jpnn.com, SURABAYA - Anggota MPR dari Fraksi Partai Gerindra, Gus Irawan Pasaribu menekankan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
"Nilai-nilai itu harus kita laksanakan apalagi di sana-sini ada kejadian yang tak diinginkan,” ujar Gus Irawan pada awal memberi pemaparan materi Training of Trainer (TOT) Empat Pilar bagi kalangan perwira menengah TNI AL, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/10/2018).
BACA JUGA: Arsul: Pelapor Kasus Korupsi Harus Mendapat Perlindungan
Ia berharap 100 perwira menengah TNI AL dapat menjadi bagian untuk menyosialisasikan Empat Pilar MPR..
Gus Irawan Pasaribu dalam pemaparannya, menuturkan ciri-ciri perekonomian nasional. Menurutnya, ciri perekonomian yang diamanatkan oleh konstitusi adalah perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar azas kekeluargaan dan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
BACA JUGA: MPR Dorong Masyarakat Menjadi Narasumber Empat Pilar
“Perekonomian kita harus menyasar terciptanya kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial,” ungkapnya.
Untuk itu sebagai wakil rakyat, dirinya mengatakan bila ada sistem perekonomian yang tak sesuai dengan konstitusi maka harus diluruskan. Disebut ia ingin merevisi UU Tentang Migas.
BACA JUGA: Mahyudin: PP 43/2018 Sebuah Terobosan untuk Berantas Korupsi
"Karena undang-undang ini tak sesuai dengan UUD", ungkapnya. Pandangan ini serupa dengan keputusan MK yang menyebut undang-undang itu memang tak sesuai dengan semangat konstitusi.
Diungkapkan bahwa 85 persen sektor tambang kita dikuasai oleh asing. Padahal sumbangan migas terhadap perekonomian sangat besar. Dirinya menyebut energi dibagi menjadi tiga, BBM yang disubsidi, BBM dijual berdasarkan mekanisme pasar, dan BBM tidak disubsidi. Dari sini, kata dia, setelah subsidi premium dicabut, pengelola harus menanggung Rp 3000/liter.
Ketika pemerintah menaikan harga BBM meski dibatalkan, kenaikan itu menurut Gus Irawan akan menyebabkan kelompok masyarakat yang hampir miskin akan menjadi kelompok miskin. "Akibatnya pemerintah kembali mengkalkulasi harga minyak,” ucapnya.
Dirinya selalu mengingatkan kepada pemerintah agar kebijakan yang diputuskan tidak membebani rakyat apalagi kondisi ekonomi yang tak baik.
Anggota MPR dari Fraksi PPP, Zainut Tauhid Saadi mengungkapkan pada masa Orde Baru semua urusan ditangani secara sentralistik. "Semua diurus pusat," ujarnya.
Pada masa reformasi urusan pemerintahan tak lagi sentralistik namun secara desentralisasi. "Artinya kedudukan daerah dihormati,” paparnya.
Ini dilakukan agar pemerintah daerah diberi kebebasan dalam melayani masyarakat. "Bila semua diurus secara sentralistik, berapa lama untuk menyelesaikan masalah pembangunan,” tuturnya. Dicontohkan, masa mengurus jalan rusak saja harus menunggu kabar dari pusat.
Memang tak semua urusan bisa diserahkan ke daerah. Pria asal Jepara, Jawa Tengah, itu menyebut urusan yang tetap ditangani oleh pemerintah pusat adalah masalah pertahanan, keamanan, keuangan, hukum, agama, dan hubungan luar negeri.
Dalam mengatur urusan daerah, dikatakan Zainut Tauhid di sana ada Perda. Perda merupakan kekuatan hukum yang kuat sebab masuk dalam tata urutan perundang-undangan.
Dalam soal desentralistik ini juga meliputi pemilihan kepala daerah. Kepala daerah dalam prakteknya dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada.
Diakuinya biaya politik Pilkada sangat tinggi sehingga 70 persen kepala daerah tersangkut masalah korupsi. "Dulu ada istilah serangan fajar untuk money politik,” ungkapnya.
"Money politik sekarang tak hanya dilakukan saat fajar namun juga siang, sore, malam, dan pagi", ujarnya sambil tertawa. Bila mereka yang melakukan korupsi ditahan itu sebagai salah satu bentuk penegakan hukum.
Menurutnya, negara ini berdasarkan hukum. Ciri negara hukum, menurut Zainut, salah satunya adalah memberi penghormatan kepada HAM.
"HAM sudah menjadi isu dunia,” paparnya.
Meski demikian ditegaskan bahwa bangsa ini tak ikut-ikutan dalam soal HAM. Disebut HAM yang dianut Indonesia berbeda dengan dengan sistem HAM negara lain. Bila negara Barat dalam soal HAM berlandaskan kebebasan individualistik maka HAM di negeri ini memperhatikan masalah budaya, agama, dan norma masyarakat yang berlaku.
"Dalam HAM kita ada pembatasan,” ucapnya. Ia mencontohkan bila di Barat LGBT diperbolehkan maka di Indonesia fenomena itu dilarang karena bertentangan dengan Pancasila.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Maruf Cahyono: KIP Apresiasi Kualitas Layanan Informasi MPR
Redaktur : Tim Redaksi