu, lanjut Bamsoet, dengan ideologi yang dimiliki Indonesia, seharusnya tidak perlu ada lagi keributan-keributan yang bersifat intoleransi. "Karena arusnya kita tumbuh dalam suatu pergaulan yang saling menjunjung tinggi toleransi," tegasnya.
Bamsoet menjelaskan hal ini sejalan dengan tugas MPR untuk menjaga agar serasi, kondusif, sesama pemeluk agama saling harga menghargai. "Karena sesungguhnya kita hidup dalam dunia yang sama, udara yang kita hirup adalah sama, dan air yang kita minum adalah sama," ujar Bamsoet.
Sementara Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa saat kunjungan MPR ke kantor Syekh Muhammad di Riyadh, Arab Saudi, yang bersangkutan menyampaikan tentang komitmen bagaimana beragama itu menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana beragama itu menghadirkan kehidupan yang harmonis, yang toleran, yang tidak menghadirkan radikalisme, terorisme dan seterusnya.
"Karena kemiripan dan atau pendekatan komitmen semacam ini, waktu itu ketua MPR mengundang beliau. Ketika beliau ada atau mumpung beliau ada di Indonesia, hari ini beliau mendapatkan Doktor Honoris Causa dari UIN Sunan Malik Ibrahim di Malang," katanya.
Ia menjelaskan gelar Doktor HC dari UIN Malang, itu terkait tentang peradaban Islam dan peradaban kemanusiaan.
Menurut Hidayat, Syekh Muhammad memiliki komitmen yang sangat luar biasa dalam mengembangkan ideologi Islam yang moderat, yang toleran, yang menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Tentu ini sangat kita perlukan untuk dipublikasikan di Indonesia, sehingga banyak salah faham bisa terkoreksi," ujar Hidayat.
Ahmad Muzani menyatakan bahwa dengan kehadiran Syekh Muhammad diharapkan Indonesia dapat menyampaikan bagaimana keragaman dan kebersamaan di tanah air ini dibangun.
"Meskipun kebersamaan ini dibangun tetap saja masih sering menimbulkan pernak-pernik masalah, tetapi kita tidak pernah lelah dan tidak pernah merasa kalah untuk membangun kebersamaan ini," ujar Muzani.
Ia berharap Indonesia juga bisa menjadi contoh bagaimana membangun kebersamaan, perbedaan. "Kami berharap Sekjen Liga Muslim Dunia (Rabithah Alam Islami), Syekh Muhammad bin Abdul Karim Al-Isa bisa menjadikan Indonesia sebagai contoh bagaimana, kebersamaan, keragaman, bisa saling menghormati satu sama lain," katanya.
Karena itu, ujar dia, MPR memberikan penghormatan yang besar sekali atas kehadiran Syekh Muhammad di Indopnesia dalam rangka menerima gelar honoris causa dan seminar internasional. "Ini adalah bagian dari kunjungan balasan beliau atas kunjungan pimpinan MPR waktu di Jeddah, dan Riyadh, Arab Saudi akhir tahun yang lalu," ujar dia.
Ma'ruf Cahyono mengatakan bahwa ini adalah bagian langkah strategis MPR yang baru pertama kalinya melaksanakan seminar internasional di periode 2019-2024 ini. "Tentu selama ini bahwa keberadaan negara dengan prinsip-prinsip yang sangat bagus, ideologi konstitusi dan lain-lain tentu tidak hanya untuk diri kita sendiri, karena kedaulatan negara itu akan kukuh juga apabila ada pengakuan dari negara dan bangsa lain," katanya.
Karena itu, seminar internasional ini diharapkan sebagai langkah strategis untuk mengenalkan Indonesia kepada dunia internasional yang itu sesungguhnya merupakan amanat dari pembukaan UUD NRI 1945, yakni ikut menciptakan ketertiban dunia dan lain-lain. "Artinya bahwa implementasi UUD itu tidak berhenti selesai pada hal-hal yang secara prinsipil diperlukan oleh kita sebagai bangsa tetapi juga memerlukan afirmasi, pengakuan dari bangsa lain," jelasnya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy