jpnn.com, SURABAYA - Pola pembangunan di Indonesia dikritik Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar. Dalam orasi ilmiahnya berjudul Mengelola Kebinekaan untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Bangsa, Muhaimin yang mendapatkan anugerah Doktor Honoris Causa ini menyebut pembangunan di Indonesia, bukan pembangunan Indonesia.
Pembangunan di Indonesia adalah pembangunan oleh siapa saja di Indonesia.
BACA JUGA: Mohamad Nasir: Tidak Ada Obral Gelar Doktor HC
"Pelaku dan penerima manfaat tidaj penting asal kue ekonomi tumbuh membesar. Yang dikejar adalah pertumbuhan karena itu investor diundang untuk menggarap ladang-ladang ekonomi di berbagai sektor seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, kelautan, dan lain-lain," ujar Muhaimin dalam sidang senat terbuka di Universitas Airlangga (Unair), Selasa (3/10).
Menurut Muhaimin, pola pembangunan yang tidak inklusif ini menyisakan cacat. Itu ditunjukkan oleh ketimpangan antarwilayah, disparitas antarsektor ekonomi, dan kesenjangan pendapatan antarpenduduk.
BACA JUGA: Penganugerahan Doktor HC Muhaimin Iskandar Bertabur Menteri
"Rilis BPS terakhir (Agustus 2017) terlihat bahwa pembangunan nasional masih terus memusat di Jawa dan Sumatera yang menyumbang 80,34 persen produk domestik bruto nasional. Pembangunan bukan ditopang oleh sektor penghasil barang yang padat karya tetapi oleh sektor jasa dan keuangan yang padat modal," bebernya.
Muhaimin melanjutkan, sektor nontradable tumbuh melesat hingga 8,8 persen. Sedangkan sektor tradable terseok-seok di angka 3,3 persen.
BACA JUGA: Pentolan PKB Saksikan Penganugerahan Doktor HC Muhaimin
Kesenjangan juga tampak dari ketimpangan antarindividu dalam penguasaan kue ekonomi nasional.
Word Bank(2015:18) melaporkan satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai 50,3 persen kekayaan nasional.
Menurutnya, 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai sekitar 77 persen kekayaan nasional.
"Ini menunjukkan ketimpangan di Indonesia sangat besar. Bahkan Indonesia adalah negara rangking ketiga tertimpang setelah Rusia dan Thailand. Meski sudah 72 tahun, negeri ini masih rentan menjadi lahan subur ekstremisme karena masalah kemiskinan, pengangguran, kesenjangan, dan ketidakadilan dalam berbagai sektor," sebutnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Sudah Tegur Panglima TNI
Redaktur & Reporter : Natalia