jpnn.com, DAMASKUS - Nama Abu Mohammed al-Golani atau Abu Muhammad al-Julani kian kondang seiring perannya dalam menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad dari kekuasan.
Julani merupakan salah tokoh penting dalam menggalang kekuatan bersenjata untuk menumbangkan Bashar yang berkuasa selama 24 tahun.
BACA JUGA: Militan Suriah Menang, Bashar Menghilang, Dinasti Assad Tumbang
Lantas, siapakah al-Julani?
Julani terlahir dari keluarga yang mengungsi akibat Perang Arab-Israel 1967. Perang selama enam hari itu membuat Suriah kehilangan sebagian wilayahnya yang strategis, yakni Dataran Tinggi Golan.
BACA JUGA: Tanda-Tanda dan Kronologi Kejatuhan Bashar al-Assad di Suriah
Ayah Julani ialah Hussein al-Shara, seorang Arab nasionalis yang terpesona pemikiran Gamal Abdul Nasser. Hussein adalah aktivis mahasiswa yang pernah dipenjara oleh rezim Partai Baath Suriah penentang ide tokoh Revolusi Mesir itu.
Dalam wawancara dengan CNN pada 2021, Julani menggunakan nama Ahmad al-Shara. Ambisinya ialah mendongkel Bashar.
BACA JUGA: Israel Anggap Hamas Lebih Jahat dari ISIS, Wajib Dimusnahkan!
Gerakan Intifada Kedua di Palestina punya andil membentuk pemikirannya. Saat Intifada pada 2000 tersebut, Julani masih berusia sekitar 17 tahun sehingga tumbuh menjadi remaja yang bertekad membela orang-orang terzalimi.
Namun, Julani juga dikenal sebagai tokoh radikal. Pada 2013, Amerika Serikat (AS) menobatkannya sebagai Specially Designated Global Terrorist (SDGT), yakni sebutan untuk individu atau kelompok yang dianggap berpotensi maupun telah melakukan aksi terorisme.
AS pernah menggelar sayembara penangkapan Julani. Hadiahnya USD 10 juta.
Memang Julani pernah terafiliasi dengan Abu Bakr al-Baghdadi yang mendirikan Negara Islam Irak Suriah (ISIS). Selain itu, Julani juga pernah memimpin Jabhat al-Nusra atau Front An-Nushrah yang terafiliasi dengan Al-Qaeda.
Julani mengomandani cabang Al-Qaeda di Suriah itu hingga 2016. Selanjutnya, dia menyempal dari Al-Qaeda, lalu meleburkan Jabhat al-Nusrah ke dalam Hayat Tahrir al-Sham (HTS) bentukannya pada 2017.
Dahulu, Julani dikenal getol menentang AS. Dia memuji Serangan 9/11 yang menyasar Menara Kembar WTC di New York dan Pentagon di Washington DC, Amerika Serikat pada 11 September 2001.
Sebelum invasi AS ke Irak pada 2003, Julani sempat berkelana di Negeri 1001 Malam itu. Kala itu, dia sudah bergabung dengan Al-Qaeda dan posisinya di organisasi radikal tersebut terus menanjak.
Julani dikabarkan dekat dengan Abu Musab al-Zarqawi yang dikenal sebagai tokoh Al-Qaeda Irak. Namun, dia menepis tuduhan tentang dirinya pernah bertemu dengan Zarqawi.
Pada 2006, pasukan AS menangkap Julani. Dia menghabiskan masa penahanan selama lebih dari lima tahun di berbagai penjara, termasuk Abu Ghraib, Irak.
Soal perang di Suriah, Julani jelas bukan pemain anyar. Dengan pasukan dan kekuatan senjatanya, HTS menjadi salah satu faksi yang terlibat perang saudara di negeri yang beribu kota di Damaskus itu.
Julani dan HTS memperoleh dukungan dari Turkiye. Dia menjadi penguasa wilayah barat laut Suriah.
Saat milisi pemberontak menguasai Aleppo pada akhir November lalu, sebuah video yang beredar memperlihatkan Julani berada di zona tempur. Dia terlihat mengenakan seragam militer.
Julani tampak memegang ponsel dan memerintahkan pasukannya melindungi warga. Dia juga melarang anak buahnya memasuki rumah-rumah penduduk.
Video lain memperlihatkan Julani didampingi seorang anak buahnya mengunjungi sebuah benteng.
Selanjutnya, anak buahnya mengibarkan bendera revolusi Suriah berupa kombinasi tiga garis horizontal berwarna hijau, putih, dan hitam yang dilengkapi tiga bintang merah.
Hal yang diperlihatkan Julani itu dianggap cukup mengejutkan karena sebelumnya dia menganggap bendera tersebut sebagai simbol kafir. Langkah itu juga dinilai sebagai penghormatan kepada oposisi utama di Suriah.
“...lebih pintar ketimbang Assad. Dia mengubah taktik, memoles penampilan, menggalang sekutu baru, dan tampil dengan pesonanya yang ofensif terhadap kaum minoritas,” ujar Joshua Landis, seorang ahli tentang Suriah yang memimpin Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma, AS.
Julani kian getol memamerkan transformasinya sejak HTS merebut Aleppo. Dia dianggap hendak mengirimkan pesan ramah kepada kaum minoritas yang selama ini takut terhadap militan Islam.
Tidak hanya itu, Julani menyerukan kepada pasukan HTS melindungi minoritas di Suriah. Dia juga menjauhkan diri dari konflik dengan negara-negara Barat.
Julani yang dahulu dikenal ekstrem, kini memilih bersikap lebih moderat. Aron Lund, peneliti di Century International, menilai Julani dan HTS telah berubah meski masih sangat keras.
“Itu adalah public relations, tetapi fakta bahwa mereka terlibat upaya ini menunjukkan mereka tidal lagi sekaku dulu. ISIS dan Al-Qaeda tidak akan melakukannya,” ulasan Aron.(JPost/Jagran/Hurriyet/jpnn.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabur ke Rusia, Bashar al-Assad dan Keluarganya Kantongi Suaka
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi