KAIRO – Ribuan orang yang dianggap musuh atau berbahaya bagi kekuasaannya telah dikirim ke penjara oleh Hosni Mubarak selama 30 tahun bertakhta secara diktatorial di Mesir. Tapi, ketika giliran dirinya yang harus meringkuk di balik jeruji, pria 84 tahun itu tak berdaya.
Kemarin, ketika dibawa ke rumah sakit penjara Tora, Kairo, setelah divonis penjara seumur hidup dalam kasus tewasnya 850 demonstran, Mubarak mengalami serangan jantung. ”Hosni Mubarak mengalami serangan jantung ketika helikopter yang membawanya mendarat di penjara Tora.” Demikian kantor berita Mesir, MENA, melaporkan, seperti dikutip The Daily Telegraph.
Hingga berita ini selesai ditulis, belum diketahui kondisi terkini pria yang dipaksa mundur dari jabatannya pada 11 Februari 2011 itu. Yang pasti, ketika hendak dibawa ke penjara Tora dari gedung pengadilan yang terletak di kompleks akademi polisi Kairo dengan menggunakan helikopter, Mubarak awalnya menolak. Sembari menangis, dia emoh meninggalkan ruang sidang.
Sejak diadili Agustus tahun lalu, Mubarak memang tak pernah ditahan di lingkungan penjara. Mantan perwira Angkatan Udara Mesir tersebut selalu dirawat di rumah sakit dalam kompleks militer.
Selain Mubarak, menteri dalam negeri terakhir di era Mubarak, Habib Al Adly, juga dijatuhi hukuman seumur hidup. Keduanya dianggap gagal mencegah penggunaan kekerasan yang berujung kematian kepada para demonstran tak bersenjata saat protes antirezim berkuasa bergolak di Mesir tahun lalu.
Namun, Mubarak dibebaskan dari dakwaan bersalah dalam kasus korupsi. Dua anaknya, Alaa dan Gamal, yang disidang terpisah dalam kasus korupsi juga dinyatakan tidak bersalah. Tapi, keduanya tetap ditahan karena masih harus menjalani sidang untuk kasus manipulasi di bursa saham. Sedangkan empat pembantu dekat Habib Al Adly yang diadili atas dakwaan membantu upaya pembunuhan kepada demonstran juga dinyatakan tidak bersalah.
Hakim Ahmed Refaat yang memimpin sidang yang telah berlangsung selama sepuluh bulan itu menegaskan bahwa persidangan berlangsung secara fair. Dalam pembacaan vonisnya, dia menyebut 30 tahun era Mubarak sebagai ”30 tahun kegelapan”.
Vonis untuk Mubarak itu disambut beragam. Awalnya, demonstran yang berkumpul di luar kompleks akademi polisi bergembira. Mereka berteriak dan membunyikan petasan.
Begitu pula sebagian keluarga korban. ”Saya sangat bergembira (atas vonis ini),” kata Soha Saaed, istri salah seorang korban, seperti dikutip BBC.
Tapi, begitu mendengar Alaa dan Gamal dibebaskan serta Mubarak juga dinyatakan tak bersalah dalam kasus korupsi, kegembiraan itu berubah menjadi kekecewaan. Para demonstran di Tahrir dan akademi polisi pun bentrok dengan petugas.
Kekecewaan juga disuarakan kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin Dr Mohammed Mursi. ”Dr Mohammed Mursi menganggap vonis itu guyonan dan menuntut agar diadakan sidang ulang dengan menyertakan bukti tambahan agar bisa didapatkan hukuman yang adil,” bunyi rilis resmi Ikhwanul Muslimin atas nama Mursi di akun Twitter mereka, seperti dikutip CNN.
Mursi berhadapan dengan mantan Perdana Menteri Ahmed Shafiq dalam pemilihan presiden Mesir putaran kedua. Menurut BBC, tak sedikit kaum revolusioner Mesir yang kecewa dengan prospek itu: Mursi yang seorang anggota kelompok konservatif dan Shafiq yang dianggap warisan rezim lama.
Mubarak adalah korban kedua ”Revolusi Melati” yang menghumbalang dunia Arab sejak akhir 2010 hingga sekarang. Yang pertama tumbang adalah Presiden Tunisia Zine Al Abidine ben Ali yang melarikan diri ke Arab Saudi.
Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh juga bersembunyi di Arab Saudi setelah mundur pada Februari lalu, sesudah hampir setahun didemo warganya. Yang paling tragis adalah pemimpin Libya Muammar Kadhafi, yang tewas di tangan kelompok pemberontak pada Oktober lalu. (c11/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bintang Porno Kanada jadi Buruan Interpol
Redaktur : Tim Redaksi