jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai masalah Over Dimension Overload (ODOL) tidak akan pernah terpecahkan jika tidak ada pembenahan terhadap kelas jalan.
Ketua Majelis Profesi dan Etik MTI Agus Taufik Mulyono mengatakan kelas jalan merupakan penentu utama dari peningkatan daya saing logistik Indonesia yang hingga saat ini masih jauh tertinggal dari negara tetangga.
BACA JUGA: Mulai Agustus ASDP Bakal Terapkan Tarif Penyeberangan Baru, Pengamat MTI Bilang Begini
Namun, pemerintah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memperbaiki kelas jalan tersebut.
"Zero ODOL adalah masalah status dan fungsi jalan yang masih carut marut dan tidak jelas. Problem klasik yang masih belum diselesaikan hingga saat ini," ucap Agus seperti dikutip, Selasa (12/12).
BACA JUGA: PT MTIR Polisikan Juru Parkir New Makassar Mall, Ternyata Gegara Ini
Agus menyebut salah satu penyebab awal carut marut kelas jalan adalah pabrik untuk komoditi ekspor tidak berada di kota. Semua berada di desa atau kecamatan.
"Jadi, ketika mengangkut barang dari pabrik-pabrik itu menuju pelabuhan utama, truk-truk itu pasti akan melewati jalan yang statusnya beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional)," ungkap Agus.
Agus menjelaskan tidak hanya statusnya, truk-truk itu juga pasti akan melalui jalan-jalan yang fungsinya juga berbeda.
Mulai lingkungan primer atau jalan lokal, kolektor 3 atau jalan kabupaten, kolektor 2 atau jalan provinsi, dan kolektor 1 atau jalan arteri.
Selain fungsi dan status, kelas jalan yang dilalui truk-truk itu dari pabrik menuju pelabuhan utama juga beda. Ada jalan kelas 3, kelas 2, dan kelas 1.
Saat melalui jalan yang berbeda-beda itu, truk-truk itu tidak mungkin akan menurunkan barang-barang bawaannya saat akan pindah jalan.
Apalagi, saat membongkar muatannya itu, dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat untuk mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat.
“Nah, masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” ucap Agus.
Fakta-fakta seperti inilah yang menurut Agus akhirnya membuat jalan-jalan itu, khususnya jalan yang ada di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar.
“Jadi, carut-marut antara kelas, fungsi dan status jalan inilah sebetulnya yang menjadi penyebab hancur-hancuran jalan itu. Artinya, penerapan kelas jalan itu tidak sesuai dengan penerapan status jalannya,” kata Agus.
Di sisi lain, pemerintah sulit untuk merealisasikan perbaikan kelas jalan ini karena minimnya anggaran dari pemerintah pusat dan daerah.
Direktur Jenderal Bina Marga dan Cipta Karya Kementerian PUPR, Hedy Rahadian mengakui bahwa kelas jalan membutuhkan biaya.
"Ini harus sepakat, karena menaikan kelas jalan itu menimbulkan dampak kebutuhan anggaran jalan. Jadi, anggaran jalan harus dinaikan juga," ungkap Hedy.
Hedy mengatakan akan menjadi masalah baru apabila kelas jalan ditingkatkan tetapi pemerintah tidak memiliki anggaran untuk merawatnya.
Artinya, jalan yang dibangun akan menjadi percuma bila biaya pemeliharaannya tidak dipikirkan.
Hedy memahami bahwa peningkatan kelas jalan dibutuhkan agar angkutan logistik dapat melintas dengan lancar agar dapat menekan ongkos logistik.
“Namun, apabila pemerintah tidak memiliki anggaran untuk memelihara jalan tersebut maka akan percuma. Kalau negara nggak mampu memelihara lalu rusak, biaya logistik juga jadi tambah mahal," ujarnya.
Oleh karena itu, Hedy pun meminta agar semua pihak berkepentingan duduk bersama guna membicarakan hal tersebut.
Intinya, lanjutnya, bagaimana mencapai titik temu antara kualitas jalan dan ongkos logistik.
"Kita bicarakan mau mempunyai jalan yang seperti apa dan bagaimana. Kita coba mendapatkan titik optimumnya, negaranya mampu dan biaya transportasinya juga tidak terlalu mahal," ujar Hedy.
Peningkatan kelas jalan harus didukung oleh beberapa regulasi mulai dari Undang-Undang Lalu Lintas sampai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub).
"Itu dulu yang harus diubah. Tetapi perubahan itu juga harus ada kajian, jangan sembarangan, apalagi kemudian nggak ada anggarannya," pungkas Hedy.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul