JAKARTA - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi berencana mengembalikan pelaksanaan tugas dan fungsi pengawas ketenagakerjaan di Indonesia ke pemerintah pusat.
Alasannya, seluruh aspek pengawasan di bidang ketenagakerjaan selama banyak terkendala oleh adanya sekat-sekat kebijakan otonomi daerah.
Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan, sistem sentralistik dalam pengawasan ketenagakerjaan dibutuhkan agar pelaksanaan fungsi pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah menjadi independen, terpadu, terkoordinasi, dan terintegrasi .
“Sistem sentralistik akan menciptakan sinergisitas kinerja pengawasan ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah yang lebih efektif dan optimal,“ kata Muhaimin di Jakarta, Selasa (9/4).
Menurut Muhaimin, upaya untuk memberlakukan kembali sistem sentralistik dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan hasil pembahasan Kemnakertrans dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Kinerja pengawasan ketenagakerjaan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota selama ini masih terlihat lemah dan kurang optimal. Kemudian belum meratanya dan terbatasnya kualitas dan kuantitas petugas pengawas ketenagakerjaan di daerah-daerah,” kata Muhaimin.
Diakuinya saat ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan telah diserahkan oleh Presiden kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
Tapi faktanya belum semua daerah mampu melaksanakan urusan wajib ketenagakerjaan itu secara optimal. Salah satu indikatornya adalah pelaksanaan kegiatan pengawasan ketenagakerjaan yang belum mampu mencapai standar pelayanan minimal (SPM).
Padahal, kata Muhaimin pengawasan ketenagakerjaan merupakan perangkat terpenting dalam sebuah negara untuk memastikan pelaksanaan peraturan di bidang ketenagakerjaan seperti hubungan industrial, pelaksanaan outsourcing dan upah minimum, kondisi kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta jaminan sosial. (fat/jpnn)
Alasannya, seluruh aspek pengawasan di bidang ketenagakerjaan selama banyak terkendala oleh adanya sekat-sekat kebijakan otonomi daerah.
Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan, sistem sentralistik dalam pengawasan ketenagakerjaan dibutuhkan agar pelaksanaan fungsi pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah menjadi independen, terpadu, terkoordinasi, dan terintegrasi .
“Sistem sentralistik akan menciptakan sinergisitas kinerja pengawasan ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah yang lebih efektif dan optimal,“ kata Muhaimin di Jakarta, Selasa (9/4).
Menurut Muhaimin, upaya untuk memberlakukan kembali sistem sentralistik dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan hasil pembahasan Kemnakertrans dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Kinerja pengawasan ketenagakerjaan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota selama ini masih terlihat lemah dan kurang optimal. Kemudian belum meratanya dan terbatasnya kualitas dan kuantitas petugas pengawas ketenagakerjaan di daerah-daerah,” kata Muhaimin.
Diakuinya saat ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan telah diserahkan oleh Presiden kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
Tapi faktanya belum semua daerah mampu melaksanakan urusan wajib ketenagakerjaan itu secara optimal. Salah satu indikatornya adalah pelaksanaan kegiatan pengawasan ketenagakerjaan yang belum mampu mencapai standar pelayanan minimal (SPM).
Padahal, kata Muhaimin pengawasan ketenagakerjaan merupakan perangkat terpenting dalam sebuah negara untuk memastikan pelaksanaan peraturan di bidang ketenagakerjaan seperti hubungan industrial, pelaksanaan outsourcing dan upah minimum, kondisi kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta jaminan sosial. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 33 Gubernur Minta Jadi Pilot Project Reformasi Birokrasi
Redaktur : Tim Redaksi